Will of The Heart (Chapter 3)

 Will of The Heart (Chapter three: A ‘Good’ Bye)

 

 

Author:            laelynur66

 

Main cast:        Kim Jongin (Exo)

                     Yoon Sohee (Oc)

                    Oh Sehun (Exo)

                     Luhan (Exo)

 

Support cast:     all member Exo

 

Length:            chapter 3/4

 

Genre:             romance, action, friendship

 

Rating:             NC-17

 

Author note:      mianhae kalo adegan ctio dikiiiiit banget.. huehehehhehehehe. Enjoy it. OH IYA RATINGNYA N-17 BUKAN KARENA ADEGAN SEKSUALNYA, MELAINKAN  KARENA ADANYA UNSUR KEKERASAN.

 

afterfocus_1391760945647 (1)

 

Kedua namja itu berjalan mengendap-endap. Berusaha untuk tidak terlihat.

“kau yakin ini tempatnya?” Tanya salah satu namja dengan kulit tan-nya yang tampak bercahaya tertimpa cahaya matahari sore.

Namja yang satu mengangguk dengan yakin dan menunjukkan layar ponselnya pada namja itu.

“menurut alat pelacak yang kupasang di ponsel Sohee memang di sini tempatnya!” sahutnya dan menunjuk titik merah yang tertera di layar ponselnya yang datar.

Jongin –namja berkulit tan itu menghentikan langkahnya, merogoh belakang celananya dan mengeluakan pistolnya dan mengenggamnya kuat. Sementara Sehun –namja ynag berjalan di belakangnya mengikutinya dan mengisi beberapa peluru ke dalam pistolnya.

Jongin berjalan dengan hati-hati, mengamati sekitarnya dan melongokkan kepalanya ke balik tembok tempatnya bersembunyi, menghitung dalam hati jumlah orang di dalam sana.

“dua puluh!” gumamnya pelan.

“kau yakin?” Tanya Sehun dan mendapat anggukan.

“kau melihat mereka?” Tanya Sehun lagi.

Jongin berbalik menatapnya dengan kedua alis yang tertaut. “siapa?”

“Luhan noona dan Sohee!” sahut Sehun lirih. Jongin menggeleng dan kembali melongok ke dalam. Seketika itu juga wajahnya menegang salah satu dari mereka mencengkram dengan kasar sosok yang sudah dikenalinya. Sohee.

“brengsek!” maki Jongin dan hendak menyerang  masuk namun dengan sigap Sehun mengcengkram lengannya.

“tahan dirimu, mereka memiliki sandera. Dua, Luhan noona dan Sohee, kita harus berhati-hati” Sehun memperingati Jongin, walaupun dalam hatinya nafsu untuk membunuh kedua puluh orang di hadapannya dengan susah payah diredamnya. Ada sendera di dalam sana, dia tidak bisa gegabah, dia tidak ingin kejadian dua tahun lalu terulang kembali.

Jongin mengatupkan rahangnya kuat, mengikuti apa yang dikatakan Sehun, dia tidak bisa mengabaikannya.

“kita berpencar!” seru Sehun dan membuat Jongin kembali menautkan kedua alisnya.

“apa yang kau bicarakan!” bentak Jongin.

“kita berpencar, Jongin! Aku akan mengawasi di sana, dan kau di sini. Kita akan saling melindungi! Manfaatkan semua kesempatan yang ada” sahut Sehun santai.

“tapi..”

“turuti apa kataku, yang terpenting adalah Luhan dan Sohee!” Sehun mengakhiri perdebatannya dengan Jongin dan berjalan meninggalkannya.

“Jongin!” Sehun memanggil Jongin, Jongin yang dipanggilnya berbalik menatapnya heran

“apa?”

Sehun melemparkan sesuatu dan dengan sigap Jongin menangkapnya.

“gunankan itu” sahutnya. “dan jangan sampai kejadian dua tahun lalu terulang kembali!” tambah Sehun dengan suara lirih, namun Jongin masih mendengarnya dan merasakan nada memohon di sana.

 

***

 

Dengan mengendap Jongin memasuki gudang tua yang sudah lama tidak digunakan itu, aroma laut begitu menyengat di hidungnya. Matahari sudah nyaris tergelincir di barat, tapi dirinya belum melakukan apapun.

Dengan perlahan ia melangkahkan kakinya mendekati seorang penjaga dengan tubuh tegap dan baju serba hitam yang ia kenakan.

‘kreek’

Suara tulang leher yang patah, terdengar. Jongin berhasil menumbangkan satu. Dengan hati-hati Jongin kembali berjalan semakin masuk. semakin banyak penjaga yang menjaga. Dengan gerakan matanya Jongin menghitung, empat orang, dan dengan sigap menarik salah satu yang terdekat menghajarnya tanpa suara dan meninggalkan tubuh tak bernyawa itu dan kembali mendekati salah satu dari mereka.

Jongin menggenggam revolver berkaliber 80nya memasang peredam yang diberikan Sehun padanya tadi. Dengan sigap menodongkan pistolnya pada salah satu dari mereka dan menarik pelatuk pistolnya, peluru pistolnya menembus kepala. Matanya menyapu segala penjuru gudang, jumlah mereka masih banyak.

Jongin kembali menarik pelatuknya membuat salah satu dari mereka tersungkur bersimbah darah.

Ia kembali menatap sekelilingnya, ini terlalu mudah baginya, ada sesuatu yang janggal. Otaknya dengan tegas mempermasalahkan itu, tapi hatinya membantahnya, hanya satu Sohee dan Luhan dalam bahaya.

‘buugh!’ seseorang memukulnya dari belakang dan membuatnya kehilangan kesadaran.

 

***

Sehun dengan wajah tanpa ekspresi kebanggaannya berjalan melangkahi dua mayat di bawahnya, tangannya terangkat menghitung jumlah orang yang telah di habisinya. Lalu kembali berjalan dengan mengendap lebih masuk ke dalam gudang.

Sehun memeriksa selongsong pelurunya, tersisa dua. Dan kembali melangkahkan kakinya. Langkahnya terhenti saat melihat sosok Luhan yang tersungkur tidak jauh dari tempatnya kedua tangan dan kakinya terikat, seketika itu juga kenangan dua tahun yang lalu membayangi dan membuat seluruh tubuhnya lemas, tulang belulangnya terasa dicabuti sehingga membuatnya tidak mampu berdiri.

Matanya terpejam saat merasakan seseorang menodongkan pistol di belakangnya.

 

***

 

Jongin membuka matanya perlahan, rasa sakit di bagian belakang kepalanya membuat pandangannya buram. Hal pertama yang diingat olehnya ialah hantaman keras yang dirasakannya di kepala. Matanya membuka lebar saat kepalanya mengingat semuanya. Ia mendongak mendapati bebarapa orang dengan badan yang cukup besar berdiri di hadapannya. Dialihkannya pandangan ke samping dan matanya membulat sempurna mendapati sosok Sehun yang tampak babak belur, bibirnya robek mengeluarkan darah, dengan kepala terkulai lemas ke samping.

“tuan muda Kim Jongin!” suara berat seseorang membuatnya kembali mendongak. Matanya membuka mendapati sosok yang sudah begitu dikenalinya.

“apa kabar tuan? Lama tidak berjumpa denganmu!” sapa lelaki paruh baya itu pada Jongin dan mencengkram dagu Jongin mengadahkan kepala Jongin menghadapnya. Sementara Jongin hanya bisa menatapnya garang.

“brengsek!” maki Jongin.

“wow, kau sudah tumbuh menjadi anak yang berani rupanya!” serunya dan menatap Jongin tajam.

“apa maumu!” bentak Jongin.

“tidak, aku hanya ingin bermain denganmu! Hal yang selalu kita lakukan saat kau masih kecil dulu!” sahutnya lagi dan mengalihkan pandanganya pada Sehun yang sudah tidak berdaya.

“dan kau, kau begitu hebat! Tak sia-sia aku melatihmu selama ini!” ucapnya di hadapan Sehun. “anakku!” tambahnya lirih dan membelai wajah Sehun.

‘cuuiiih’ Sehun meludahi mukanya.

“aku, tidak sudi diakui anak olehmu!” sahut Sehun lemah. Sebuah tamparan mendarat di wajahnya yang sudah bebak belur.

“breeengseeekk!” maki Jongin dan meronta namun cekalan dikedua tangannya begitu kuat.

Namja berpakaian rapih itu kembali mendekati Jongin, mencengkram rambutnya “kau, seharusnya kau menjadi anak yang baik, menuruti perkataan ayahmu untuk menjadi penurusnya dengan demikian semua ini tidak akan terjadi!” ujar namja itu tajam.

“kenapa tidak kau saja yang menjadi penerusnya?” sahut Jongin dingin.

‘bughh’ sebuah pukulan mendarat di ulu hatinnya, membuatnya tersungkur dan terbatuk.

“itu hukuman dariku!” ujarnya tajam dan kembali mencengkram rambut Jongin agar mengadah menatapnya.

“buka matamu!” titahnya. Jongin membuka matanya.

“kau mau tau hukuman apa yang diberikan ayahmu?” tanyanya, tangannya terangkat seolah memerintahkan sesuatu.

Dua orang namja bertubuh besar berjalan mendekat, masing-masing dari mereka menyeret tubuh Sohee dan Luhan dan berhenti tidak jauh di hadapan Jongin.

Jongin mengatupkan rahangnya kuat, menahan amarahnya. Dadanya bergemuruh sakit melihat sosok Sohee yang tidak berdaya di hadapannya. Rambutnya berantakan dan kulit halusnya tampak begitu kotor. Matanya beralih pada Luhan yang tertunduk lemas dan menoleh menatap Sehun yang terdiam, airmatanya mengalir di wajahnya yang sudah babak belur.

“joong.. in..” Sohee memanggilnya lirih.

“Sohee, tenanglah!” sahut Jongin. Walaupun sebenarnya hatinya sakit melihat Sohee yang seperti itu.

“aku takuut!” gumam Sohee.

“mereka tidak menyakitimukan?” tangan Jongin pelan. Dan merasa lega saat Sohee menggeleng.

Namja berpakain rapih itu berjalan mendekati Sohee, mengangkat dagunya dan menggeleng pelan.

“tidak. Kita mulai pada yang satunya!” gumamnya.

Tubuh Sehun menegang, memberontak agar cekalan pada tangannya dilepaskan.

“jangan menyentuhnya!” pekik Sehun.

“begitukah?” sahut namja itu dan mencengkaram rambut Luhan mengadahkan kepalanya.

“ah, kau mengingatkanku pada seseorang!” ucapnya dan mengamati wajah Luhan yang basah Karena airmata.

“seseorang yang mati menyia-nyiakan nyawanya demi seorang, aku bahkan tidak bisa melupakan tarikan nafas terakhirnya” tambahnya dan menatap Sehun dengan tatapan iba yang dibuat-buat. Sehun memejamkan matanya, airmatanya sudah membanjiri wajahnya kenangan dua tahun lalu kembali menyeruak di kepalanya, bagaimana orang yang dicintainya disakiti di depan matanya, bagaimana orang yang dicintainya itu meregang nyawa di hadapannya.

“kumohon jangan!” ucap Sehun serak “jangan menyakitinya!” Jongin bahkan tertegun mendengar nada suara Sehun yang terdengar menyakitkan.

“ckckckck, tuan Oh Sehun yang arogant, kau memohon padaku?” seru namja itu dan mengadahkan pistolnya di pelipis Luhan.

“Oh Jongsuk brengsek!” maki Jongin.

“ah, apa begitu sikapmu pada seorang yang sudah mengasuhmu sejak kecil?” sahutnya dan beralih pada Sohee.

“berani kau menyentuhnya kau mati di tanganku!” ancam Jongin.

Tangan namja itu mengarah ke kepala Sohee yang memejamkan matanya tampak pasrah pada apapun yang terjadi.

“seandainya saja, kau mendengar dan menurut semua perkataan ayahmu, semua ini tidak akan terjadi! Maafkan aku..”

‘doorrr!’ Jongin memejamkan matanya, airmatanya mengalir.

“ck, lagi-lagi kalian berdua ingin menjadi pahlawan tanpa mengajak kami!” suara nyaring seorang yeoja menggema membuat Jongin membuka matanya dan mendapati Sohee masih dalam keadaan hidup dan melihat namja tadi menggenggam tangannya yang mengeluarkan darah.

“maaf, kami terlambat!” ujar namja dengan senyum bak malaikat di wajahnya.

Jongin berbalik mendapati ketiga sekutunya berdiri tidak jauh dari mereka, Baekhyun, Kyungsoo dan Suho.

 

***

 

Sebuah peluru menembus dada namja yang mencengkram tangan Jongin kuat dan membuatnya tumbang ke samping Jongin. Sebuah seringai tersirat di wajah Jongin saat merasakan tangannya bebas. Berjalan tertatih mendekati Sohee yang nyaris pingsan. Menyangga tubuh Sohee yang terlepas dari namja yang mencengkramnya, namja itu tumbang setelah sebuah pisau perak tertancap di mata kanannya.

Jongin menoleh dan mendapati Sehun yang telah mengangkat tubuh Luhan yang pingsan ke tempat yang aman.

“Jongin!” panggil Sohee lirih. Bibirnya bergetar saat memanggilnya airmatanya mengaliri pipinya membentuk alian anak sungai kecil saat Jongin mendekapnya ke dalam pelukannya.

“sebenarnya, apa yang terjadi?”

“maaf, maafkan aku…” gumam Jongin dan mengeratkan pelukannya pada tubuh Sohee.

 

 

***

 

 

Kyungsoo berjalan dengan santai menghampiri seorang namja yang besar tubuhnya tiga kali lebih besar dari dirinya, dengan santainya menyeringai pada namja itu, sebuah pisau perak di keluarkannya dari saku jas semi formal yang dikenakannya, seketika itu juga namja itu tumbang bersimbah darah. Di hadapannya. Matanya kembali menyapu sekitarnya, tiga orang mendekat padanya, kembali hanya seringai mengerikan yang keluar dari bibirnya, tangannya kembali merogoh saku jasnya dan melemparkan dua pisau perak dan mengenai tepat di jantung namja yang medekat padanya, terakhir Kyungsoo tersenyum sinis dan menusuk namja yang tersisa dengan pisau di tangannya Tepat pada dada kiri namja itu.

“ck” Kyungsoo berdecak sinis.

 

***

 

Baekhyun, yeoja itu di kepung lebih dari lima namja, namun dengan gesit, satu persatu namja itu berhasil ditumbangkannya dengan jurus-jurus hipkido yang telah dikuasainya. Namun Baekhyun lengah seorang namja menodongkan pistol ke arahnya.

‘doorrr’

Senyum sinis terkembag di bibirnya saat tubuh namja itu tumbang di hadapannya.

“thank you, channie!” serunya dan kembali menghajar beberapa namja yang lagi-lagi mengepungnya.

“menganggapku lemah, eoh? Mati kau brengseeek!” umpatnya.

 

***

 

Hujan peluru menghujam ada Suho, namun namja itu tetap tenang, kedua matanya dengan sigap mengamati sekitarnya berusaha mencari celah dan kedua tangannya yang memegang pistol menarik pelatuk dengan lincah mengarahkan pistolnya pada musuh yang menghujani peluru kepadanya. Sesekali matanya menyalang menatap sekitarnya, mencoba memebantu keempat sahabatnya jika dalam kesulitan. Walapun ia tau Chanyeol sang penembak jarak jauh itu mengawasi mereka dengan mata elangnya.

 

***

 

“Sohee, dengarkan aku baik-baik, tutup matamu dan juga telingamu! Hitung hingga seratus!” Jongin berbisik di telinga Sohee yang menatapnya sayu.

Sohee menggigit  bibirnya dan perlahan mengangguk, “kau akan kembalikan?” Tanyanya lemah.

“tentu saja!” Jongin menjawab dengan mantap sebelum membungkuk menggapai dua pistol yang tergeletak tidak jauh darinya.

Matanya dengan liar menatap sekelilingnya dan menarik pelatuk pistolnya setelah tau ke mana seharusnya pistol itu ditembakkan. Samar ia mendengar Sohee mulai menghitung.

Matanya tanpa sengaja menatap Sehun yang tengah merangkul Luhan yang tak sadarkan dirinya, hatinya terasa sakit melihat Sehun yang seperti kehilangan akal sehatnya. Ia tahu betul apa yang dirasakan Sehun saat ini, sama persis dengan kejadian dua tahun yang lalu, dirinya juga menyaksikan Hyesoo noona meregang nyawa di hadapannya dan ekspresi tak berdaya Sehun saat ia kehilangan Hyesoo noona yang sangat dicintainya itu. Hatinya sedikit bersyukur, setidaknya Luhan noona tidak berlumuran darah dalam dekapan Sehun saat ini, setidaknya Luhan noona masih bernafas, setidaknya Sehun masih bisa bersamanya. Setidaknya ia masih diberi kesempatan. Kepalanya menoleh menatap Sohee yang masih menunduk dengan kedua tangan menutup telinganya dan bibirnya yang bergetar sembari menggumamkan angka yang dihitungnya.

 

***

 

Semuanya berjalan dengan cepat, belasan dari mereka terbunuh di tangan keenam orang itu, sementara sisanya mungkin melarikan diri.

Baekhyun mengusap pipinya yang sempat terkena pukulan. Suho memutar kedua pistol di tangannya dan menghampiri Kyungsoo yang tengah mengumpulkan pisau peraknya yang berserakan di lantai.

Chanyeol keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan mengampiri  Baekhyun yang tengah menggerutu sembari mengusap pipinya, di pundaknya senapan laras panjang rakitan miliknya  tersemat.

“ada apa?’ Tanya Chanyeol dengan suara beratnya.

Baekhyun menunjuk pipinya sembari meringis.

“tidak apa” sahut Chanyeol dan mengusap pipi Baekhyun dengan sayang.

“mana Jongin dan Sehun?” Tanya Kyungsoo yang entah sejak kapan berada di dekat mereka. Mata keempatnya menyalang menyapu sekitarnya dan tertuju pada Jongin yang tengah menggendong Sohee di punggungnya dengan seringai di wajahnya.

“mana Sehun?” Tanya Suho pada Jongin. Jongin berbalik diikuti yang lain dan mendapati Sehun dengan wajah babak belurnya berjalan dengan membawa Luhan ala bridal-style menghampiri mereka.

“aigoo. Lihatlah tuan Oh Sehun, ada apa dengan wajahmu?” tanya Baekhyun prihatin dan melupakan memar di pipinya. Sehun hanya memutar bola matanya malas. Enggan mengisahkan bagaimana dirinya dihajar oleh keenam namja dengan tubuh raksasa. Hei, dia bisa melawan jika saja mereka tidak curang dengan memeganginya dan menghajarnya tanpa ampun. Wajah tampanku, batinnya.

Keenamnya berjalan meninggalkan gudang tempat pertempuran mereka menuju empat buah mobil mewah terparkir tidak jauh dari gudang. Keenamnya mendongak menatap langit malam yang pekat.

“ini hanyalah awal” gumam Baekhyun. Kelima kepala di sampingnya  menoleh menatapnya dalam diam.

“ya, sama dengan dua tahun yang lalu, ini hanya akan menjadi pembukaan bagi pertempuran sesungguhnya” tambah Kyungsoo dan membuat suasana menjadi sedikit mencekam.

“apapun itu, asalkan aku bisa terbebas dari penderitaan ini, aku akan melakukannyaa!” ucap Jongin lebih pada diri sendiri. Suho yang berjalan di sampingnya menepuk pelan bahunya.

“ya, apapun itu..” Sehun mengulang ucapan Jongin, matanya menatap sayu pada wajah Luhan.

“kris..”

“oh ayolah, dia tdak mengetahui..” ucapan Kyungsoo terpotong saat melihat Kris yang dengan nyamannya menyandarkan tubuhnya pada mobil jeep orange miliknya, menatap keenam orang di depannya dengan mata tajamnya, helaan naafasnya terdengar berat.

Keenam orang itu hanya tersenyum konyol dan menggaruk  tengkuk mereka yang sepertinya tidak gatal.

“kita kembali ke Seoul secepatnya, salah satu dari kalian harus menjelaskan ini padaku!” seru Kris dengan nada dingin yang mampu membekukan keenam orang di hadapannya.

“ne” jawab mereka bersamaan.

 

***

 

Sehun menatap dalam wajah Luhan yang terlelap damai dia atas ranjang rumah sakit. Dari hasil pemeriksan tidak ada satupun luka serius padanya dan itu benar-benar membuatnya lega. Mengeyahkan seluruh rasa sakit pada tubuhnya, dengan sedikit terseok dilangkahkannya kakinya menuju kamar tempat Luhan di rawat yang berjarak hanya tiga kamar dari tempatnya di rawat. Rasa sakit yang dirasakannya tidak akan sebanding dengan perasaan Luhan saat ini, dirinya sudah siap dengan segala resiko yang akan terjadi akhirnya, apakah Luhan akan tetap bersamanya ataukah akan meninggalkannya setelah mengetahui dirinya. Tidak masalah baginya jika Luhan akan meninggalkannya yang terpenting adalah kebahagian Luhan dan orang yang disayanginya.

Sehun menghela nafasnya, matanya beralih menatap infuse yang menggantung tidak jauh dari tubuh Luhan. Tangannya terulur mengusap wajah Luhan yang terlelap. Ingatannya kembali saat tangannya mengusap wajah Hyesoo yang pucat dalam peti matinya, tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya saat itu hanya airmata yang sanggup katakan lebih banyak atas apa yang ia rasakan. Setidaknya saat ini Luhan masih bernafas, walaupun wajah itu sedikit pucat, tapi dada Luhan bergerak naik dan turun menandakan Luhan masih bernafas. Tangannya turun mengusap punggung tangan Luhan dan menggenggamnya erat. Lagi, tidak ada kata yang mampu mewakili perasaannya saat ini, hanya airmata yang membanjiri wajahnya yang mengartikan kebahagian dan rasa terima kasih karena masih mengizinkan Luhan untuk tetap hidup dan tidak meninggalkannya.

Sehun bangkit dari duduknya dan berjalan dengan tertatih menuju pintu tangannya terangkat menjangkau knop pintu.

“mau ke mana?” suara lemah Luhan menghentikan gerakan tangannya. Ia berbalik dan mendapati Luhan yang tengah menatapnya sayu, kakinya kembali berjalan mendekati Luhan.

“noona.. akuu..” Sehun tidak melanjutkan perkataannya dan memilih membanamkan wajahnya pada sisi ranjang Luhan isakannya mulai terdengar, bahunya berguncang hebat.

“maafkan aku noona. Maafkan aku” lirihnya di antara isak tangisnya.

Tangan Luhan terangkat mengusap puncak kepala Sehun.

“kau, siapa kau sebenarnya?” lirih Luhan.

“a.. aku..” Sehun tercekat.

“tapi aku tidak peduli siapapun dirimu, tapi kumohon jangan menyimpannya sendiri, kau harus mengatakan semuanya padaku, apapun itu!” kata Luhan pelan. Matanya berair lalu menetes mengalir melewati pelipisnya menetes pada bantal di bawah kepalanya.

“kau menyayangiku kan?” Tanya Luhan lagi. Sehun mengangguk dalam diam.

“aku akan menunggumu mengatakan semuanya padaku, kenapa aku, siapa kau, apa yang terjadi, aku akan menerima semuanya, Sehun. Aku akan menerimanya” Lirih Luhan. Dan lagi Sehun hanya mengangguk dalam diam. kedua tangannya mengenggam tangan Luhan mencari kekuatan di sana.

“aku menyayangimu noona, aku menyayangimu” gumam Sehun berkali-kali.

“tapi entah mengapa aku merasa kata-kata tidak kau peruntukkan untukku”  gumam Luhan.

Sehun tercekat, sebuah batu terasa mengganjal di tenggorokannya, seolah ada palu yang menghantam ke dadanya. Sosok Hyesoo noonanya kembali terbayang di benaknya. Ya, ia memang belum sepenuhnya terlepas dari bayang-bayang Hyesoo noonanya.

 

***

 

Cahaya matahari siang merembes masuk melalui jendela kecil di salah satu ruangan rumah sakit, di mana seorang yeoja tengah terlelap dengan damai di atas ranjangnya. Suara tv sama terdengar, setangkai bunga matahari dalam gelas kaca terletak di atas meja kecil yang berhadapan langsung dengan jendela tepat di samping ranjang. Sesekali burung gereja hinggap di jendela, mengamati bunga matahari yang bertengger manis di atas meja yang tampak kontras dengan warna putih yang menyelimuti seisi ruangan.

Pintu di sudut ruangan terbuka, seorang wanita berpakaian serba putih dengan sebuah meja beroda masuk dan tersenyum pada sosok yang tertidur di ranjang, seolah tidak ingin membangunkan sang pasien, dengan hati-hati diletakkannya nampan berisi makanan dan segelas air putih di meja kecil di samping ranjang tak lupa juga beberapa bungkus tablet obat. Matanya beralih pada cairan infuse yang tergantung di seberang ranjang, mengamati cairan yang menetes tiap detik dan mengalir melalui selang yang tertancap pada punggung tangan sang pasien. Bibirnya kembali menyunggingkan sebah senyum sebelum kembali mendorong mejanya dan berjalan keluar ruangan. Sedikit terkejut saat mendapati seorang namja yang berdiri menatap kosong pada pintu yang baru saja dibukanya.

“dia sedang tidur, kau bisa masuk!” ucap sang suster dan berlalu meninggalkan namja yang tampak bimbang itu.

 

***

 

Perlahan kakinya melangkah mendekat, matanya tak lantas lepas dari sosok yang terlelap di ranjang. Matanya berkaca-kaca tampak kontras dengan bibirnya yang tersenyum, hatinya  berkali-kali menggumamkan terima kasih untuk tetap membiarkannya hidup.

Tubuhnya sedikit menegang saat sosok yang tengah terlelap itu bergerak dan perlahan mata itu terbuka, menyadari pergerakan di sampingnya sang empunya mata berbalik menatap ke samping dan tersenyum pada sosok yang tengah berdiri beberapa langkah darinya dengan ekspresi yang tampak terkejut.

“hai, Jongin!” sapanya pelan, suaranya serak mengingat sedari kemarin dia sama sekali belum meminum air segelas pun. Dengan sigap-Jongin mendekat dan menyambar gelas di meja dan menyodorkannya di wajah Sohee yang masih Nampak pucat.

Jongin menarik kursi dan duduk di samping ranjang Sohee dan mengamatinya yang sibuk menyusun bantal sebagai sandaran punggungnya.

“mau kubantu?” tawar Jongin dan mendapat gelengan dari Sohee.

Keduanya terdiam, tidak ada satupun yang berani bersuara. Tanpa terkecuali lengan Jongin yang terulur mengusap lengan Sohee dengan lembut. Hanya suara tv yang samar terdengar dan suara patukan pada kaca dari paruh burung gereja yang hinggap di jendela bagian luar.

“Jongin”

“Sohee”

Keduanya bersuara bersamaan, namun kembali hening.

“kau duluan!” Jongin berucap memecah keheningan.

Sohee menggigiti bibir bawahnya yang pucat, tampak ragu sebelum akhirnya tangannya yang bebas terangkat dan mengisyaratkan Jongin agar mendekat padanya.

Tanpa ragu Jongin mencondongkan tubuhnya mendekati Sohee yang dengan sigap melingarkan kedua lengannya pada bahu Jongin, mendekapnya erat.

“sedari tadi aku menunggumu melakukannya, Jongin!” gumam Sohee yang teredam oleh bahu Jongin yang lebar. Jongin hanya mengangguk dalam dekapan Sohee.

“maafkan aku!” lirih Jongin. Takut Sohee mendengar suara yang bergetar akibat menahan tangisnya.

Sohee melepaskan pelukannya, menangkupkan kedua tangannya pada wajah Jongin, menatap dalam pada mata cokelat Jongin.

“maaf untuk apa?” tanyanya pelan. Jongin memejamkan matanya dan menggeleng pelan.

Sohee kembali memeluk Jongin, “aku tidak akan memaksamu mengatakannya, aku memepercayaimu Jongin, aku percaya padamu..” Jongin mengeratkan pelukannya pada tubuh Sohee, bahunya bergetar hebat, tangisnya pecah, namun tanpa mengeluarkan suara, hanya isakan samar yang terdengar di telinga Sohee dan tetes air yang menetes pada bahunya. tidak, sekecil apapun itu ia tidak menyesal Jongin telah masuk ke dalam hidupnya, apapun itu ia akan berusaha mempercayai Jongin, menyayanginya,mencintainya dan selalu ada untuknya seperti yang Jongin lakukan padanya. Ia tau hanya itu yang dibutuhkan Jongin saat ini, ia akan menunggu hingga saat Jongin akan mengatakan semuanya. Tangannya mengusap punggung Jongin lembut, menenangkannya.

“hei, Jongin!”

“hmm..”

Keduanya kini berbaring pada ranjang rumah sakit yang seharusnya hanya diperuntukkan satu orang, tapi Jongin memaksa Sohee untuk bergeser dan ikut berbaring di sampingnya, bantal kepala yang malang itu dilipatnya menjadi dua untuk menyangga kepalanya, sementara Sohee menjadikan lengan Jongin sebagai bantalnya.

“jongiiiinnn!” panggil Sohee lagi dan mendongak. Telunjuknya dengan  santai bermain di wajah Jongin.

“hmmmm!” sahut Jongin dengan gumaman.

“aiiishhh, ya sudahlah!” gerutu Sohee kesal dan menarik tangannya dari wajah Jongin.

Jongin yang memejamkan matanya menikmati sentuhan jari Sohee pada wajahnya membuka kedua matanya dan menunduk menatap Sohee yang masih mendongak menatapnya. Tangannya yang bebas, meraih tangan Sohee mengecup sekilas jemarinya dan kembali meletakkannya di wajahnya, agar Sohee kembali membelainya. Sohee hanya terdiam dengan wajah tersipu merah.

“kau mau mendengar kisahku?” akhirnya Jongin bersuara dengan suara khas miliknya. Sohee menatapnya ragu dan perlahan mengangguk.

“hari itu, langit kota Seoul tampak mendung, hujan akan turun sebentar lagi, seorang berlari mencari tempat berteduh saat hujan mulai turun, saat itu seorang yeoja yang tidak dikenalnya mendekatinya dan menyodorkan payungnya lalu berlari menerobos hujan. Bodoh sekali!” Jongin menghentikan ceritanya saat merasakan cubitan perih pada pinggangnya. “dan kuharap ia tidak melupakannya!” sambungnya. Sohee tersenyum mendengarnya tentu saja ia tidak akan lupa.

“lalu..”

“biar aku yang melanjutkan!” seru Sohee semangat dan mendapat anggukan dari Jongin yang masih mengusap pinggangnya.

“tentu saja yeoja itu tidak lupa, setelahnya, pada pertemuan kedua ia menyadari jika orang ditolongnya adalah seorang yang mendapat gelar ‘pangeran sekolah’. Saat itu, ia baru saja menyelasaikan tugas yang diberikan seorang guru padanya, saat memilih berjalan melewati lapangan basket untuk mempersingkat waktu, matanya menangkap sang pengaran sekolah yang tengah bermain basket seorang diri. Mengindahkan rasa malunya, ia berjalan mendekati sang pangeran sekolah dan menyodorkn botol air padanya, saat itu ia telah siap menghadapi penolakan, tapi tak disangka sang pangeran menerimanya bahkan meminumnya hingga tandas. Lalu..”

“sapu tangan itu, ia masih menyimpannya!” potong Jongin semangat. Sohee terkikik geli.

“dua minggu setelah itu, ia kembali dipertemukan dengannya, namun kali ini sialnya, ia mendapat omelan karena menabraknya dan membuatnya terjatuh, tapi itu tidak sebanding dengan rasa senang saat bertemu kembali dengannya, dan itu, ia percaya bahwa yeoja itu adalah takdirnya” Jongin tidak melanjutkan ucapannya dan merogoh saku celananya mengeluarkan sesuatu dari sana. “dan masih menyimpan ini hingga kini” sambungnya dan menyodorkan benda persegi tipis dengan nama Yoon Sohee tercetak di sana.

Mata Sohee terbelalak “hei, aku mencari itu ke mana-mana! Aku nyaris frustasi karena tanpa itu aku tidak bisa meminjam buku di perpustakaan!” seru Sohee dan berusaha merebut benda itu dari tangan Jongin. Dan Jongin dengan sigap kembali melatakkannya di sakunya.

“kau ingin ini kembali?” Sohee mengangguk.

“cium aku!” pinta Jongin dan mencondongkan wajahnya pada Sohee.

Sohee cemberut “hei, sedari kemarin aku belum mandi!” seru Sohee. “aku bahkan belum sikat gigi!” tambahnya dan tersenyum lebar. Jongin memutar bola matanya kesal.

“simpan saja dengan baik, nanti saja aku mengambilnya!” ujar Sohee. Lagi Jongin memutar bola matanya kesal dan menunduk mengecup bibir Sohee sekilas. Tangannya kembali melingkar pada Sohee memeluknya erat membiarkan tubuh Sohee yang meronta karena sesak.

“Jongin, nanti perawat melihatnya!” ucapan Sohee teredam dada Jongin yang menghimpit wajahnya.

“biar saja!” sahut Jongin malas.

 

***

 

Ketujuh pasang mata focus pada objek yang duduk terdiam di hadapan mereka. Kris, sang pemimpin yang menatap tajam pada mereka tanpa mengatakan apapun. Figure wajahnya yang memang tercipta dingin itu, semakin terlihat dingin saat matanya mengabsen satu persatu orang di hadapannya. Garis wajahnya yang memang tampan, lantas tidak mampu mencairkan ekspresi dinginnya bahkan hanya menambah kesan dingin pada wajah pemilik tubuh tinggi yang  nyaris dua meter itu. Rambut pirangnya yang menyala bagai api juga tidak membuat ekspresi itu sedikit mencair.

“siapkan diri kalian!” ujarnya tajam dan dingin.

Ketujuh orang di hadapannya meneguk ludah mereka kasar. Ketujuhnya baru bisa bernafas lega saat sosok pemimpin mereka itu menghilang dari hadapan mereka.

“aku bahkan menahan nafasku tadi!” cicit Baekhyun memulai pembicaraan di antara ketujuhnya

“apa kau benar-benar tidak tau?” Tanya Kyungsoo pada Tao yang duduk mematung di hadapannya.

Tao menggeleng “tidak, dia tidak memberitahuku!” dan mendapat helaan nafas dari keenam orang di sekitarnya. Sekecil apapun itu biasanya infomasi yang akan disamapaikan Kris akan di ketahui oleh Tao. Tapi kali ini..

“apa maksudnya dengan siapkan diri kalian?” suara bass Chanyeol terdengar.

“siapkan saja diri kita!” sahut Kyungsoo.

“hei, Sehun! Wajahmu sudah tidak apa?” Tanya Suho tulus dan menatap Sehun yang duduk manis di samping Jongin.

“tidak apa hyung, tampan seperti biasa!” sahut Sehun asal dan mengundang tawa dari yang lain.

“bagaimana dengan pacarmu?” Tanya Tao ketus.

“dia baik-baik saja!” sahut Sehun tidak kalah ketus.

“siapkan diri kalian..” gumaman Jongin membuat keenam lainnya menatapnya heran. “bukankah itu artinya akan ada serangan lagi?” tambahnya namun lebih pada kepada dirinya sendiri.

Helaan nafas berat terdengar seiring dengan anggukan keenam kepala di sekitarnya.

 

***

 

Luhan menunggu dengan sabar, matanya menatap sekililingnya, sesekali juga matanya menatap layar ponsel berulang kali membaca pesan Sehun yang memintanya menunggu. Sikap bosan sudah diperlihatkannya beberapa kali pada orang yang melewatinya dengan tatapan kagum. Luhan yang cantik semakin terlihat manis dengan gaun berwarna peach selutut, bahu mulusnya terekspos mengingat tali yang menyangga gaun itu untuk merekat pada tubuhnya sangat tipis. Aksen renda membuat gaunnya terlihat semakin manis, flat shoes berwarna sama dengan gaunnya membungkus kaki mungilnya dengan pas, rambutnya dibiarkan tergerai berkibar terhembus angin.

Genap duapuluh menit Luhan menunggu hingga akhirnya sebuah motor sport berkapasitas 2000 cc berwarna hitam berhenti di hadapannya. Pengendara membuka helmnya dan menampakkan wajah tampan Sehun yang sedang tersenyum padanya dan ditanggapi Luhan dengan wajah cemberutnya yang menurut Sehun sangat menggemaskan.

Sehun menatap Luhan dari ujung kaki hingga ujung rambutnya dan berdecak kesal sebelum akhirnya melepas jaket kulit yang dikenakannya dan menyematkannya pada tubuh Luhan, memasangkan helm padanya dan menuntunnya menaiki motornya.

“kau tidak mengatakan padaku akan menggunakan motor!” seru Luhan yang teredam suara mesin motor Sehun, jika ia tau ia tidak mengenakan gaun manisnya. Namun tidak mendapat respon apapun dari Sehun.

“pegang yang kuat!” seru Sehun sebelum tangannya memutar pedal gas dan tersenyum saat tangan mungil Luhan melingkar pada pinggangnya.

Luhan menatap kosong pada undakan tanah di hadapannya tepatnya pada Sebuah figura dengan gambar seorang yeoja sedang tersenyum. ‘Park Hyesoo’ nama yang tercetak di batu nisan yang sedikit berlumut. Seolah melihat dirinya sendiri dalam cover yang berbeda, ia  berusaha agar tetap terlihat tenang. Semilir angin yang menerbangkan rambutnya dan membuatnya berantakan tidak dihiraukannya. Sehun yang sedari tadi terdiam setelah meletakkan rangkaian bunga lily putih dan krisan tidak juga mengatakan apapun hanya menatap kosong pada pemandangan di hadapannya.

Luhan menoleh menatapnya, menunggunya mengatakan apapun tapi tidak satu katapun yang diucapkannya dan lagi-lagi mereka memilih diam.

“saat itu, Hyesoo noona memintaku untuk tidak pergi” suara Sehun terdengar di antara kesunyian yang dirasakan Luhan dan kembali menoleh menatap Sehun.

“dia.. tewas karena melindungiku. Aku melihatnya meregang nyawa di hadapanku. Aku..” Sehun tidak melanjutkan perkataannya dan memilih menunduk menatap ujung sepatunya.

Seketika itu juga ingatan Luhan kembali pada kejadian beberapa minggu lalu saat dirinya menjadi sandera. Seorang yang yang menyiakan nyawanya demi Sehun. “aku bukan dia!” kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Luhan. Sehun yang menunduk mengangkat kepalanya dan  menatap Luhan sendu, ya tanpa Luhan memberitahunya pun ia tau.

“semua ini harus berakhir, tapi aku.. jika kau memintaku untuk tidak pergi maka aku akan..”

“tidak, aku bukan dia, Sehun” Luhan kembali menegaskan. “aku.. aku akan membiarkanmu pergi karena aku bukan dia” lirih Luhan. Matanya tak lepas pada figure yang tersenyum di hadapannya.

Sehun tertegun, ia sudah siap menerima apapun yang keluar dari mulut luhan, bahkan jika Luhan memintanya untuk tetap tinggal, walaupun itu artinya membuat dirinya mengkhianati Jongin dan temannya yang lain, ia siap. Tapi perkataan Luhan tadi, sangat di luar dugaannya. Ya, Luhan bukan Hyesoo. Luhan dan Hyesoo adalah seorang yang berbeda,  semirip apapun mereka.

“aku akan menunggumu” ucap Luhan dengan suara bergetar dan menoleh menatap Sehun. “aku akan menunggumu hingga kau mengakhiri semuanya!” tambahnya. Tidak lama setelahnya airmatanya sudah mengalir di pipi mulusnya.

Sehun mengulurkan tangannya mengusap airmata Luhan, matanya menatap Luhan sendu. Ia mencintai Hyesoo, tapi masa itu telah lewat. Sekeras apapun ia mempertahankan perasaannya akan percuma, hanya rasa sakit yang akan di dapatnya dan juga penyesalan tiada akhir itu, ia tidak ingin merasakannya lagi, ia tidak ingin kembali kehilangan. Sekarang, ia mencintai yeoja yang berdiri di sampingnya itu dan iya sudah yakin akan hal itu.

“kau tau alasanku membawamu kemari?” Tanya Sehun pelan. Luhan tidak menjawab hanya memilih menatap Sehun.

“aku hanya ingin meyakinkan diriku bahwa aku mencintaimu, aku mencintai Luhan noona! Dan ya, benar aku mencintai Hyesoo noona, tapi itu sudah lewat. Aku sudah merelakannya sedari dulu, hanya saja aku hanya memerlukan seorang yang mampu meyakinkanku..” Sehun berhenti saat Luhan memeluknya erat.

“aku tidak bisa meyakinkanmu, Sehun. Hanya kau yang bisa melakukannya sendiri, dengan cara kau harus yakin dan memeprcayaiku bahwa aku juga mencintaimu..” bisik Luhan di telinga Sehun.

Perlahan Sehun mengangguk, tangan kekarnya melingkar di pundak Luhan, memeluk tubuh mungil Luhan dengan erat. Seolah ia bisa melihat Hyesoo noonanya tersenyum. Kau lihat noona? Aku bisa bahagia tanpamu, Sehun membatin dan menggumamkan kata ‘aku menyayangimu’ di telinga Luhan berkali-kali. Namun kali ini dia yakin bahwa perasaannya memang tertuju pada Luhan bukan lagi padanya, bukan lagi pada Hyesoo noonanya yang telah tiada.

 

 

***

 

Cahaya jingga dari matahari yang terpantul dari gedung-gedung pencakar langit di tengah kota Seoul terbias melalui kaca di hadapan seorang yeoja bertubuh mungil yang menatap kosong pada jalanan kota Seoul yang dipadati kendaran roda empat. Baekhyun-yeoja itu- dengan kilatan mata yang seolah menampakkan ketertarikan akan jalanan di bawah sana, jejeran mobil yang terlihat seperti mainan itu seolah begitu menarik perhatiannya. Tapi tidak, pikiran melayang jauh entah berada di mana. Tersentak, saat dua lengan kokoh melingkar pada pinggangnya dan kepala yang disandarakan di bahunya serta dua pasang mata yang ikut mengamati arah pandangannya.

“yeol” gumam Baekhyun. Tangannya mengusap lembut lengan yang melingkar pada pinggangnya itu.

“apa yang kau pikirkan?” suara berat Chanyeol mengalun di telinganya. Baekhyun hanya menggeleng.

“jangan bohong!” timpal Chanyeol.

Baekhyun menghela mafasnya “entahlah, aku hanya.. perasaanku hanya sedikit tidak, nyaman..”

Chanyeol menyeringai sebelum membalikkan tubuh mungil Baekhyun menghadapnya. “tenang saja, bukankah akan ada aku yang selalu melindungimu…” ujarnya lembut sembari mengulurkan tangannya menyingkirkan beberapa helai anak rambut Baekhyun yang menutupi wajahnya.

“aku tau!” gumam Baekhyun, tangannya sudah melingkar pinggang Chanyeol, membenamkan wajahnya pada dada bidang Chanyeol.

“Baekhyun-ahh” suara berat Chanyeol kembali terdengar dan membuat Baekhyun mengadahkan wajahnya pada Chanyeol yang sedikit menunduk. Sorot matanya terlihat bimbang tapi hanya sesaat. Dilepasnya pelukan Baekhyun lalu mengambil langkah mundur.

Baekyun terbelalak melihat Chanyeol belutut di hadapannya, di tangannya terdapat kotak kecil berwarna biru tua dengan aksen pita kecil di atasnya.

“aku tau ini terlalu cepat, tapi, kumohon, menikahlah denganku setelah semua ini berakhir. Aku akan selalu bersamamu, menjagamu, membuatmu selalu bahagia karena aku yakin hanya aku yang bisa melakukannya..” ucapan Chanyeol terpotong saat tangan mungil Baekhyun kembali memeluknya.

“bodoh! Tentu saja aku mau!” pekik Baekhyun dan melepaskan pelukannya menatap Chanyeol yang tampak salah tingkah. Tangannya terulur di hadapan wajah Chanyeol.

“cepat pasangkan” serunya semangat.

“apa?” Chanyeol terlihat bingung menatap tangan Baekhyun yang terulur di hadapannya.

“cincin itu, cepat pasangkan di jariku!” Baekhyun kesal.

“cincin?” ulang Chanyeol ragu.

“iya, cincin itu” sahut Baekhyun tidak sabar dan menunjuk pada kotak biru di tangan Chanyeol.

“ah” Chanyeol tersadar dan membuka kotak di tangannya. “sebenarnya ini bukan cincin, tapi…” tangan Chanyeol mengeluarkan sebuah kalung perak berbandul alphabet C dan B.

“kau menyebalkan” rungut Baekhyun.

“ahahaha” tawa derp Chanyeol membahana “cincinnya akan menyusul, baby!” tambahnya,sebelum bibir hangatnya menjangkau bibir Baekhyun, menciumnya pelan dan lembut serta penuh perasaan.

 

***

 

Seorang namja dengan wajah lesu dan berdiri menatap kosong pada pintu berdinding kayu dengan ukirannya yang telihat rumit. Tangannya memegang satu pot bunga berwarna keunguan. Cyclamen. Yang berarti ‘selamat tinggal’. Tangannya yang bebas terangkat menyentuh dadanya yang sakit entah mengapa. Wajah  yang selalu bercahaya dengan senyum bak malaikat yang dimilikinya kehilangan cahayanya, berganti dengan senyum getir yang sarat akan kesakitan. Ia tau tindakannya ini sangat.. katakanlah ia pengecut, tapi menurutnya itu lebih baik jika harus merasakan sakit atas sebuah penolakan. Tubuhnya membungkuk meletakkan pot bunga itu dan berlalu pergi tanpa menoleh sama sekali.

 

 

***

 

“Jongin, kumohon! Jangan!” lirih Sohee.

Jongin menggeleng “maaf Sohee, aku harus pergi, aku harus mengakhiri semua ini, aku..” ucapannya terhenti tatkala kedua lengan mungil Sohee memeluknya erat.

“aku berjanji, aku akan kembali” Jongin melanjutkan perkataannya yang sempat terputus.

“aku tidak ingin kau berjanji, aku ingin kau tetap di sini, jangan pergi!” gumam Sohee di antara isak tangisnya, kedua tangannya semakin erat memeluk Jongin.

Jongin terdiam.

“Sohee..” Jongin mencengkram bahu Sohee menatap wajahnya, tangannya terulur mengusap airmata yang membasahi pipinya. “dengarkan ini baik-baik, aku akan kembali! Aku berjanji. Mimpimu, impianmu, aku akan mewujudkannya kelak..”

 

Ia tersentak dari tidurnya, saat matanya terbuka lalu kembali tertutup akibat silau dari cahaya matahari yang menerobos masuk melalui pintu kaca balkon kamarnya. Mimpi itu. Mimpi yang sama dalam setiap malam di tidurnya. Mimpi yang yang selalu dirutukinya karena membuatnya menangis di pagi hari. Mimpi yang membuat bantalnya basah oleh deraian airmata saat tertidur.  Mimpi yang..

Ditekuknya kedua kakinya di depan dada, tangan mungilnya memeluk lututnya membenamkan wajahnya pada cerukan yang tercipta di antara kedua lutut yang terlipat. Bahunya berguncang, hingga akhirnya isakan halus mulai terdengar. Suasana pagi hari yang tak asing lagi baginya-mendapati dirinya hampir setiap pagi menangis- isakan tangisnya yang saling beradu dengan detik jam analog yang terletak di meja kecil di samping ranjangnya. Ia sadar waktu terus berjalan, semakin meninggalkan dirinya yang terpuruk. Ia tau waktu terus berjalan, tapi dunianya telah berhenti pada saat itu. Ia mengerti waktu terus berjalan, tapi tidak seharusnya dirinya terus meratapi nasibnya yang semakin tertinggal jauh oleh sang waktu. Tekad yang telah tercipta hanya tinggal memantapkannya saja. Berusaha menjadikan kenangan yang telah tercipta menjadi kekuatannya dan membawa kebahagian baginya.

Kim Jongin. Nama itu. Sosok itu. Kenangan itu. Akan selalu berada di hatinya.

 

 

***

 

 

 Ga kerasa sisa satu chapter lagi yahh.. maaf kali adegan actionnya kurang bangeeet.. hehehehe thx for read this gaje story. xoxo

 

 

 

17 pemikiran pada “Will of The Heart (Chapter 3)

  1. Kenapa gue rasa Author itu selalu bikin gua kepo bettt gue seneng ff ini happy ending ye thor jan ada dead chara,tar gue mwek kalo ada, gue suka gaya lo thor

  2. aku kurang ngerti dengan akhir part ini yg pas bagian sohee mimpi tentang jongin yg pergi…jadi penasaran….apa semua nanti baik2 aja??

  3. mimpinya Sohee itu pas dia udah ditinggal Jonginkan ?? emang Jongin udah prg brp lama ?? knp dia udah sering ngalamin suasana dipagi hari setelah bangun ??bakalan ada pertempuran lg, kira2 bagaimana akhir dr pertempuran itu ?? apa akan ada akhir yg bahagia ??

    aku tunggu end dr FF ini

Tinggalkan komentar