NYX

Author : Mrs.Byun

Genre : Romance
Rating : Teen
Tipe : One Shoot
Main Cast :

-Byun Baekhyun

-Tiffany Hwang

-Jung Yoogeun

Other cast:

-Kim Jongin (Kai)

-Oh Sehun

-Park Chanyeol

-Kim Taeyeon

-Kim Seohyun

-Lee Sunkyu

NYX

What have I got to do to make you love me
What have I got to do to make you care
What do I do when lightning strikes me
And I wake to find that you’re not there

-Byun Baekhyun-

                Baekhyun POV

Seandainya saja aku 3 tahun lebih tua dari umurku yang sekarang, mungkin aku akan mengenalnya. Aku akan masuk universitas yang sama dengannya dan bagaimanapun caranya aku akan berusaha untuk satu kelas dengannya. Sekalipun tidak sekelas dengannya, aku akan lebih berani berkenalan dengannya karena kami mempunyai umur yang sama.  Setidaknya aku bisa lebih percaya diri. Ah, kenapa harus dia yang kusukai.

Cantik? Ya. Sangat cantik. Tapi setelah kupikir-pikir, banyak teman-teman sekelasku yang cantik, sexy, cute, baik, semua ada. Yang utama, mereka bukan noona. Tapi entahlah, noona yang satu ini membuat otakku terpelintir karena kebingungan memikirkan apa yang menarik darinya sehingga aku mencap dirinya sebagai wanita tercantik yang pernah kutemui, selain ibuku sendiri tentunya.

Cklek!

Pintu rumahnya tiba-tiba saja terbuka. Aku sangat kaget dan memundurkan langkahku ke belakang. Tubuhku berusaha bersembunyi dibalik pohon. Seorang pria separuh baya keluar dari rumah mungil itu. Dia membawa koper ukuran sedang dan ia berjalan cukup cepat.

“Appa!” Aku semakin ketakutan sendiri ketika mendengar suara seorang wanita yang berteriak dari dalam rumah. Lama kelamaan aku tidak berani melihat diam-diam suasana buruk ini. “Appa!” Wanita itu muncul keluar mengejar pria separuh baya itu. Pria itu tidak menoleh sama sekali dan dia terus berjalan. Kulihat wanita itu menangis dan berhenti di tengah jalan. Kakiku ingin sekali melangkah ke arahnya, tapi itu tidak mungkin kulakukan.

Semakin lama, semakin jelas terdengar suara tangisan anak kecil dari dalam rumah. Wanita itu terlihat semakin kebingungan dan dia pun berlari kembali ke dalam rumah.

 

***

                “Kau yakin dia akan datang?” Tanyaku untuk memastikan.

“Rasanya tidak mungkin kalau dia tidak akan datang.” Ujar Sehun.

“Kau akan menjamin kalau aku akan bertemu dengannya?” Tanyaku lagi.

“Tidak usah kemari  kalau hyung terus tidak percaya padaku.” Ujar Sehun. Aku pun diam dan berpikir.

“Hyung, berpikirlah sedikit. Ini itu pestanya Seohyun noona. Tidak mungkin dia tidak datang.” Ujar Kai yang suaranya tiba-tiba saja muncul di telingaku. Dia merebut handphone Sehun. “Lima belas menit lagi pestanya dimulai. Jangan sampai kau terlambat dan datang saat pesta sudah selesai. Kau bisa kan hyung, tidak mengulang kesalahan tahun lalu? Kau tidak akan rugi setelah bertemu dengannya!”

“Namanya benar Tiffany, kan?”

“Ahh, hyung! Siapapun namanya, yang penting kau sudah melihat fotonya, kan?! Sudahlah, datang saja, ya!”

PIP!

Kai malah memutuskan telponnya. Aku pun menghembuskan nafas pajang sambil melihat diriku dari bawah. Sebenarnya aku sudah siap untuk pergi. Jujur saja aku tidak yakin dia akan datang.

Tahun lalu, saat Seohyun noona yang tidak lain adalah kakaknya Kai mengadakan pesta, aku terlambat datang. Seohyun noona selalu mengadakan pesta tahunan dan aku belum pernah sekalipun tau keadaan pesta yang dia adakan itu seperti apa. Tahun lalu terdapat kehebohan dari mulut Kai dan Sehun yang bertemu wanita cantik di sana. Selang beberapa hari, aku bertemu wanita cantik bernama Tiffany yang selalu membuat suara bising di rumahnya karena pertengkarannya dengan ayahnya. Dan beberapa hari kemudian, Chanyeol datang membawa foto yang ia dapat saat pesta Seohyun noona berlangsung. Tidak cukup jelas, tetapi cukup mirip dengan Tiffany yang kutahu. Ternyata Kai bilang namanya memang Tiffany.

Sekarang aku sangat tau apa yang sedang dialami Tiffany. Situasi keluarganya yang membuatku tidak yakin kalau dia akan datang ke pesta itu tahun ini. Tapi sudahlah, kemungkinan apapun bisa saja terjadi.

 

***

                Kulihat suasana rumah Kai sudah sangat ramai. Entahlah pesta ini dalam rangka apa, tapi Seohyun noona katanya selalu mengadakan pesta seperti ini tiap tahunnya padahal hari ini bukan hari ulangtahunnya. Kepalaku celingak-celingukkan mencari Kai, Sehun dan Chanyeol. Meskipun aku adalah tamu yang diundang karena aku adalah teman Kai, tapi aku tetap merasa canggung di antara orang-orang yang tidak kukenal dan rata-rata mereka adalah sunbae di kampusku. Hah, Kai…, siapapun di antara mereka bertiga…, cepatlah muncul.

Aku pun mengeluarkan handphoneku untuk sekedar basa-basi. Aku pun mencari kontak Kai dan masih berlanjut celingak-celingukkan mencarinya.

“Ah!”

Ya, ampun! Aku tidak sengaja menabrak seseorang di belakangku. Aku pun menoleh ke belakang dan ternyata wanita cantik yang kutabrak. Setidaknya bukan pria sangar.

“Ah, noona!” Tiba-tiba saja suara Kai muncul dan kulihat 3 bocah tengil yang kucari sedari tadi muncul di hadapanku. “Noona, kau tidak apa-apa?” Tanya Kai pada noona yang kutabrak itu.

“Ehe, tidak apa-apa.” Jawab noona itu.

“Maafkan teman kami, noona.” Ujar Sehun dan Chanyeol. Mataku mengernyit. Mereka sangat suka mencari perhatian.

“Gwaenchana.” Ujar noona itu yang tersenyum manis dan pergi. Aku melirik teman-temanku itu satu per satu.

“Bukan dia yang kalian sebut Tiffany, kan?” Tanyaku dengan ibu jariku yang menunjuk ke arahnya yang jauh dibelakangku.

“Dia Taeyeon noona. Salah satu sahabatnya Tiffany.” Ujar Kai. “Hyung, seharusnya tahun lalu kau tidak terlambat. Sekarang kau tidak tau apa-apa. Kau begitu penasaran dengannya. Bukankah kau sudah melihat fotonya? Masa iya kau tidak bisa mengenalnya? Wajahnya dengan Taeyeon noona jauh sekali!”

“Ehe, aku hanya sedikit tidak yakin.” Kataku. Ya, aku sangat tidak yakin. AKu tidak yakin karena Tiffany yang selalu kulihat dari kejauhan itu dan juga Tiffany yang diceritakan mereka bertiga itu sangat berbeda jauh. Aku tidak pernah melihat Tiffany yang katanya glamour.

“Kai, apa kau yakin dia akan datang lagi? Apa dia benar sahabat dekat kakakmu?” Tanya Chanyeol.

“Dia sahabat kakakku saat dia masih SMA. Dan…, kuyakin dia akan datang. Dia tidak pernah meninggalkan acara seperti ini.” Jelas Kai.

“Hm, begitu ya…. Mm, perutku sedang buruk. Bagaimana kalau kau menghubungiku kalau dia datang saja?”

“Apa? Kau kemari hanya untuk bertemu dengannya?! Apa harus sebegitunya?” Kai mulai protes padaku. Tapi memang itu tujuanku kemari ._.v

“Tidak perlu. Dia sudah datang.” Ujar Sehun tiba-tiba. Kepalaku langsung memutar ke belakang.

Tidak ada rambut tak berarturan, tidak ada pakaian casual, tidak ada wajah sendu, tidak ada tangisan di pipinya, yang ada hanyalah wanita cantik dengan senyum khas dan puppy eyes dan berbusana dress hitam-pink. Bahkan aku hampir tidak mengenalnya. Jujur saja, aku baru melihat seorang wanita bisa cantik ketika rambutnya diikat dua. Kukira hanya anak kecil yang bisa cantik jika rambutnya diikat seperti itu.

“Bisakah aku pulang?” Kataku tiba-tiba membalikkan badan dan siap pergi, tapi Kai menahanku.

“Hyung? Apa-apaan kau ini? Dia baru saja datang, kenapa kau langsung pulang? Apa tidak sesuai dengan apa yang kau pikirkan?” Ujar Kai.

“Yak~ Apa kau tidak lihat, dia cantik sekali?” Ujar Chanyeol.

Entahlah, tapi rasanya aku ingin pulang. Tiba-tiba saja aku tidak bisa tenang. Aku takut jika ia melihat ke arahku. Aku tau dia tidak mengenalku, tapi entah mengapa aku takut sekali.

“Mau kukenalkan padanya? Aku bisa meminta bantuan kakakku.” Tawar Kai.

“Tidak, terima kasih. Sehuna~ kau temani aku duduk di sana saja.”

“Tidak mau.” Jawab Sehun cepat. Mataku langsung beralih menatap Chanyeol. Dengan cepat mata Chanyeol langsung sibuk dengan kamera yang dipegangnya. Jika aku meminta Kai…,

“Aku akan pergi menghampiri kakakku.” Ujar Kai. Mereka semua menyebalkan. Aku pun pergi ke sofa pojok sendirian. Yang lainnya mengikuti Kai. “Hyung! Jangan pulang sebelum jam 12 malam!” Teriaknya. Aku tidak mendengar. Aku terus melangkahkan langskahku menuju sofa dan duduk santai, menunggu sampai pukul 12.

Mataku melirik kesana-kemari melihat orang-orang yang melewatiku. Rata-rata wanita-wanita yang tertawa cekikikkan tidak jelas. Dasar wanita. Seketika aku teringat kembali dengan Tiffany. Mataku menemukannya di sudut yang cukup jauh denganku. Dia sedang bersama Seohyun noona, Taeyeon noona, dan pastinya anak-anak tengil itu pun ada di sana. Kuperhatikan Tiffany, dia benar-benar berbeda. Terlintas di pikiranku, bagaimana bisa ia datang kemari? Bagaimana dengan adik kecilnya itu?

Pikiranku buyar seketika melihat Tiffany tertawa di kejauhan sana. Mungkinkah aku mengetahui orang yang berbeda? Kurasa dia mempunyai dua kepribadian.

 

***

                “Angle-nya parah. Baekhyunah~, bagaimana menurutmu?” Tanya Chanyeol sambil menyodorkan kameranya padaku. Mataku tak tertarik sedikit pun untuk melihat hasil potretannya malam ini. Dia memotret hampir semua wanita di tempat ini.

“Simpan foto Tiffany untukku. Aku ke luar sebentar.” Ucapku yang langsung pergi tanpa melihat pada Chanyeol sedikit pun. Aku hanya menepuk lengannya dan pergi. Ya, aku melihat Tiffany pergi ke luar dengan wajah gelisahnya dan aku hanya ingin mengikutinya.

Tiffany berhenti di balik pohon dan aku diam di balik dinding. Tiffany melirik ke kanan-ke kiri sambil mengeluarkan handphone-nya. Ya, dia menyembunyikan sesuatu sepertinya. Kulihat ia menggunakan ponselnya. Dia menelpon seseorang.

“Sunkyu? Maaf aku tidak mengangkat telfonmu. Apa ada sesuatu padanya?” Ujar Tiffany. Aku dapat mendengar jelas ucapannya karna posisinya sebenarnya sangat dekat denganku. “Dia menangis selama 2 jam? Apa kau sudah memberinya susu atau apapun yang dia mau?…… Ah, maafkan aku. Aku akan segera ke rumahmu!”

Dan mati aku! Tiffany membalikkan badannya dan berjalan cepat ke tempat aku bersembunyi. Kupikir dia tidak akan berbalik ke belakang. Sekarang apa yang harus kulakukan? Dia tepat ada di depanku dan ini pertama kalinya aku melihatnya sedekat ini. Kali ini aku sangat tidak bisa tenang.

“M…mmaaf.” Ucapku kaku. Kuyakin dia akan beranggapan buruk padaku karena aku mendengar pembicaraannya.

“Ngg, untuk apa?” Eh? Aku sangat heran ketika ia bertanya mengapa dengan ekspresi heran dan sedikit tertawa konyol karena ekspresi bodohku, mungkin. “Ah, ng, kau teman Seohyun? Ehe, rasanya aku tidak pernah lihat, maaf.”

“Ehe, ya memang baru tahun ini aku bisa datang. Tahun kemarin aku kesiangan…?” Jawabku ragu. “Oh, ya, kau…..”

 

Tiffany POV

 

“Tiffany,” Kataku mengulurkan tanganku. Tapi orang itu terlihat kebingungan. Butuh beberapa detik, baru dia menyambut tanganku.

“Byun Baekhyun.” Ucapnya sedikit kikuk. Ada apa dengannya?

“Baiklah Baekhyun-ssi, senang berkenalan denganmu. Aku harus pergi. Annyeong!” Sapaku dan langsung pergi. Aku harus cepat menjemput Yoogeun karena aku tau bagaimana kalau dia sudah mengamuk.

“Sssebentar!”

“Ne?” Baekhyun menyusulku dan aku tidak bisa berhenti melangkah. Aku tetap berjalan menuju rumah Sunkyu karena aku terburu-buru.

“Ng, apa ada masalah dengan adikmu?”

“Adik?!” Aku terkejut ketika ia bertanya seperti itu. Tapi aku tidak mau menghentikan langkahku.

“Maaf! Aku tidak bermaksud mendengar percakapanmu di telfon.” Adik? Apa aku menyebutkan adik? Bagaimana bisa ia berpikir ada masalah dengan adikku? “Kalau kau terburu-buru, aku bisa mengantarmu.”

“Tidak perlu.”

“T..tapi….,”

“Baekhyun-ssi. Bisakah kau pergi saja? Maaf, tapi kau memperlambat langkahku.” Kataku pada akhirnya.

“M..maaf.” Akhirnya dia berhenti mengikutiku.

 

***

                Baekhyun POV

 

 

Telapak tanganku rasanya sedikit aneh. Aku pun menepuk-nepuk pelan telapak tanganku. Kemarin itu aku benar-benar berhasil berkenalan dengan Tiffany. Dan…, apa yang harus kulakukan selanjutnya? Seperti mimpi. Selama hampir 1 tahun aku hanya memperhatikannya di dekat rumahnya dan kemarin malam aku bahkan berbicara padanya. Oh ya, bagaimana dengan Kai dan yang lainnya semalam? Ketika sampai di kampus, mereka pasti menceramahiku karna pulang tanpa pamit dan aku harus mendengarkan kisah-kisah yang mereka temukan semalam, seeeeharian.

Drrrrt….,

Handphoneku bergetar dan ternyata Sehun. Dia tau benar kalau aku sedang memikirkannya. Aku pun mengangkat telfonnya.

“Yeoboseyo?” Sahutku.

“Baekhyun ah!” Teriak dari sebrang. Kaget sekali. Ternyata bukan Sehun, melainkan Chanyeol dengan suara besarnya.

“Neeee? Berhentilah berteriak padaku.”

“A~ maaf. Kau ke kampus hari ini? Aku mencetak foto untukmu. Cepatlah datang~”

“Sudah kubilang jangan diberikan!” Suara Kai terdengar olehku.

“Hyung! Kenapa kau semalam pulang begitu saja?!” Dan maknae di antara kami pun sepertinya sudah merebut handphone dari tangan Chanyeol. Mereka berisik sekali setiap menelfonku.

“Hmm, maafkan aku. Aku ada perlu mendadak.”

“Sejak kapan kau sibuk punya urusan malam seperti itu, hyung? Hyung, kau akan kemari, kan? Kami punya info!”

“Ne, aku sedang di jalan.”

“Cepat datang hyung, kalau tidak, tidak akan kuberikan foto Tiffany!” Sambar Kai. Aku diam sejenak memandangi apa yang kulihat.

“Sepertinya aku tidak memerlukannya lagi.” Ucapku pelan.

“……? Ng…..,”

“Ah, annyeong.” Kataku yang langsung mematikan ponsel. Sejak kapan kakiku melangkah kemari dan mendapati Tiffany yang baru saja keluar dari rumahnya bersama adik kecilnya. Dia seperti ingat-ingat lupa padaku.

“Hei!” Sapanya dan dia berjalan mendekat ke arahku sambil menuntun adiknya. “Maaf, aku lupa namamu. Ng…, hyun….,”

“Baekhyun,” Kataku memperbaiki.

“A~ Baekhyun-ssi. Kebetulan sekali bertemu lagi. Rumahmu di dekat sini?”

“Ehe, tidak juga.”

“….?”

“Ngg, kebetulan saja lewat sini. Jadi…, kau tinggal di sini?”

“Begitulah.” Dia tersenyum. Cantik sekali. “Aku harus pergi ke mini market. Senang bertemu denganmu lagi.”

“Mini market? Kebetulan sekali aku mau ke sana!”

Mulutku mulai kacau. Dan sekarang aku mengikutinya kemanapun dia pergi.

“Dia adikmu?” Tanyaku sambil berjalan di samping anak itu. Anak itu memandangku. Lucu sekali.

“Ehe, begitulah.”

 

***

                Tiffany POV

 

“A! A~ am~”

Aku tidak mengerti dengan orang yang tiba-tiba muncul ini. Dia menemani Yoogeun bermain dan sekarang dia menyuapi Yoogeun ice cream kesukaannya. Untuk apa? Ada perlu apa? Apa dia tidak punya urusan lain sehingga membuang waktu dengan bermain bersama Yoogeun yang baru saja ia kenal? Yoogeun ah~ bisa-bisanya kau cepat akrab dengan orang ini. Kuharap kau bisa seakrab ini jika dengan orang lain dan aku tidak perlu kerepotan lagi jika menitipkanmu pada orang lain.

“Baekhyun-ssi, memangnya kau sedang tidak sibuk?” Tanyaku.

“Ngg, tidak. Kenapa memangnya?”

“Tidak apa-apa, hanya saja…, apa tidak merepotkanmu? Yoogeun ah, kau bermain bersama kakak saja, ya?”

“Ngg?” Yoogeun tidak meresponku. Dia menatapku sambil tangannya menggenggam jaket Baekhyun.

“Sudahlah, tidak apa-apa. Aku senang bermain dengan Yoogeun.” Katanya sambil bermain dengan tubuh mungil Yoogeun. Yoogeun memukul wajahnya. Aku hanya bisa tertawa. Sejujurnya, dia membuatku sedikit merasa canggung sekarang.

“Ehe, maaf merepotkanmu, Baekhyun-ssi.”

“Kurasa sekarang kau tidak perlu memanggilku dengan sebutan formal.”

“Hm? Baiklah…., Baekhyun?”

“Ne! Itu terdengar lebih baik.”

“Memangnya berapa umurmu?”

“Umur? Ah, ng, aku lahir tahun 89. Mmmm, 24 tahun?”

“Mwo? Kita punya umur yang sama.”

“Ahaha, oh ya?”

Awet muda sekali, ya. Kukira dia anak SMA. Bahkan aku sedikit aneh ketika dia tidak memanggilku ‘noona’.

“Permisi?” Hm? Seseorang tiba-tiba saja datang menghampiriku. Seseorang yang kukenal.

 

Baekhyun POV

 

“Nona Tiffany?”

Tiba-tiba saja datang seorang pria yang mungkin umurnya sekitar 40 tahunan. Entahlah dia siapa, tapi dia mengenal Tiffany?

“Dokter?” Ucap Tiffany.

“Ah, ternyata benar kau. Sudah lama tidak bertemu.” Tiffany pun langsung bangkit dari duduknya dan menjabat tangan pria yang ia sebut ‘dokter’ itu. Dokter apa? Apa dia pernah sakit? Atau tetangga lamanya? Atau…., siapa?

“Ya, sudah lama tidak bertemu. Apa kabarmu, dok? Kau tidak bertugas?”

“Baru saja pulang. Istriku sedang hamil, jadi harus cepat pulang.”

Dokter itu tertawa, begitu pula dengan Tiffany. Aku tidak mengerti hubungan mereka ini apa. Dan bisakah ia cepat pergi? Maaf, tapi dia menguras waktu berhargaku.

“Oh!” Dokter itu melirik Yoogeun yang sedang bersandar padaku. Ya~ Dia akan memuji betapa lucunya Yoogeun dan akan semakin lama berada di sini. “Jadi ini anakmu itu?”

Seketika semuanya terasa hening. Mataku kaku melihat dokter itu dengan wajah tanpa dosanya. Ya, dokter itu tidak sedang bercanda. Kulihat Tiffany, dia terlihat sedikit…, aneh.

“Waaah, dia sudah besar, ya.” Dokter itu pun berlutut di depan Yoogeun dan menepuk lengannya. “Aku sangat hafal dengan matanya. Sama seperti saat ia baru saja lahir. Bahkan matanya terlihat sangat besar sekarang. Tampan sekali.”

“…..” Tiffany hanya bisa tersenyum kikuk. Dia tidak berkata apa-apa.

“Baiklah, aku harus segera pergi.”

“Ah, baiklah.” Ujar Tiffany yang akhirnya bicara. Aku pun tau kalau ia ingin dokter itu segera pergi.

“Permisi,” Ujar dokter itu yang membungkuk salam pada Tiffany dan padaku juga. Aku hanya bisa membalasnya dan dokter itu pun akhirnya pergi. Sekarang, apakah aku harus bertanya?

“Yoogeun ah, bukankah sekarang sudah waktunya kau pergi ke rumah Kak Sunkyu?” Ujar Tiffany yang langsung menarik Yoogeun dariku.

“Kau masih menyebut dirimu kakak di hadapannya?” Ujarku yang menahan Yoogeun. Aku tidak berniat bicara seperti itu, tapi aku mengatakan hal itu begitu saja.

“Tidak bisakah kau tidak membicarakan hal ini di depannya?!”

Ya, dia marah. Aku terlalu berani untuk mendekatinya. Entah apa yang harus kuperbuat setelah aku mengetahui semuanya. Jujur saja aku kecewa. Sangat amat kecewa.

 

***

“Kau tidak sedang sibuk, kan?” Tanya Tiffany pada sahabatnya yang bernama Sunkyu itu. Sunkyu terlihat heran melihatku di belakang Tiffany. Ya, mungkin dia baru pernah melihatku bersama sabatnya itu.

“Huh? Tentu.” Ujar Sunkyu kikuk.

“Kau sibuk?”

“Ah, maksudku, tentu aku tidak sibuk. Kau bisa menitipkan Yoogeun kapanpun, selagi aku belum mendapatkan pekerjaan. Kau jaga pagi kali ini?”

“Hanya untuk beberapa hari. Baiklah, aku pergi dulu.” Tiffany menepuk pelan kepala Yoogeun dan meninggalkannya pada Sunkyu. Yoogeun tidak menangis. Sepertinya sudah terbiasa. Tiffany pergi melewatiku begitu saja, padahal aku pergi bersamanya.

“Semoga kerjamu menyenangkan!” Ujar Sunkyu, lalu dia melirikku yang seperti orang bodoh.

“A-annyeonghaseyo,” Ucapku, lalu pergi mengejar Tiffany.

“Tidak bisakah kau tidak mengikutiku?” Ujar Tiffany tiba-tiba. Sikapnya berubah 100%. Dia yang ramah, sudah tidak ada. Dia kembali menjadi Tiffany yang selalu kulihat secara diam-diam. Dingin sekali.

“Kau bekerja?” Tanyaku.

“Ya. Dan jangan ikuti aku sampai tempat kerjaku.”

Tidak ada yang bisa menghentikan langkahku untuk mengikutinya. Aku mengikutinya sampai ia masuk ke dalam sebuah café kecil dan seorang pelayan pria menyapanya. Tiffany balik menyapanya riang, seperti Tiffany si riang. Pelayan itu melepas celemeknya dan memberikannya pada Tiffany. Dia bekerja di sini? Aku mencermatinya hampir setahun, tapi aku tidak pernah tau. Setelah pelayan itu pergi, dia kembali menjadi Tiffany yang dingin dan murung. Dia menjaga cafe kecil ini sendirian? Ah tidak, seorang wanita keluar dari pintu belakang dan membersihkan meja. Kulihat hanya 2 orang.

“Kau bisa pergi sekarang.” Ucap Tiffany yang mengagetkanku. “Kubilang, kau bisa pergi sekarang.”

“A-aku mau beli coffee. Kau tidak melayaniku?”

Tiffany menatapku kesal dan menghela nafas dalam. Akhirnya dia menyiapkan coffee untukku.

“Bisakah kita bicara baik-baik?” Tanyaku.

“…….”

Dia tidak menjawabku. Aku hanya bisa menghela nafas. Aku memandanginya. Dia hanya fokus dengan coffee buatannya.

“Bayarlah dan cepat pergi.” Ujarnya yang membuyarkan lamunanku. Cup berisikan coffee sudah ada di depanku. Aku pun cepat-cepat mengambil dompetku di saku dan…., aku kehabisan uang. Tiffany menatapku dingin. Aku berusaha menyembunyikan isi dompetku yang kosong.

“Kau tau ATM di sekitar sini?”

“Hah, pergi sajalah dan bawa coffeemu itu.” Tiffany terlihat sangat kesal. Tapi aku tidak mau pergi.

“Tunggu aku cari dulu.” Aku kembali mencari uang di dompetku karena biasanya aku menyempilkan uang kecil dimana saja, termasuk di selipan penyimpanan kartu. Tapi ternyata kali ini tidak ada. Bodoh sekali. Haruskah aku pergi dan membiarkan Tiffany memberikan coffee ini secara gratis? Memalukan.

Aku pun menyimpan dompetku di atas meja kasir dan mencoba merogoh saku celana dan jaketku. Jangan sampai tidak ada uang sepeserpun -,-

“A~ ada!” Beruntungnya aku menemukan uang untuk membayar coffee. Aku pun memberikannya pada Tiffany.

“Dan kau berbohong padaku. Terima kasih.” Tiffany mengambil uangku dengan wajah yang semakin dingin. Bahkan dia tidak menatapku. Dia menyodorkan dompetku yang terbuka, seperti saat aku menyimpannya. “Pergilah.”

Dompet…, dompet? Aku memperhatikan dompetku. Sial!

“Pergilah sekarang atau aku benar-benar beranggapan tidak pernah kenal dengan orang sepertimu.”

 

***

Whatever makes you happy
Whatever you want
You’re so very special
I wish I was special
But I’m a creep
I’m a weirdo
What the hell am I doin’ here?
I don’t belong here

-Byun Baekhyun-

Bodoh! Kurang tolol apa aku menyimpan dompet di atas meja kasir dan dompet itu terbuka! Aku menjadikan kartu pendudukku sebagai foto di dompetku dan Tiffany pasti melihatnya! Dan dia pasti sudah mengetahui kalau aku tidak lahir pada tahun 89, melainkan 92. Dia akan menganggapku bocah.

Sudah sekitar 6 jam aku menunggunya di luar minimarket, tapi dia tidak keluar juga. Ini sangat memalukan, tapi aku tidak mau pergi.

“….., dia koma selama setahun, bahkan semua menganggapnya sudah tidak ada!” Aku diam, begitu juga dengan Tiffany ketika melihatku. “Sudahlah, kita bicarakan nanti saat aku menjemput Yoogeun.” Tiffany menutup telfonnya dan kembali berjalan melewatiku.

“Maafkan aku, bisa kita bicara sebentar saja?” Ujarku mengejarnya.

“Bicara apa lagi? Memangnya ada yang penting dibicarakan denganmu?”

“Kumohon, nn..noona.” Dia berhenti melangkah setelah aku menahan tangannya dan aku sangat malu ketika memanggilnya noona.

 

Tiffany POV

 

“M-maaf, saat itu aku hanya…,”

“Haruskah kau menjelaskannya?” Kataku memotong perkataannya. “Apakah berpengaruh untuk hidupku?”

“…..”

“Baekhyun ah, kita baru kenal kemarin. Baiklah, berbohong itu memang perilaku buruk, tapi aku tidak akan mempermasalahkannya. Umurmu tidak ada hubungannya denganku. Kau mengerti, kan? Jadi berhentilah meminta maaf.”

“Ne.” Ucapku mengerti. Aku hanya bisa menunduk seperti anak bodoh. “…., aku mengenalimu cukup lama. Ya, cukup lama. Syukurlah aku bisa mengenalmu secara nyata.”

“Nde?”

“Aku menunggu untuk bisa berkenalan denganmu selama hampir satu tahun. Mungkin kau tidak sadar kalau aku selalu ada di sekitar rumahmu. Ya…., aku menyukaimu, noona. Ini alasanku berbohong. Mungkin kau tidak akan menganggapku ada kalau tau aku hanyalah bocah seperti ini. Maaf, tapi aku benar-benar menyukaimu.”

Dia menunduk. Ya, dia memang bocah. Kelakuannya, wajahnya, postur tubuhnya, tidak ada sosok pria. Ini pertama kalinya aku mengalami hal seperti ini. Jika Yoogeun tidak punya ayah, bisa saja aku menyukainya meskipun dia lebih muda 3 tahun dariku.

“Jika kau mengenalku sudah lama, itu artinya kau tau mengetahui keadaan keluargaku. Ibuku, ayahku, dan…., Yoogeun.”

“Ne.”

“Kau tau aku bukan wanita baik-baik. Jadi berhentilah menyukaiku.”

 

***

Setahun sudah berlalu. Aku tidak merasa ada yang salah dengan diriku, hanya saja sedikit mengherankan. Sampai saat ini aku masih setia mengikuti kemana pun Tiffany dan Yoogeun pergi. Kabar baik, Tiffany mulai terbiasa dengan kehadiranku dan dia tidak mempermasalahkan lagi kehadiranku yang tiba-tiba. Dia tau benar kalau aku menyukainya dan dia tidak memperlihatkan lagi kalau dia merasa terganggu dengan perasaanku. Tidak ada yang salah denganku kalau aku masih menyukai Tiffany walaupun aku tau kenyataannya, Tiffany mempunyai tanggungan seorang anak. Anak dari seorang pria yang entah siapa.

Suatu hari Tiffany menceritakan sesuatu tentang ayah Yoogeun. Tiffany bilang kalau dia sudah tidak ada. Aku sangat berterima kasih karna dia menceritakannya padaku. Itu artinya dia mulai mempercayaiku. Terima kasih, walaupun sampai saat ini dia tidak memberitahuku nama pria itu.

Hari ini pertama kalinya aku berani mengatakan pada diriku sendiri kalau aku mencintai Tiffany, bukan sekedar menyukainya karena paras cantiknya. Entahlah, tapi muncul beberapa pemikiran mengenai keinginanku untuk menjadikan Yoogeun tanggunganku saja. Pikiran itu sering sekali datang akhir-akhir ini.

“Kau baik-baik saja?” Tanyaku sambil membantu Tiffany berdiri. Kemarin Tiffany sakit demam dan itu pertama kalinya aku merawatnya dan juga merawat Yoogeun seharian. Meskipun terkadang menyusahkan jika Yoogeun sedang rewel, tapi lebih baik aku yang mengurusnya daripada harus menitipkan Yoogeun pada oranglain.

“Aku baik-baik saja. Tidak usah berlebihan seperti itu.” Ujar Tiffany.

Dua hari yang lalu adalah ulangtahun Yoogeun dan berhubung Tiffany sedang sakit, kami semua diam di rumah. Untung saja Yoogeun tidak tahu kapan hari ulangtahunnya, sehingga dia tidak merasa sedih. Kurasa hari ini Tiffany terlalu memaksakan diri untuk merayakan ulangtahun Yoogeun.

“Yoogeun ah, hari ini kita rayakan ulangtahunmu. Kau senang?” Ujar Tiffany yang membungkuk pada Yoogeun.

“M…ne.” Ucap Yoogeun. Yoogeun??

“Dia bicara?!” Ucapku kaget. Ini pertama kalinya dia mengucapkan kalimat jelas selain bergunyam!

“Kau baru tahu? Dia bisa menjawab ya atau tidak sejak tiga hari yang lalu.”

Dan kali ini aku terlihat bodoh ‘lagi’. Apa aku kurang memperhatikan Yoogeun? Aku kecewa pada diriku sendiri yang sok merasa sudah sangat dekat dengan Yoogeun.

 

***

Tiffany POV

Aku senang dengan suasana seperti ini dan sepertinya Yoogeun sangat senang. Akhirnya Yoogeun mendapatkan perayaan ulangtahunnya. Walaupun tidak mengundang anak-anak seusianya, walaupun hanya ada aku dan Baekhyun, aku sangat senang. Aku ingin Yoogeun merasakan kebahagian ulangtahun seperti anak-anak lainnya.

Tawa Yoogeun terus menggelegar di telingaku. Aku ikut tertawa. Baekhyun terus membuat Yoogeun geli sehingga ia terus tertawa dan memukuli wajah Baekhyun dengan balon yang dibawanya.

“Ya~ Berhentilah membuatnya geli. Itu akan mengurangi nafsu makannya.” Kataku.

“Mwo? Benarkah? Aku baru tau itu.” Ujar Baekhyun. “Kalau begitu…., kau harus belajar bicara, Yoogeunie. Noona, kemarilah.” Baekhyun menepuk sofa di sebelahnya. Aku pun pindah untuk mengajari Yoogeun berbicara.

“Yoogeun ah, apa kau mau belajar bicara?…. hm???” Tanyaku.

“….., nde.” Cukup lama, tapi Yoogeun menjawabnya sambil mengangguk. Menyenangkan sekali ketika ia tau apa yang kumaksud.

“Unnie…, panggil aku unnie. Kau bisa mengatakannya? Unnie…,”

“…..”

“Apa yang kau katakan?” Ujar Baekhyun tiba-tiba. Dia mengambil Yoogeun dari peganganku. “Ini kesempatanmu untuk dia mengetahui apa yang sebenarnya. Selagi dia baru bisa bicara. Dia tidak akan ingat kalau dulu kau memanggil dirimu dengan sebutan kakak. Yoogeun ah, katakan Fany Umma. Fany umma….,”

“…, ny umma….” Ucap Yoogeun. Meskipun tidak sempurna, tapi itu kata-kata terindah yang pernah kudengar. Kukira aku tidak akan pernah mendengarnya karena aku telah memutuskan untuk menjadi kakak baginya.

“Ya~ apa yang kau katakan? Apa jadinya jika ia sudah besar nanti? Mana bisa aku mengatakan kalau ayahnya sudah tidak ada.”

“Hmm, Yoogeun ah, apa kau keberatan jika memanggilku Baekhyun Appa? Baekhyun appa…, Fany umma. Ayo katakan, baekhyun appa…,”

Apa yang dia katakan? Bahkan dia tidak meminta izinku.

“Hyun umma….,” Ucap Yoogeun.

“Ya! Aku bukan umma!”

Aku tertawa puas. Yoogeun tertawa ketika Baekhyun terlihat marah. Lucu sekali.

“Baekhyun appa, kubilang Baekhyun appa. Ayo katakan.”

Baekhyun terus memaksa Yoogeun untuk memanggilnya Appa, tapi Yoogeun malah merong padanya. Yoogeun dapat bercanda dengan Baekhyun. Tidak ada yang lebih menyenangkan dibandingkan ini.

“Ya~ Yoogeun ah, kau nakal. Aku akan memberikanmu hukuman!” Baekhyun menggosokkan kepalanya pada perut Yoogeun dan membuat Yoogeun tertawa kegelian. “Ayooo, cepat katakan Baekhyun appa!”

Yoogeun terus tertawa dan memukuli wajah Baekhyun.

“Hyun APPA!” Tiba-tiba saja suara melengking Yoogeun keluar dan membuat aku dan Baekhyun kaget.

“Yeah! Dia memanggilku Appa!”

Mereka berdua membuat cafe menjadi ricuh hari ini.

 

***

Baekhyun POV

 

Hujan turun cukup lebat sehingga kami tidak bisa pulang dan terpaksa tetap berada di café. Yoogeun tertidur di pelukanku. Aku dapat merasakan rasanya menjadi Ayah pada umur mudaku saat ini. Menyenangkan sekali. Kuperhatikan Tiffany yang duduk bersandar pada sofa di sampingku. Kurasa ia mulai bosan hingga akhirnya kuputuskan untuk mengajaknya berbicara untuk ke-6 kalinya setelah 5 kali berganti topik. Sejujurnya aku kehabisan topik. Tapi aku berhasil menguras isi otakku dan menemukan topik yang sedikit berbahaya.

“Baekhyun ah~”

“Huh? Nde?” Sayang sekali, Tiffany mendahuluiku.

“Seharusnya tadi kau tidak perlu begitu.”

“Hah? Apa?”

“Seharusnya biarkan saja dia mengenalku sebagai kakaknya.”

“Apa alasanmu melakukan itu?”

“Dulu…, bahkan sampai sekarang aku takut. Takut, masa lalu burukku membuat hidupku buruk untuk selamanya. Ha, perkataanku buruk sekali, ya?”

Dia mengetahui apa yang seharusnya kupertanyakan unuk topik kali ini. Kulihat Tiffany menunduk. Aku tau dia menangis. Aku tau sangat sulit untuknya mendapatkan kenyataan seperti ini di masa mudanya.

“Memang egois, tapi aku terlalu takut. Aku takut dengan pandangan orang-orang jika mengetahui kalau aku sudah punya anak. Bagaimanapun, tidak ada wanita yang ingin hidup sendiri.”

Aku tau ia menangis dari suara isak yang ditahannya. Dia menyembunyikan tangisannya dengan cara menunduk.

“Jadi tolong, biarkan dia mengenalku sebagai ka…..,”

“Untuk apa mentakutkan hal seperti itu.” Kataku menyela perkataannya. Aku menggenggam tangannya dan dapat kurasakan tangannya yang dingin dan gemetar. “Tidak usah pedulikan orang-orang, tapi cukup pedulikan Yoogeun saja. Apa kau lupa padaku? Bukan karna aku tidak pernah mengatakannya lagi, bukan berarti aku sudah tidak menyukaimu.”

Aku tidak suka sembarangan bicara. Maka dari itu aku berani mengajari Yoogeun memanggilku Appa. Kalau saja kau bisa menerimaku, aku akan sangat senang bisa mendengar Yoogeun memanggilku seperti itu untuk seterusnya.”

“Baekhyun ah, Kenapa kau percaya diri sekali?”

Aku tertawa kecil. Dia benar, tapi karna hanya itulah kekuatanku.

“…., aku tidak bisa memutuskan sesuatu dengan cepat. Kau tidak mengerti. Bagaimana jika takdir berkata lain? ” Lanjut Tiffany. “Kau tau kalau perasaanku tidak bisa dipaksa…”

“Ne. Arraseo. Kau tau aku pantang menyerah. Boleh aku menunggu? Aku akan segera membereskan skripsiku tahun ini. Jika aku sudah lulus, aku siap melamarmu.”

“Haha, itu pun kalau aku bisa menerimamu.”

“Kita lihat saja nanti. Bagaimanapun harus bisa, karna pada saat itu, Yoogeun sudah fasih memanggilku Ayah dan dia akan ingat itu selama-lamanya karna dia sudah berumur 4 tahun. Kau akan kerepotan jika tidak menikah denganku karna yang Yoogeun ingat tentang ayahnya hanyalah aku, bukan orang lain.”

“Ya~ kau memaksaku! Tumbuhkan dulu kumis tipismu agar kau tidak terlihat seperti adikku.”

“Dan bersiaplah mendapatkan saingan karna pada saat itu aku akan menjadi pria tertampan yang pernah ada, haha. Pokoknya, tunggu aku setahun lagi untuk memenuhi janjiku. Mengerti?”

“Ne. Gomawo.”

Tiffany tersenyum sendu padaku. Itu yang kusuka. Entahlah dia berterima kasih untuk apa. Seharusnya aku yang berterima kasih ketika ia bersedia menungguku. Inilah keputusanku. Tidak peduli masa lalu, yang terpenting adalah Tiffany yang sekarang kukenal. Tiffany yang berhasil membuatku menerima seorang wanita apa adanya. Bahkan dia membuatku tidak mau kehilangan bocah kecil yang menyusahkanku dan merusak wajahku dengan pukulannya. Aku mencintai keduanya. Kurasa aku tidak akan pernah menyesal sudah mengambil keputusan ini.

 

Life was never be so easy as it seems
’till you come and bring your love inside
no matter space and distance make it look so far
still i know you’re still here by my side

NYX, the light that gives me strength

-Tiffany Hwang-

-END-

 

 

Thanks for readers, please comment 😀 Penasaran sama ayahnya Yoogeun, tunggu sequelnya 😀

 

45 pemikiran pada “NYX

Tinggalkan komentar