Don’t Die From a Broken Heart

Don’t Die From a Broken Heart

Author : @ridhoach

Main Cast :

Kim Jong Dae a.k.a Chen(EXO-M)

Support Cast :

– Do Ri Yeon (OC)

– Zhang Yi Xing a.k.a Lay (EXO-M)

– Lee Chang Mi (OC)

Genre : Romance, Angst.

—–

“Sepertinya kita harus mengakhiri semua ini. Aku rasa kita sudah tidak cocok lagi”, kata RiYeon.

“Hmm…”, jawab JongDae berusaha untuk tetap bersikap tenang, walaupun di dalam hatinya dia merasakan pedih yang teramat dalam.

RiYeon berjalan meninggalkan JongDae yang masih termenung di bangku taman. Sebenarnya RiYeon berharap JongDae akan berlari mengerjarnya dan berusaha untuk mencegah dia untuk pergi. Tapi setelah berpacaran selama kurang lebih dua tahun, dia mengerti bahwa JongDae tidak akan bersikap seperti itu. RiYeon sangat mengerti bagaimana tabiat laki – laki itu. Yang sangat terkenal akan sifat cuek dan dinginnya.

“Sepertinya kali ini memang benar – benar selamat tinggal untukmu JongDae-yah”, ucap RiYeon sebelum bergegas masuk ke dalam mobil dan pergi dari taman itu.

——

Hujan masih setia menggelayuti kota Seoul. Awan – awan mendung itu seolah – olah enggan untuk pergi dari langit kota Seoul.  Seolah seperti menggambarkan suasana hati JongDae yang masih dirundung kesedihan dan keperihan karena dicampakkan oleh RiYeon.

JongDae masih betah duduk termenung di samping jendela apartemennya sejak 3 jam yang lalu. Dia menatap jauh keluar dari sudut jendela apartemennya. Mengamati jalanan yang basah dan sepi di samping apartemennya. Dengan mata yang kosong, dia terlihat sangat betah menatap jalanan tersebut.

——

17 Februari 2010…

Sore itu, seperti biasanya JongDae dan RiYeon duduk berdua di sebuah kursi panjang di tengah taman. Hal ini sudah menjadi agenda mingguan mereka sebulan belakangan ini.

Biasanya disini mereka akan saling bertukar cerita satu sama lainnya. Mulai dari cerita tentang keluarga, sekolah sampai cerita tentang orang yang mereka kagumi. Walaupun JongDae dan RiYeon berteman dekat, tetapi mereka jarang sekali memiliki waktu luang untuk sekedar jalan – jalan bersama. RiYeon masih duduk di bangku kelas 3 di Senior High School of Art. Sedangkan JongDae sudah kuliah semester 2 di Seoul University. Oleh karena itu, mereka jarang sekali memiliki waktu untuk bersama karena mereka memiliki urusan masing – masing.

“RiYeon-ah, arti cinta itu apa sih menurutmu?”, Tanya JongDae.

Dalam hati, RiYeon merasa janggal mendengar pertanyaan dari JongDae. Tumben – tumbenan dia bertanya seperti itu.

“Hmm, apa ya? Tapi kalau menurutku sih, cinta itu hal yang menyenangkan. Kalau menurutmu?”, RiYeon balas bertanya.

“Hmm, moella”, ujar JongDae.

“Ha? Kok bisa kamu tidak tau? Memangnya kamu nggak pernah pacaran apa?”

“Nggak pernah”.

“Ha? Jinjja? Kamu kan punya banyak penggemar,apakah tidak ada yang kamu suka JongDae-yah?”.

“Ani, mereka bukan tipeku”

“Memangnya tipe yeoja kesukaanmu itu seperti apa?”

“Hmm… Sepertimu RiYeon-ah”.

RiYeon terdiam mendengar perkataan dari JongDae. Dia melihat muka JongDae, tapi tidak ada terlihat raut wajah kebohongan dari situ. Berarti dia sungguh – sungguh berkata begitu. Tapi, kenapa JongDae berkata seperti itu? Apa ada maksud dibalik semua itu? RiYeon bingung untuk menjawab apa. Dia lebih memilih untuk bungkam sampai mereka pulang dan meninggalkan taman tersebut.

——

03 Maret 2010…

Sore itu JongDae hendak menjemput RiYeon. Dia hendak mengajak yeojachingunya itu untuk menonton di bioskop. Ya, memang JongDae baru resmi berpacaran dengan RiYeon kemarin. Tapi mereka sudah sangat terlihat mesra seperti orang yang sudah berpacaran bertahun – tahun.

JongDae resmi berpacaran dengan RiYeon kemarin, pada tanggal 02 Maret 2010. Ternyata dugaan RiYeon selama ini tentang JongDae tidak salah. Ternyata JongDae memang memliki rasa terhadap RiYeon. JongDae melakukan prosesi penembakkan RiYeon di taman, tempat bersejarah bagi mereka berdua.

Tepat jam 4 sore, JongDae datang di depan rumah RiYeon. Dengan stelan serba hitam, JongDae datang menjemput RiYeon dengan motornya. Dengan hati berbunga – bunga RiYeon naik ke atas motor JongDae. Mereka bergegas menuju bioskop menjalani apa yang mereka rencanakan awalnya.

—–

12 November 2010…

“Kamu habis sama dia kan, RiYeon-ah?”, Tanya JongDae kepada RiYeon.

“Dia? Dia siapa maksudmu?”, jawab RiYeon.

“Lay lah, memangnya siapa lagi kalau bukan dia?”.

“Ya! Kamu cemburu? Aku hanya mengerjakan PR saja dengannya JongDae-yah.”

“Tapi tidak harus dengan orang itu! Aku tak suka!”.

“Ah, kenapa kamu selalu marah kalau aku sedang bersama Lay,ah? Wae?”.

“Kalau aku  bilang nggak suka ya sudah nggak suka! Kamu kalau memang belain dia, pacaran aja sana sama dia! Nggak usah hiraukan aku! Arra?!”, JongDae berkata dengan penuh emosi dan seraya meninggalkan RiYeon yang masih duduk di kursi yang berada di depan rumah RiYeon.

—–

RiYeon tidak pernah mengerti mengapa JongDae sangat membenci Lay. Dari awal pertama JongDae dan Lay bertemu, tak pernah sekalipun terlihat JongDae tersenyum kepada Lay. Hal ini yang membuat RiYeon bingung dan tak pernah mengerti sampai sekarang.

—–

15 November 2010…

Sudah genap 3 hari JongDae tidak menegur RiYeon. Dia masih kesal dengan kelakuan RiYeon yang selalu meminta pertolongan dari Lay.

JongDae tahu, kalau kelakuannya ini sangat kekanak – kanakan. Tapi wajar saja kalau seorang namja akan cemburu ketika melihat yeojachingunya akrab dengan namja lain. Apalagi dengan Lay. Orang yang selama ini sudah menjadi musuh bebuyutan JongDae. Dari pertama bertemu, alam bawah sadar JongDae sudah membuat sebuah benteng pertahanan diri dari Lay. Entah mengapa JongDae merasa kalau Lay adalah namja brengsek yang hanya akan merusak hubungannya dan RiYeon.

Inilah yang membuat JongDae sebisa mungkin menjauhkan RiYeon dari jangkauan Lay. Walaupun JongDae tahu kalau RiYeon pasti tetap akan bertemu Lay setiap hari di sekolah, tapi tidak ada salahnya bukan kalau dia menjaga RiYeon?

——

16 November 2010…

Hari ini JongDae berencana untuk memulai menegur RiYeon. Karena setelah berdiam diri selama 3 hari, JongDae sudah bisa melupakan apa yang telah RiYeon lakukan kemarin dan sudah bisa memaafkannya. Dia juga tidak tega terus – terusan melihat RiYeon murung. Sebagai namja, dia juga harus cukup gentle untuk memaafkan kesalahan seoang yeoja.

Jadi, sore itu JongDae memutuskan untuk mendatangi RiYeon di rumah untuk menyatakan perasaan bersalahnya karena sudah memarahi RiYeon tempo hari.

Sesampainya di depan halaman rumah RiYeon, JongDae merasakan firasat buruk saat melihat keberadaan mobil hitam yang sudah menangkring di situ. JongDae sudah sangat hafal siapa pemilik dari mobil itu. Sudah pasti milik bajingan itu. Emosi JongDae secara spontan naik dan kembali memenuhi otak JongDae.

JongDae masuk ke dalam rumah RiYeon dengan cepat. Tanpa fikir panjang, dia langsung menuju pintu ketiga di samping ruang tamu, dia menuju kamar RiYeon. Tanpa basa – basi dia langsung memnuka pintu kamar RiYeon. Terlihat RiYeon sedang asyik bercanda dengan Lay.  Mereka terlihat sangat akrab sekali sampai – sampai tidak menyadari keberadaan JongDae yang sedari tadi berdiri memaku menahan amarah yang begitu memenuhi otaknya. Saat ini hanya satu hal yang difikirkan oleh otak JongDae, Bagaimana Cara Membunuh Lay dengan Cepat dan Tepat agar dia menjauh dari sisi RiYeon?

“Memang tidak salah dugaanku selama ini, ternyata kamu memang menyukai Lay. Benar kan, RiYeon-ah?,” kata JongDae dengan tatapan sinis kepada RiYeon.

“Eh, ani.. JongDae-yah? Sejak kapan kamu disini?”, ujar RiYeon dengan terbata – bata.

“JongDae?!! Aku bisa jelaskan semuanya, ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku hanya membantu RiYeon-ah mengerjakan tugas saja. Hanya itu”, jelas Lay kepada JongDae.

“Oh, jadi kalian lagi ngerjakan tugas ya? Ngerjakan tugasnya kok sambil pegang – pegangan tangan? Biar lebih cepat masuk ke otak?”.

“Eh, pegangan tangan? Ini? Nggak kok. Siapa juga yang pegangan tangan sama Lay-ah?”, jawab RiYeon sambil melepaskan tangannya dari genggaman tangan Lay.

“Sudahlah, aku malas mendengar penjelasan dari kalian. Lebih baik aku pulang. Bodohnya juga aku, buat apa aku datang kerumahmu RiYeon-ah. Tapi ya sudahlah, lanjutkan saja apa yang kalian mau kerjakan. Selamat mengerjakan tugas ya Lay-ah dan RiYeon-ah”, ucap JongDae dengan tatapan datar tapi penuh dengan emosi dalam setiap kata yang dia ucapkan.

“JongDae, tunggu!”, cegah RiYeon. Tapi JongDae tetap saja berlalu keluar rumah RiYeon dan meninggalkan RiYeon yang menatap kepergian JongDae dari pintu rumahnya.

“Selama aku mengenal JongDae-yah, ini adalah kalimat terpanjang yang pernah aku dengar dari mulutnya”, kata Lay kepada RiYeon.

­—–

23 November 2010…

RiYeon sedang duduk berdua dengan JongDae di taman. Tempat sakral bagi mereka berdua. Hari ini RiYeon memang dengan sengaja menjemput JongDae di apartemennya dan mengajaknya pergi ke taman. RiYeon ingin meminta maaf atas tragedi yang terjadi di rumahnya tempo hari. Hari ini JongDae terlihat seperti biasanya, sangat minim ekspresi. Dia kembali menjadi ke sosok aslinya, yang dingin dan hemat bicara. Sangat berbeda dengan beberapa hari kemarin yang sangat kasar dan begitu emosional.

“JongDae-yah…”, RiYeon dengan lirih kepada JongDae.

“Hmm…” jawab JongDae dengan datar.

“Aku mau bicara. Tentang yang kemarin”.

“Hmm…”.

“Aku tidak ada main di belakangmu dengan Lay-ah. Yang kemarin itu aku memang sedang meminta bantuan Lay-ah untuk membantuku mengerjakan tugas”.

“Hmm…”.

“Dan tentang pegangan tangan, itu murni faktor ketidaksengajaan”.

“Oh, ne. Anggap saja kemarin aku nggak marah sama kamu. Aku juga kok yang salah”.

“Ne, mianhe JongDae-yah”.

“Ne”, jawab JongDae dengan singkat tapi dengan muka yang begitu tulus. Tidak ada lagi terlihat raut wajah penuh emosi seperti kemarin.

“Saranghaeyo JongDae-yah. Aku tidak mau kehilanganmu”, ucap RiYeon dengan tulus seraya memeluk tubuh JongDae.

“Nado saranghae”, jawab JongDae sambil mencium kening RiYeon.

—–

02 Maret 2011…

Hari ini JongDae terlihat sibuk memilih baju di salah satu pusat perbelanjaan di kota Seoul. Dia terlihat sangat sibuk untuk menentukan mana baju yang cocok dengan RiYeon. Hari ini dia ingin memberi hadiah kepada RiYeon sebagai hadiah untuk satu tahun mereka sudah berpacaran. Terlihat berlebihan memang, tapi dia memang sangat ingin memberikan hadiah untuk RiYeon. Karena selama mereka berdua berpacaran, belum pernah sekalipun dia memberikan hadiah kepada RiYeon.

Lain JongDae, lain RiYeon. Kalau JongDae berniat memberikan RiYeon hadiah berupa baju, RiYeon memilih memberikan JongDae hadiah berupa jam tangan berwarna hitam metalik buatan dari luar negeri. Dia memang sengaja membeli produk buatan luar negeri, karena bagi RiYeon apalah arti sebuah buatan luar negeri dibandingkan cintanya kepada JongDae. Ini belum seberapa.

Malam harinya JongDae dan RiYeon setuju untuk pergi makan malam di sebuah restoran mewah di pinggiran kota Seoul. Mereka ingin merayakan satu tahun hubungan mereka hanya dengan makan malam bersama lalu jalan – jalan mengelilingi kota Seoul.

“RiYeon-ah, aku punya sesuatu buat kamu. Buka ya”, JongDae menyodorkan sebuah bingkisan kepada RiYeon. RiYeon lalu membuka bingkisan itu dengan penuh semangat.

“Omo!! Ini sangat bagus JongDae-yah. Gomawo urri”, kata RiYeon tulus.

“Ne, cheonma. Tapi maaf ya sayang kalau aku hanya bisa memberimu itu”.

“Gwenchan, ini juga sudah lebih dari cukup. Oh iya, aku juga punya hadiah buatmu JongDae-yah”.

“Aku buka ya sayang?”.

“Iya, buka saja”. JongDae lalu membuka bingkisan yang diberikan oleh RiYeon.

“Wah, jam ini bagus. Tidak apa – apa kamu beli jam ini buat aku?”

“Nggak apa – apa kok sayang, nggak seberapa itu”.

“Gomawo urri RiYeon-ah”.

“Ne”.

—–

21 Januari 2012…

Hari ini RiYeon bertengkar hebat dengan JongDae. Sudah pasti yang dipermasalahkan mereka adalah Lay. JongDae yang kembali emosi melihat kedekatan RiYeon dengan Lay untuk yang kesekian kalinya. Dan JongDae kembali menangkap basah RiYeon berpegangan tangan dengan begitu mesranya dengan Lay di taman favorit mereka.

“Sedang apa kalian disini?”, hardik JongDae kepada RiYeon.

“Hanya jalan – jalan. Aku bosan dirumah”, jawab RiYeon enteng.

“Hanya jalan – jalan? Kenapa dengan Lay? Kenapa tidak denganku? Aku kan namjamu RiYeon-ah!”, JongDae berkata dengan kerasnya di depan wajah RiYeon.

“Sudahlah, aku muak dengan kelakuanmu yang posesif itu JongDae-yah. Sekarang aku minta kamu pergi dari hadapanku sekarang!”, RiYeon tak mau kalah membentak.

“Oke, fine. Aku bakal pergi. Ternyata kamu sama Lay sama brengseknya!”.

“Apa maksudmu?”, Lay yang mendengar omongan JongDae pun terpancing.

“Sudahlah Lay-ah, tidak usah kau hiraukan”.

—–

Saat ini…

JongDae berjalan di tengah hujan mengelilingi taman favorit JongDae semasa berpacaran dengan RiYeon. Mungkin kalau saat ini tidak hujan, akan terlihat bagaimana derasnya aliran air mata yang mengucur dari kedua bola mata JongDae. Hatinya begitu hancur, mulutnya tak bisa berkata apa –apa. Tak ada yang bisa menggambarkan bagaimana sakitnya hati JongDae sekarang.

JongDae sangat menyadari bahwa hubungannya dengan RiYeon pasti akan berakhir dengan cepat. Sifat RiYeon yang Keras kepala dan sifat JongDae yang dingin serta egois tidak mungkin bisa disatukan. Sudah tidak terhitung lagi berapa banyak mereka berdua bertengkar dalam kurun waktu dua tahun ini. Sifat JongDae yang mudah cemburu sering kali membuat masalah yang kecil di hubungan mereka menjadi begitu kompleks dan pelik. Mungkin tidak salah apabila RiYeon akhirnya memutuskan untuk pisah dengan JongDae, sudah tidak terhitung berapa banyaknya air mata yang dikeluarkan oleh RiYeon setiap kali mereka bertengkar. Mungkin salah JongDae juga apabila sekarang RiYeon lebih memilih untuk berhubungan dengan Lay ketimbang dengannya.

JongDae memutuskan untuk duduk di kursi panjang yang ada di tengah taman tersebut. Dia berharap bersama dengan turunnya hujan ini bisa setidaknya menghapus luka yang terus menganga di hatinya. Otak JongDae saat ini sudah tidak bisa berfikir dengan jernih. Otaknya saat ini seperti sebuah monitor rusak yang selalu menyiarkan adegan – adegan penuh kenangan antara dia dan RiYeon.

Setelah lama dia mendekam di tengah derasnya hujan, JongDae tiba – tiba langsung berlari membelah dinginnya hujan. Dia berlari dengan begitu cepatnya menuju keramaian jalan raya di depan taman tersebut. Setelah sampai di tengah – tengah jalan, dia berdiri dengan tegap menghadap keramaian mobil yang lalu lalang di depannya. Saat ini, yang dia harapkan hanya satu. Mati dengan megenaskan agar dia bisa melupakan luka yang ada di hatinya.

Begitu pendek memang akal fikiran JongDae. Tapi hanya itu yang bisa dia fikirkan saat itu. Otaknya begitu kotor oleh bisikan setan – setan yang ada di sekitarnya. Sungguh, patah hati membuat seorang JongDae yang begitu cerdas menjadi sangat bodoh dan tolol.

Mungkin tuhan masih belum menginginkan untuk JongDae mati saat itu. Karena saat dia nyaris ditabrak oleh sebuah mobil, datang orang yang menolong dia dengan menariknya ke lajur kiri jalan. Antara sedih dan marah, dia melihat wajah dari penolongnya. Terlihat wajah seorang yeoja yang cantik.

“RiYeon…”, igau JongDae di tengah kesadarannya yang semakin menipis. Mungkin Karena dia sudah terlalu lama berada di bawah derasnya hujan. Sesaat kemudian, JongDae sudah terbaring tidak sadarkan diri. JongDae pingsan.

—-

JongDae terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya sudah berpakaian rapi dan terbaring di atas tempat tidur apartemennya.

“Ah, sudah siuman?”, ujar seorang yeoja yang tidak ia kenal.

“Siapa kamu? Sedang apa di kamarku?”, Tanya JongDae keheranan.

“Aku ChangMi. Aku yang tadi menyelamatkanmu saat kamu mau ditabrak oleh mobil. Aku bisa masuk kesini karena mengikuti alamat yang ada di kartu pengenalmu. Tadi aku meminta tolong sama petugas untuk membukakan kamarmu”, ujar ChangMi menjelaskan kepada JongDae.

“Oh, begitu. Kamsahamnida”, ujar JongDae bingung harus sedih atau senang.

“Maaf sebelumnya,aku ingin bertanya. Apa yang sudah terjadi? Karena, saat aku masuk ke dalam kamar ini, aku sangat kaget melihat keadaan kamar yang sangat berantakan dan tidak terurus. Sedang ada masalah?”, Tanya ChangMi panjang lebar.

“Aku hanya sedang patah hati”, kata JongDae singkat dan penuh dangan emosi. Tanpa terasa air matanya menetes, sedikit demi sedikit  mulai membasahi kedua pipinya. JongDae menangis tanpa suara.

“Kamu sedang patah hati? Sebentar, tunggi dulu. Jangan – jangan kamu tadi bukan mau ditabrak, tapi memang sengaja biar ditabrak?”, Tanya ChangMi dengan muka penuh kekhawatiran.

“Ne…”, jawab JongDae singkat.

“Ommo!! Pabboyea!! Kenapa kamu rela mati hanya gara – gara cinta? Masih banyak yeoja di dunia ini. Kalau satu pergi, masih bakal banyak yang akan datang dan mengisi hatimu”, kata ChangMi dengan panjang lebar.

“Tapi…”, ujar JongDae pelan.

“Tidak ada tapi – tapian. Ini bukan perkara enteng, ini tentang nyawamu. Ingat, ini tentang nyawamu sendiri. Don’t die from a broken heart!!”.

“Ne, aku tidak akan melakukannya lagi. Kamsahamnida sudah mau peduli”.

“Gwenchana. Oh iya, siapa namamu?”

“JongDae”.

“Oke JongDae. Mau berteman denganku? Aku baru pindah ke Korea Selatan. Aku sama sekali belum memiliki teman di sini”.

“Ne”.

—–

1 bulan kemudian.

Sore itu JongDae dan ChangMi sedang terlihat berjalan – jalan di tengah taman. Mereka terlihat sangat mesra. Memang yang membuat JongDae kembali menjadi memiliki semangat hidup belakangan ini  tidak lain adalah ChangMi. ChangMi menghibur, menceramahi dan membimbing JongDae agar JongDae kembali memiliki semangat hidupnya lagi. Dan hasilnya? Sekarang JongDae sudah bisa melupakan semua hal tentang masa lalunya dengan RiYeon.

“ChangMi-yah, ada yang mau aku bicarakan”, kata JongDae dengan wajah serius.

“He? Mwo?”, RiYeon balik bertanya.

“Kamu mau nggak… jadi yeojaku?”,Tanya JongDae dengan malu – malu.

“Jadi yeojamu? Kalau aku tidak mau, memangnya kenapa?”

“Harus mau, nggak boleh nggak”.

“Bisanya begitu. Ehmm, gimana ya? Ya sudah deh aku mau. Hahahaha”.

“Jinjja?!”.

“Ne, kau pikir aku berbohong?”.

“Yes, gomawo urri. Hahahahaha”, ujar JongDae seraya mencium pipi ChangMi.
“Ne”, ujar ChangMi dengan wajah tersipu malu.

-FIN-

* maafkan author kalau ff ini abal – abal, nggak jelas atau aneh. Ini ff hasil rekonstruksi ulang dari tugas cerpen kelas X kemaren soalnya. Jadi, maafkan jika ada sedikit keanehan yang ada di dalamnya. Well, RCL readers! Gomawo 😀 *

32 pemikiran pada “Don’t Die From a Broken Heart

Tinggalkan komentar