Be With You

Be With You

 

Title: Be With You

 

Author: Allotropy Equilibria (@allotropy117)

 

Genre: drabble, romance, hurt

 

Main cast: Kris, Luhan, Yoona

 

Length: ficlet, drabble

 

Rating:  PG

 

Disclaimer: Kris dan Luhan juga Yoona milik Tuhan dan mereka memiliki diri mereka masing-masing :”> Saya hanya memiliki alur cerita abal ini saja. Ide murni keluar dari sel-sel kelabu dalam otak saya. Pernah di-publish di exo fp

 

Warnings: Shounen Ai a.k.a boyxboy. Don’t like? Don’t read. Simple, eh?

Enjoy the story guys~

(Eh iya, setting tempatnya kira-kira begini: http://3.bp.blogspot.com/-kZ9z7BpunEQ/TuH-ruilF0I/AAAAAAAAAP4/LxK3SGgsF4w/s1600/contoh+atap+di+sekolah+jepang+dalam+anime.JPG )

.

.

.

 

Be With You

 

.

Langit mendung. Tak terlihat warna biru sedikit pun. Hanya gumpalan awan kelabu. Sejak pagi, suasananya memang begitu. Tidak hujan, sih. Tapi, seharian itu suasana seolah jadi muram. Meski begitu, aku menyukainya. Aku lebih suka menatap awan yang bergulung itu, ketimbang cahaya matahari yang bersinar cerah. Well, aku tahu seleraku aneh. Tapi, aku tak bisa menahan diriku untuk menyukai suasana melankolis ini.

Dari atas atap sekolah begini, aku bisa melihat kabut tipis yang menggantung menutupi bangunan-bangunan di bawahku. Hembusan angin musim gugur yang membawa daun-daun kering, membuatku semakin menyukai tempat persembunyianku ini.

Hahaha… aku terdengar seperti orang yang sangat pesimistis, ya? Yah… biarlah. Tapi, aku memang lebih menyukai sakura yang sedang gugur daripada saat ia mulai mekar. Bagiku, saat itu sakura begitu cantik… dan mempesona. Aku tak bisa menghentikan diriku mengagumi hal itu. Karena sakura yang gugur itu… seperti dirinya.

Aku tidak ingat sejak kapan aku tersihir pesonanya. Yang kutahu, kami menjadi teman dan rasa ingin melindungi tumbuh dalam hatiku.

“Mian, aku terlambat. Apa kau sudah lama menunggu?” tanya sebua suara dari bawah.

Suara itu… sangat familiar di telingaku. Aku bangkit dari posisi tidurku dan melongok ke bawah. Benar saja, dia ada di sana, bersama seorang gadis manis berambut hitam sepunggung. Hei – sejak kapan gadis itu di sana? Aku tidak mendengar kedatangannya. Apa tadi aku tertidur? Yah, sudalah….

“Luhan-ssi,” sahut gadis itu. “Ani… aku juga baru datang…”

Luhan tersenyum. “Syukurlah,” ujarnya.

Gadis itu bersemu merah. Ya… tentu. Kurasa, siapapun akan meleleh diberi senyum olehnya. Mungkin, senyum itu jugalah yang menyihirku. Ah – tidak. Bukan hanya senyumnya. Sifatnya yang baik itulah yang menjadi magnet.

Xi Luhan. Aku berteman dengannya sejak kelas 1. Selama 2 tahun bersama, aku sangat sadar bahwa banyak gadis yang menyukainya. Dia bukan tipe laki-laki keren dengan penampilan yang ‘so fashionable’. Gaya berpakaiannya sederhana saja. Kasual. Wajahnya juga sebenarnya bukan tipe yang dapat membuat orang terbentur tembok karena tak bisa melepas pandang. Dia manis, tentu. Dan…senyum ramahnya serta sikapnya yang perhatian itulah… yang membuat orang-orang terkesan, sehingga perlahan menumbuhkan rasa cinta.

Memang dia tipe yang tak bisa diam barangkali. Sejak kelas 1, dia sudah mengikuti banyak ekstrakulikuler. Dan karena dia cukup aktif dalam berbagai kegiatan, ia semakin terkenal. Akibatnya, penggemarnya makin banyak saja. Mulanya hanya rasa kagum atas kinerjanya yang apik dan sifat bertanggungjawabnya. Tapi, lama-lama mereka jadi sadar bahwa Luhan memiliki pesona tersendiri. Bagaimana aku bisa tahu? Well, kurasa instingku cukup bagus. Dan karena aku salah satu yang terkena syndrome pesona Luhan, maka aku bisa menyadari siapa lagi yang sama-sama menjadi korbannya. Kesannya dia jahat, ya? Tapi, tidak. Bukan salahnya memiliki pribadi yang begitu menarik.

Tanpa disadari oleh dirinya sendiri, Luhan menjadi salah satu siswa yang populer di antara para siswi. Sering aku mendapati yeoja-yeoja itu membicarakan Luhan. Tak jarang pula aku melihat gadis-gadis yang menembak Luhan.

Aku tak mengerti kenapa, tapi tak ada satupun dari yeoja-yeoja itu yang berhasil menjadi kekasihnya. Kadang Luhan mengeluh padaku. Ia bilang, ia tidak mengerti kenapa yeoja-yeoja itu mau menembaknya. Ia sering merasa bersalah setiap kali menolak mereka. Akan tetapi, saat kutanya kenapa ia tidak menerima salah satu dari mereka, Luhan hanya terdiam.

Kurasa gadis bersurai kelam sepunggung itu salah satu dari mereka yang tetap gigih ingin menaklukkan hatinya. Karena gadis itu terlihat sangat gugup dan bergerak-gerak gelisah di hadapan Luhan.

“Ada perlu apa kau memanggilku ke atap sekolah, Yoona-ssi?” tanya Luhan.

Dan kalimat pernyataan cinta pun meluncur dengan terbata-bata dari mulut Yoona. Wajah manisnya terlihat sangat merah.

Angin musim gugur kembali berhembus, membawa kelopak sakura yang tumbuh di halaman depan sekolah. Setelah terdiam beberapa saat, kudengar Luhan menghela napas panjang.

“Gomawo,” ujarnya. “Aku senang kau memiliki perasaan itu untukku… Tapi… Mianhe. Aku tidak bisa menjadi namjachingumu.”

Benar, kan? Lagi-lagi ia menolaknya.

 

Yoona menatap Luhan dengan tatapan sedih. “Wae?” bisiknya lirih. “Apa… apa kau punya seseorang yang kau sukai?”

Luhan terlihat agak terkejut ditanya begitu. Tapi, ia hanya tersenyum sebagai jawaban. Gadis itu tertunduk. “Geure yo? Aku mengerti…. Sampai nanti….” ujarnya lalu berlari masuk ke dalam bangunan sekolah. Meninggalkan Luhan yang kembali menghela napas panjang.

Aku kembali membaringkan tubuhku dan menjadikan tanganku sebagai sandaran. Sering aku bertanya-tanya, ‘Apakah dia juga akan menolakku, jika aku yang ada di posisi gadis itu?’

Ah, dasar aku bodoh. Tentu saja dia pasti menolakku. Mana mungkin dia memiliki penyimpangan yang sama denganku, kan?! Haaahhh… aku sering iri pada yeoja-yeoja itu. Pada mereka yang bisa dengan bebas menunjukkan rasa sukanya. Andai aku pun bisa dengan bebas mengutarakan perasaanku ini….

Well, mungkin bisa saja – seandainya aku begitu tak tahu malu dan siap mendapat flame dari orang-orang. Akan tetapi… kusadari bahwa ternyata aku pengecut. Aku takut bagaimana reaksi orang-orang bila mengetahui perasaanku pada Luhan. Tapi sesungguhnya, aku paling takut mengetahui bagaimana reaksi Luhan. Aku selalu takut dia akan membenciku dan kami tak lagi berteman. Aku takut kehilangan dirinya di sisiku… Namun terkadang, aku tak bisa menahan gemuruh perasaanku yang meluap…

“Aahh… harusnya aku sudah menduga kau ada di sini,” ujar seseorang.

Aku mendongak dan mendapati Luhan tengah berdiri dan menunduk menatapku.

“Kau melihat yang tadi?” tanyanya sambil duduk di sebelahku.

“Hmm,” sahutku masih tetap berbaring.

Kami terdiam, membiarkan keheningan mengisi ruang di antara kami. Sebenarnya, aku ingin sekali mengetahui alasan kenapa Luhan tak pernah menerima salah satu dari gadis itu. Apa memang karena ia sudah memiliki seseorang yang disukainya? Kalau begitu siapa? Sungguh, aku sangat ingin mengetahuinya.

Di langit, awan-awan kelabu perlahan menipis. Di arah barat, matahari mulai terbenam. Cahayanya yang berwarna jingga menembus tirai awan. Aku menatap Luhan lekat. Sinar matahari terbenam yang mengenai wajahnya membuat ia semakin mempesona di mataku.

“Indah ya?” tanya Luhan, tiba-tiba menoleh padaku sambil tersenyum.

Aku bangkit duduk dan ikut menatap matahari terbenam itu. “Yah….,” gumamku dan membalas senyumnya.

Ia tak pernah tahu. Biarlah. Meski perasaan ini terus menggerogotiku sampai rasanya dadaku bisa meledak kapanpun… aku akan tetap menjaganya. Meski dia tidak tahu. Asalkan bisa tetap bersamanya seperti ini…. Aku rela….

.

Fin(?)

.

.

.

.

Luhan’s POV

 

 

Hari semakin sore. Kurasa ini sudah waktunya matahari terbenam. Sayangnya, awan yang bergulung di langit menghalangi saat-saat yang pastinya indah itu.

Aku kembali menghela napas panjang. Lagi-lagi aku melakukannya. Baru saja. Lagi-lagi aku menyakiti hati seorang gadis. Tapi… aku memang tidak bisa. Aku juga tidak tahu kenapa. Bahkan saat Kris bertanya pun… aku tak bisa menjawab. Bukan karena aku tak mau memberitahunya. Tapi… aku sendiri juga tak tahu apa jawabannya.

Sejujurnya aku tidak mengerti kenapa mereka mau menyukaiku. Aku kan, hanya siswa biasa. Nilaku tidak begitu menonjol. Wajahku juga tidak istimewa. Hyung-ku bahkan kadang meledekku, katanya wajahku seperti cewek. Haish…. Oke, aku memang sama sekali TIDAK keren!

Kalau begitu kenapa?

Yah… bukannya aku tidak mau disukai oleh mereka…. Aku senang, tentu saja – sampai Yoona-ssi yang manis itu juga!? Tapi… aku tidak bisa. Aku tidak mau menyakiti mereka, tapi aku juga tidak bisa jika harus berpacaran dengan mereka.

Apa karena ada seseorang yang kusukai? Entahlah. Aku tidak mengerti yang seperti itu.

Menurut penilaianku pribadi, justru seharusnya mereka menyukai Kris, kan? Dia keren… ngmm… yah… agak jutek dan belagu, sih… tapi, dia kan, keren? Aku terkekeh geli. Kurasa sebenarnya banyak juga yang menyukai Kris, tapi dia terlalu cuek sih… Apa siswi-siswi itu berpikir dua kali untuk mengajaknya berpacaran karena kalau jadi kekasihnya harus siap mengurusnya dan tahan dengan sikapnya yang super dingin itu? Hehehe… Kalau aku jadi mereka, aku tidak akan berpikir dua kali. Karena meski terlihat sangat cuek dan dingin, Kris sebenarnya baik dan perhatian.

Ah, kalau jam segini biasanya Kris ada di atas atap sekolah, kan? Aku mencarinya dan menaiki tangga menuju atap gudang yang letaknya lebih tinggi. Benar, kan? Dia ada di sana. Mungkin sedang tidur, ya…

Aku mendekatinya dan duduk di sebelahnya. Kurasa aku mengerti kenapa dia sangat suka tidur di sini. Tempatnya memang tenang, membuat perasaan jadi nyaman…

Aku menyandarkan kepalaku pada lutut dan menatap awan-awan yang mulai menipis. Memang salahku karena mengambil terlalu banyak ekskul untuk diikuti. Saat kelas 1 sih, tidak apa-apa. Tapi, saat kelas 2 ini… tugasku semakin berat. Rasanya lelah sekali….

Entah kenapa, aku juga baru menyadarinya sih… Rasanya… berada di dekat Kris membuatku nyaman. Melihat sikapnya yang acuh seolah semua masalah tak ada apa-apanya bagi dia, membuatku kembali bersemangat dan mendapat energi untuk menghadapi permasalahanku.

Kira-kira Kris sadar tidak, ya, bahwa keberadaannya sangat berarti…?

“Indah, ya?” ucapku pada Kris. Ia duduk dan ikut menatap matahari terbenam di ujung barat sana.

“Yah…” sahutnya sambil tersenyum lembut.

Mungkin orang-orang tak akan percaya kalau kuceritakan Kris tersenyum dengan begitu lembut seperti tadi. Apa itu artinya aku adalah satu-satunya orang yang mendapat kehormatan melihat senyum itu? Sebuah senyum yang terukir sempurna di wajahnya yang ber-rahang kuat. Mata tajamnya yang menjadi halus….

“Apa kau punya seseorang yang kau sukai?”

 

Bolehkah aku menjawab…. “Kris?”

 

 

.

.

.

Fin.

.

.

A/N:  Halo, ketemu lagi sama ff ngaconya Allotropy kekeke…. Pendek ya? Yah, maklumlah, Cuma drabble… Mian kalo feel-nya ga nyampe…

Gomawo sudah bersedia baca.

Well, dinanti komennya readers-nim~~

7 pemikiran pada “Be With You

Tinggalkan komentar