House of Life (Chapter 3)

Title                : House of Life 3rd Scroll

Sub-title          : Friend or Foe? Adventure Begin.

Author            : Kim Ah Rin

Main Casts     : Penghuni Rumah Seoul & lainnya

Other Casts    : Bisa dilihat

Length            : Chaptered

Genre              : Fantasy, Romance, Action, Friendship

Rating                         : T

Disclaimer      : cuma punya Author seorang

Annyeong! Kembali mengingatkan, karya ini hanyalah fantasi, tidak ada maksud untuk sara dan lainnya. Seperti biasa, jangan banyak bacot lets baca!

a

 

Pagi yang cerah di Seoul. Termasuk di Rumah Seoul, yang sekarang ramai kembali sejak Baekhyun siuman kemarin.

Ya! Hei, tunggu! Jaehyun, Ah Rin, Jongdae! Kalian mau ke mana?” tanya Homin sang hantu Kelas Nekromansi.

“Ada utusan dari Rumah Utara. Kau mau ikut menyambut, tidak?” tawar Jaehyun.

“Kalian? Menerima Orang Utara? Kenapa? Mereka itu musuh! Harusnya kalian belajar dari masa lalu!” Homin berteriak tak percaya.

“Ah, tidak semua orang yang pernah berbuat jahat pada kita itu musuh, Homin. Contohnya kau,” kata Jongdae.

“Tuh! Kau harus mendapat pencerahan dari Jongdae!” seru Ah Rin mengejek.

“Kalian yang setiap hari dicerahkan saja masih belum cerah juga, apalagi aku?”

“Sudahlah diam. Ikut nggak?” tanya Ah Rin. Sekali lagi menawarkan pada Homin.

“Oke deh! Aku akan mengawasi kalian.” Senyum jahat mengembang di wajah Homin.

“Semua pasti tidak akan beres bila Homin yang mengawasi. Jaehyun, sebaiknya kau awasi hantu satu itu.”

“Oke!”

            Kabar tentang datangnya anggota Dewan Kehidupan dari Nome Ketiga Ratus (Rumah Utara) dengan mudah menyebar cepat di kalangan anak-anak Rumah Seoul. Banyak yang menyambut, tapi tidak sedikit yang menentang. Latar belakang masa lalu yang kelam membuat semuanya menjadi tidak nyaman, tapi seluruh anak OSIS dan Sem Priest Rumah Seoul, Lee Jinki, memutuskan untuk menyambut mereka sebaik mungkin. Entah ada keperluan apa mereka datang ke Rumah Seoul.

“Mereka datang!”

Seluruh anak Rumah Seoul langsung membubarkan diri, bersembunyi di balik dinding dan memasang telinga baik-baik.

“Selamat datang di Nome Ketiga Ratus Satu, Tuan-tuan,” kata Jinki dengan formal.

“Tempat yang indah. Terima kasih atas penyambutan yang ramah ini, tapi kita tidak punya waktu banyak. Ada hal penting yang harus kita bicarakan, Jinki.”

“Baiklah. Sebaiknya kita membicarakannya di ruanganku saja.”

“Pilihan bagus. Kyungsoo, sebaiknya kau tidak mengikuti pembicaraan ini. Berkelilinglah.”

“Baik, Sem Priest Shim.”

Langkah kaki yang teratur terdengar menjauh dan menghilang dalam beberapa saat. Murid-murid bernapas lega dan kembali menjalankan aktifitasnya.

Luhan selaku Ketua OSIS dengan sopan menyambut murid dari Rumah Utara yang bernama Do Kyungsoo itu. Setelah beberapa perkenalan singkat, akhirnya Luhan membawanya ke Healer Class, untuk bertemu dengan Baekhyun dan Lay. Membicarakan sesuatu yang tidak kalah serius dengan para penyihir ahli tadi.

“Sekarang, Do Kyungsoo, akan kutanyakan padamu,” kata Luhan serius. “Apakah kau percaya kepada Dewa-dewi Mesir Kuno?”

“Tentu.”

“Lalu apa pendapatmu dan apa yang akan kau lakukan bila bertemu salah satunya?”

“Dewa-dewi nyata. Tentu saja nyata. Tapi mereka tidak terkendali. Apa yang akan kulakukan? Melawan dan mengurung mereka. Aku dilatih untuk itu.”

“Bagus. Kalau begitu, kami akan mengetesmu, apakah kau siap menghadapi para dewa,” tukas Baekhyun.

“Kalian meremehkanku? Aku pernah mendapat pelatihan di Nome Pertama di Kairo. Apakah itu tidak cukup?”

“Bila kau gagal dalam tes kami,” kata Lay, “maka itu artinya, kau tidak cukup kuat untuk melawan para dewa.”

“Baik. Aku terima tes ini,” kata Kyungsoo.

            “Kayaknya bakalan susah, nih,” celetuk Homin. Tapi dia merasa sangat antusias. Sudah lama duel tidak diadakan di Rumah Seoul.

“Heh, diem. Emangnya lu bisa?” Jaehyun yang duduk di sebelahnya berkomentar.

“Aku ini cuma ba, cuma sekedar roh yang transparan! Bisa apa aku? Pegang tembok aja susah.”

“Yaudah gak usah protes!” seru Jaehyun jengkel.

“Ssst,” Ah Rin menempekan telunjuknya di bibirnya. Homin mematung, dan meskipun dia diam, matanya melotot pada Ah Rin, kentara sekali membenci cara Ah Rin mendiamkannya.

“Begitu lebih baik,” Jongdae tersenyum. “Dan, itu Baekhyun?”

“Apa? Jangan!”

Baekhyun masuk ke dalam arena duel. Komentar bermunculan di mana-mana, berbagai macam deh. Ketiga Ahli Nekromansi meloncat ke arena duel, berlari menghampiri Baekhyun yang sekarang kelihatannya baik-baik saja.

Ah Rin berlari ke arah Baekhyun lalu berbisik cukup keras, “Apa kau gila? Kita bisa kena masalah! Malahan, kau bakalan pingsan lagi!”

“Sudahlah, tenang. Aku bisa mengatasinya, hanya aku yang cukup kuat—yah, kuharap,” desis Baekhyun pelan. Tongkat sihirnya (yang kalau kita perhatikan, mirip bumerang) dan tongkat putihnya (yang sekarang cuma sekitar satu meter) ada di balik jaketnya, sementara kalungnya tersembunyi dari pandangan siapa pun.

“Kau tidak berusaha memakai kekuatanmu yang sebenarnya, ya kan?” bisik Jongdae.

“Darimana kau tahu?” refleks Baekhyun meraba kalungnya.

“Ahli Nekromansi tahu nyaris segalanya,” kata Ah Rin pendek.

“Tapi ini simulasinya. Ini adalah satu-satunya kesempatan bagus untuk mempraktekkannya, ya kan? Terutama, ada tamu istimewa yang… kau tahulah. Doakan semoga berhasil.”

“Selamat berduel, Byun Baekhyun. Jika ada yang tidak beres… aku punya solusi untukmu,” Ah Rin berkata dengan serius sembari tersenyum miring. Baekhyun nyengir, lalu tertawa. Mereka keluar dari area, menyisakan Baekhyun dan si anak Rumah Utara, Kyungsoo, di arena.

“Bukankah kemarin kau sakit? Kenapa maju untuk duel?”

“Hanya memastikan kekuatanku sudah kembali. Lagipula, aku adalah scribe terkuat di sini—tanpa bermaksud merendahkan Jongin. Dan seseorang yang pernah jadi murid Nome Pertama, menurutku layak diajak berduel. Kau tahu peraturannya kan?” Baekhyun menggambar garis melingkar di sekelilingnya.

“Tentu saja aku tahu.” Kyungsoo melakukan hal yang sama. “Maju dulu?”

“Silakan.” Baekhyun menambahkan dalam hati untuk Bibi Eunji, Selamatkan aku atau kita semua bakalan mati.

            Sementara Baekhyun dan Kyungsoo berduel, anak-anak Rumah Seoul menonton di atas—mulai dari Luhan, Youra, Seungbyeol, Lay, Moonbi, Jira, Kris, Marin, Sung Guk, Chanyeol, Minseon, Yuhee, Tao, Yongri, Min Gi, Keywimz, Ah Ra, Hyujin, Xiumin, Suho, Sehun, Hyura, Hyurin, Jaehyun, Jongdae, Ah Rin, Jongin, Homin, dan murid-murid lain ada, lengkap. Siapa sih yang nggak mau liat duel? Apalagi melawan nome lain.

“Kenapa Baekhyun yang maju?” tanya Yongri. “Bukannya dia baru sembuh?”

“Biarin lah, suka-suka, kan dia juga yang mengajukan diri,” jawab Jongin. Sebagai scribe, dia juga tahu peraturan duel secara mendetil.

“Hei! Anak itu ternyata juga seorang Elemental. Kayaknya nggak bagus,” komentar Homin. “Perlu kubantu?!” teriaknya pada Baekhyun.

Dan balasannya tentu saja, “Nggak!”

“Apa itu dibolehkan?”

“Dalam duel biasa… ya, boleh. Seseorang boleh berduel dengan penyihir dari bakat lain, dan tidak boleh diinterupsi oleh siapa pun, kecuali penginterupsinya adalah firaun yang sah.”

“Kalau begitu… Baekhyun dalam bahaya besar.”

            Ada yang baru diketahui oleh semua anak Rumah Seoul—Kyungsoo juga merupakan penyihir elemental, lebih spesifiknya api.

Api adalah elemen yang umum, karena seluruh scribes tahu caranya memunculkan api dengan hieroglif, membakar sesuatu dengan mantra. Tapi diluar itu, hanya penyihir api yang bisa. Dan ini jelas-jelas tidak bagus sama sekali.

Baekhyun melemparkan tongkat sihirnya yang mengarah pada api yang dilepaskan Kyungsoo, memadamkannya dan tongkat itu seperti bumerang—kembali kepada pelemparnya. Tapi tentu saja itu tidak cukup. Serangannya masih ada, lagi dan lagi.

Kenapa kau tidak bilang? jeritnya pada Bibi Eunji.

Siapa juga yang menyuruhmu melawannya? kata Bibi Eunji dengan malas.

Kalau begitu cepat selamatkan aku! Kalau tidak, akan kubakar kalung ini dan kubuang abunya, supaya kau tidak ada dalam hidupku lagi!

            Baiklah, baiklah. Kau keponakan yang merepotkan.

Oke. Satu misi selesai—mengancam pembimbingnya untuk membantu. Sekarang yang harus dilakukan adalah menunggu keajaiban. Dan harus diberitahu, kadang keajaiban datang sebagai sesuatu yang tidak terduga.

Kyungsoo melepaskan pilar api. Yang ini tidak bisa dimusnahkan, semua orang tahu itu. Jadi Baekhyun hanya diam dan tidak melakukan apa-apa. Tiba-tiba sinar terang muncul di depannya dan pilar api itu padam.

“Tunggu!”

Suasana hening mendadak. Entah ada apa, yang pasti, semua penonton diam dan Kyungsoo berhenti menyerang.

“Kalian lihat? Itu curang!” tuntut Kyungsoo.

“Apa?”

“Jangan pura-pura. Itu siapa? Seseorang bersayap pelangi?”

“Hah?”

Baekhyun berbalik, dan menggigit bibir ketika tahu apa yang ada di belakangnya. Bibinya, sosok itu.

Kalau kubilang selamatkan aku, beri aku kekuatan tambahan, bukan pergi ke sini! protes Baekhyun.

Sudahlah, berterima kasihlah padaku!

            Aku dalam masalah sekarang!

            Kau selalu berada dalam masalah, keponakanku.

Semua orang mulai berbisik-bisik, bahkan ada yang berteriak terang-terangan. “Itu Isis! Pengkhianat!”

“Kau memanggilnya? Tidak kusangka!”

“Yang benar saja, Baekhyun! Itu pelanggaran! Kau akan kena masalah!”

“Hei, diam semuanya!” seru Homin—yang tidak disangka akan angkat bicara. “Di masaku dulu, para penyihir dengan darah firaun selalu menjadi tubuh perantara dewa! Ini hal normal!”

“Kalau Sem Priest nomeku tahu, kau dalam bahaya besar,” kata Kyungsoo datar sambil mengangkat tongkatnya. “Jadi biarkan aku saja yang menghabisimu.”

“Kau tidak akan bisa.” Homin turun dan berhadapan dengan Kyungsoo secara langsung. “Murid-murid Dewan Kehidupan sekarang… Tradisi Mesir Kuno harus dilaksanakan. Ini satu-satunya cara menghidupkan Mesir Kuno menjadi kerajaan terkuat lagi. Jika saja saat itu Cleopatra tidak melakukan kesalahan—”

“Diam!” Bibi Eunji—atau Isis, yang mana aja bisa—menjentikkan jari dan semua orang membeku, kecuali Baekhyun, Homin, dan beberapa orang lain. “Kalian harus pergi sekarang, cepat!”

“Baekhyun, Homin, kalian akan maju dan membuka jalan. Aku dan yang lainnya akan berusaha menahan semua orang. Lay, ikut dengan mereka. Isis, tolong putar waktunya lagi.”

Dua orang dan satu ba itu mengangguk, lalu pergi. Isis menulis beberapa hieroglif yang menyala di udara, dan sosoknya mulai menghilang. Waktu terputar lagi, dan semua orang mulai sadar.

“Mereka berdua hilang!”

“Hei, Lay juga tidak ada!” Jira baru sadar. Semuanya menoleh ke arah deretan anak-anak Healer. Ada Jira dan Moonbi, tapi ketua mereka hilang.

“Jangan-jangan, selama ini mereka telah memanggil para dewa?”

“Masuk akal kenapa selama ini dia mempelajari jalan hidup dan segala tentang Sekhmet.”

“Kejar mereka sebelum berhasil kabur!”

Semua anak mulai bergerak, tapi seseorang berteriak, “Berhenti!” Orang itu berlari ke depan, menghalangi semua orang.

“Lu? Kenapa?”

Orang itu, bisa ditebak (berkat beberapa petunjuk di cerita kemarin), ketua OSIS Rumah Seoul, Xi Luhan. Dia melihat lurus kedepan dan berkata dengan santai, “Inilah jalannya, yang terbaik.”

“Kau termasuk dari semua ini?”

“Bagaimanapun, ini demi seluruhnya.”

“Maafkan aku Luhan, tapi… Semuanya, serang!” seru seseorang di antara mereka. Tapi tidak ada yang bergerak. Xi Luhan adalah pemimpin yang mereka pilih secara sah, dan ma’at, keseimbangan, terletak pada kepemimpinan yang sah.

“Apa lagi yang kalian tunggu? Kenapa diam saja?”

Dan dengan perintah itu, mereka mulai menyerang meskipun ragu-ragu. Luhan adalah diviner alami, peramal sejak lahir. Dia tidak punya sedikit pun darah sihir atau kemampuan untuk membaca dan membuat kata-kata menjadi nyata. Jadi, Luhan adalah musuh yang tidak pantas, jauh lebih lemah dari siapa pun di Rumah Seoul.

Tapi dia pintar. Ilmu pengetahuan adalah senjata terhebat di dunia, dan kecepatan menyusun taktik adalah kemampuan miliknya. Dia mencabut sebuah belati dari balik rompinya dengan dua jari dan mengangkatnya tinggi-tinggi, seperti menyatakan perang. Melihat itu, keraguan hilang dan mereka mulai maju, nyaris mengepung Luhan. Itu berarti…

“SEKARANG!” perintah Luhan.

Sesuatu meledak di belakang mereka. Kabut hitam pekat menyebar dengan cepat, menghilangkan warna apa pun selain hitam pada penglihatan mereka semua. Sensasi dingin, gelap, dan hampa yang aneh menyelimuti ruangan.

“Ini—”

“Sihir nekromansi!” teriak Yongri. “Apa lagi tipuan kalian, hah?”

Ah Ra menarik tangan Ah Rin yang berdiri dengan bingung. “Kau bisa netralkan sihirnya, saeng?”

“Sihir ini…” gumam Ah Rin linglung dengan mata setengah terpejam.

“Bisa tidak?”

“Akan kucoba.” Energi dari Ah Rin membuat keadaan di sekitarnya semakin gelap. Tiba-tiba matanya terbuka. “Maaf.”

Energi itu meledak dan memerangkap Ah Ra, menenggelamkannya dalam kegelapan total. Ribuan bisikan kematian berdengung di sekitarnya. “Ah Rin!” serunya.

“Maafkan aku, kak.” Suara Ah Rin hilang.

Di tengah ketidakpastian dimana dirinya sekarang (karena gelap, atau bisa saja dia diperangkap di duat), Ah Ra memanggil avatar perangnya. Dia berhasil melakukannya dan Ah Ra sekarang melayang di tengah proyeksi tentara perang berwarna hijau. Avatar itu berhasil menerangi sedikit sekali ruangan.

“Sehun! Angin!”

Sehun mengangguk. Angin kencang datang, membuyarkan seluruh kabut. Semua orang masih ada di sana, kecuali Luhan, Ah Rin, Jongdae, Hyura, Marin, Min Gi, Yuhee, dan Kris.

“Kejar mereka sebelum terlambat!”

Yuhee’s Side

Jujur, ini menegangkan sekaligus menyakitkan.

Dikejar-kejar dan diburu oleh teman-teman yang serasa saudara sendiri. Kami tahu persis kekuatan mereka, jadi sepertinya ini seru.

“Kemana mereka bertiga?” seru Marin di tengah-tengah larinya.

“Entahlah!”

“Begini saja! Cari Baekhyun dan yang lain! Kami akan mencoba menahan mereka!” Jongdae menoleh pada Ah Rin dan aku. Kami berdua mengangguk, mengerti maksudnya.

“Baiklah.” Dengan cepat tim kami pergi. Tinggal kami bertiga dan para pengejar.          “Yuhee, kau tahu harus apa?”

“Apa?” tanyaku polos. Kadang, otakku tiba-tiba lemot di saat penting, tapi jangan salahkan aku. Untungnya, pembimbingku (semua tim kami punya satu dewa pembimbing, dan milikku adalah Ptah) memberiku pencerahan.

Manfaatkan kemampuanmu, kata Ptah. Dan kemampuanmu adalah mencipta, karena kau seorang sau.

Aku membongkar tasku. Tongkat sihir dan tongkat, bukan. Sebuah pisau, bukan juga. Jimat berbagai hewan—kulemparkan semuanya. “Ha-wi!” seruku, dan mereka mulai hidup, bersiap untuk melawan para pengejar kami. Aku kembali melihat tasku, dan isinya tidak terlalu penting kecuali beberapa shabti. Itu akan sangat berguna, tapi belum. Waktu menggunakannya bukan sekarang.

Jongdae dan Ah Rin memantrai para hewan itu—sebetulnya sih tidak perlu karena tadi aku sudah melakukannya, tapi Ahli Nekromansi tahu cara mempertahankan kehidupan dalam waktu yang cukup lama.

“Sebaiknya lari sekarang. Ini semua cukup untuk mengulur waktu,” kata Jongdae.

“Tapi mereka kemana?”

“Sudahlah! Lari dulu, atau kita akan dibunuh!”

Jadi kami lari keluar gedung asrama dan mulai mencari teman-teman kami.

Author’s Side

Peristiwa ini membuat Rumah Seoul bersiaga. Mereka berhasil mengatasi hewan-hewan milik Yuhee dan sekarang sedang melacak keberadaan para perantara dewa. Tapi hasilnya nihil. Ini semua terlalu tiba-tiba. Tapi tiba-tiba ini direncanakan, atau tidak direncanakan tapi rencananya datang secara tiba-tiba. Entahlah, memusingkan sekali. Terlalu banyak yang harus dipikirkan.

“Mau pergi kemana?” tegur seseorang.

Ah Ra berbalik. Seseorang itu ternyata Sehun. “Bukan urusanmu,” balasnya sengit.

“Katakan saja. Aku bisa jaga rahasia.”

Ah Ra ragu-ragu sejenak. “Aku mencari adikku. Aku harus bicara padanya. Sekarang, sebaiknya kau kembali.” Dia meneruskan langkahnya menembus pertahanan terakhir Rumah Seoul menuju kegelapan di luar.

 

To be continued…

Next Scroll : Sister Complex Secret

5 pemikiran pada “House of Life (Chapter 3)

  1. Aishh.. Masih bingung sama jalan cerita n pembagian kelompok nya!!
    Siapa aja yg memburu(?) dan diburu(?)?
    Jadi EXO member terpecah? Gitu?
    Akh!! Aku bingung!!!

  2. Nice post. I learn something totally new and challenging on blogs I stumbleupon on a daily basis.
    It will always be helpful to read through articles from other
    authors and use a little something from other
    websites.

Tinggalkan Balasan ke Clarence Batalkan balasan