House Of Life (Chapter 4)

Title              : House of Life 4th Scroll

Sub-title          : Sister Complex Secret

Author            : Kim Ah Rin

Main Casts     : Penghuni Rumah Seoul & lainnya

Other Casts    : Bisa dilihat

Length            : Chaptered

Genre              : Fantasy, Romance, Action, Friendship

Rating                         : T

Disclaimer      : cuma punya Author seorang, jangan asal klaim. Susah weh bikinnya.

Part 4

Didedikasikan spesial untuk eonnie-ku, Kim Ah Ra. Nyaris sesuai ekspektasi dan permintaanmu, kan? Tapi kuputar-putar ceritanya. Hahaha… Baiklah, selamat membaca.

 _____________________

            “Halo kak.”

“Kau yakin?” Ah Ra bukan tipe orang yang suka basa-basi. “Ini terlalu berat. Bahkan buatmu.”

“Melakukan hal di luar batas kemampuan adalah hal biasa bagiku.”

“Kau harus berhenti sekarang, atau lebih buruk. Aku tidak mau—” kata-kata Ah Ra terputus. “Kejadian itu terulang, apalagi padamu ketika hanya kita yang tersisa.”

“Yang ini tidak akan terulang,” kata Ah Rin yakin. “Percayalah padaku.”

Kakak beradik ini saling menatap, membaca pikiran masing-masing. Mereka terlihat berbeda, sehingga sulit percaya mereka bersaudara. Akhirnya Ah Ra menghela napas panjang. “Aku tidak akan memaksamu.”

“Karena walaupun eonnie memaksaku, aku tidak akan mengubah pilihan.”

“Kau dongsaeng yang bebal.”

“Terima kasih banyak atas pujiannya.”

“Ah Rin, ini mungkin terakhir kalinya aku bisa bicara dengan bebas padamu. Dewan akan menyuruhku memburu kalian.”

“Dan kau, sebagai kakakku yang patuh, akan menurutinya. Bukan begitu?”

“Tunggu! Apa maksudmu?” suara Ah Ra meninggi.

Adiknya tidak terganggu sama sekali. Dia menanggapi emosi sang kakak dengan santai. “Bukankah kalimatku sudah jelas? Kim Ah Ra, seorang juru tulis Dewan Kehidupan, akan mematuhi perintah itu dan mengabaikan fakta bahwa dia akan membunuh adiknya sendiri.”

“Bukan itu yang kuinginkan!—” dan sebuah pohon di samping mereka meledak. Ah Ra diam. “Bagus. Kita melakukannya lagi.”

“Mengapa aku memiliki masalah yang begitu rumit?” gumam Ah Rin.

“Baiklah. Aku akan coba mengulur waktu, sebagai hadiah terakhirku pada kalian. Pergilah ke Brooklyn dan cari bantuan. Setelah itu… Aku tidak menjamin.”

“Kau tahu masalahnya lebih rumit dari itu, eonnie. Kau tahu, dan dengan kesetiaanmu yang buta terhadap Dewan, kau mengabaikannya.”

“Sudahlah, diam. Atau kita akan meledakkan lebih banyak pohon dan membuat kalian terlihat. Sebaiknya aku pergi sebelum Sehun membocorkan ini.”

“Apa? Sehun?” kebencian baru masuk dalam suara Ah Rin. “Percaya padanya, sementara kau tidak ingin percaya padaku dan masalah yang akan seluruh dunia hadapi.”

“Terserah kau saja.” Ah Ra berbalik dan menjauh, kembali ke Rumah Seoul. Ah Rin hanya bisa melihat dari jauh.

Anubis, aku butuh bantuan. Dan kuharap kau bisa melakukan hal lain selain sihir dengan kain mumi, kata Ah Rin.

            Mereka tidak jauh dari Rumah Seoul, tentu. Para pelarian ini memilih pertahanan di dalam hutan yang tidak dikenal karena itu merupakan tempat bagus untuk sembunyi.

“Tempat ini mudah ditebak. Kita harus membuka portalnya sebelum mereka menangkap kita,” kata Kris.

“Aku setuju, lebih cepat lebih baik. Dan kakakku akan mengulur waktu. Jadi, kemana tujuan kita?”

“Tentu saja Rumah Brooklyn. Mereka akan mendukung kita sepenuhnya. Lagipula, di sana ada saudaramu kan?”

Ah Rin mengangguk. “Ya, keluarga Kane adalah saudaraku, secara jauh. Kami sama-sama memiliki darah Ramesses. Tapi dari sini ke Korea Utara jauh sekali, lagipula negara kita tidak terlalu akur dengan mereka. Dan aku yakin langkah pertama mereka adalah menghubungi seluruh Nome dan memblokir portal. Jadi sebaiknya kita bergerak cepat.”

“Ada yang kau sembunyikan,” kata Jongdae blak-blakan. Ah Rin menatapnya, Aku akan cerita nanti. Diamlah.

“Sebaiknya kalian istirahat. Besok akan jadi hari yang berat.”

            “Ada apa?”

“Aku tidak tahu bagaimana cara kalian membantuku, tapi aku akan bicara.” Ah Rin menceritakan pertemuannya dengan kakaknya tadi pada Jongdae dan Homin serta Anubis, dewa yang sedang menjadikannya perantara. Begitu tahu masalahnya, semua diam berpikir.

“Jadi, Ah Ra tidak berpikir rasional,” putus Homin.

“Bukan, bukan tidak berpikir rasional, Homin.” Ah Rin memejamkan mata. “Aku ingat perkataan nenekku ketika kami dikirim ke Rumah Kehidupan, ‘Dewan adalah satu-satunya tempat yang aman. Mengabdilah pada mereka.’ Yah, aku sudah melanggarnya, tapi kakakku itu takkan berani. Dia percaya pada kalimat itu, dan patuh.”

“Tapi dia sudah berjanji mengulur waktu. Kita hanya bisa berharap dia menepati janjinya,” kata Anubis berusaha bijak.

“Ya, dia berjanji. Tapi dia bicara dengan Sehun. Aku tidak tahu apa yang salah, tapi… aku tidak suka dengannya. Ada yang benar-benar salah dengan Sehun, tapi aku tidak tahu apa. Membuatku pusing.”

“Sama,” kata Jongdae. “Sehun, aku tidak tahu cara mengatakannya, tapi… Ada yang aneh. Aku bisa merasakan satu perasaan, em, bagaimana ya aku menjelaskannya?”

“Aku juga merasakannya,” timpal Homin. “Mungkin kata yang tepat adalah takut. Dia sedang takut, entah apa alasannya.”

“Kurasa aku tahu apa yang terjadi padanya,” simpul Anubis tiba-tiba. “Tapi… tidak sekarang.”

            Mereka butuh satu setengah jam untuk mencapai Korea Utara. Di sana, ada sebuah obelisk dan itu adalah obelisk terdekat dari Rumah Seoul. Permusuhan antara kedua negara korea ini membuat semuanya makin rumit, tapi dengan sedikit manipulasi (pikiran manusia memang mudah ditipu) akhirnya mereka sampai.

“Di sini? Kenapa?” tanya Hyura. “Ini bukan obelisk asli.”

“Tentu saja obelisk asli,” kata Marin.

“Tapi ini kan bukan milik Mesir!”

“Orang Mesir adalah arsitek yang sangat baik. Mereka membuat bangunan yang simbolis, seperti misalnya piramida atau obelisk. Dan setiap bangunan yang berbentuk seperti itu menyimpan darah dari mesir. Seperti menara ini.” Kris mengamati Juche Tower di depannya.

“Cepatlah. Semakin cepat ke Brooklyn, semakin—”

“Tanah!”

Seketika bumi berguncang. Semua nyaris jatuh, tapi mereka segera siaga.

“Baekhyun, buka portalnya! Cepat!” desak Homin.

Yang tadi itu Xiumin. Dia datang bersama anak-anak Kelas Elemental yang tersisa dan Ah Ra (yang diam-diam bicara tanpa suara dengan Ah Rin).

Homin mulai berteriak, “Kau bilang—”

“Api!” Suho mulai menyerang, tapi Hyura dan Kris cukup baik dalam mengatasinya dan malah membalik keadaan. Ah Ra bertarung dengan Min Gi, sementara Xiumin, Hyurin, dan Sehun menghadapi sisanya. Dari belakang terdengar suara Baekhyun yang mengutuk obelisk itu, “Batu sialan! Buka portalnya!”

Kau mau kemana? tanya Isis dalam kepalanya.

Amerika, sedekat mungkin dengan Brooklyn, terserah!

Pusaran pasir mulai terbentuk; portal yang akan membawa mereka ke Amerika, entah yang mana.

“Ayo pergi!”

“Kalian tidak boleh pergi ke mana-mana,” geram Hyurin, tapi jelas ada semacam nada bingung dalam suaranya.

“Hyurin, kita teman, kan?” tanya Hyura. “Teman tidak boleh saling serang. Kita benar-benar teman, kan?”

“Jangan dengarkan dia,” kata Xiumin tegas.

“Kalian, cepat!”

Satu persatu para titisan dewa melewati portal, menyisakan Ah Rin yang menatap benci pada Sehun dan melompat ke dalam portal. Juche Tower pun menutup.

Ah Rin’s Side

Bagaimana rasanya melewati portal? Yah, terima kasih sudah bertanya. Kuharap portal sihir lain lebih nyaman dipakai.

Portal Mesir itu panas. Rasanya seperti disedot pusaran kencang pasir isap kering yang panas. Dan begitu keluar, tubuh kami ditutupi pasir.

“Untung sudah malam. Kalau siang…”

“Kenapa di sini, Baekhyun?”

“Tidak tahu! Aku minta pada Isis untuk membawa kita ke Amerika, dan disinilah kita.”

Mereka terdampar di belakang Metropolitan Museum of Arts, di Manhattan. Tepat di depan mereka, sebuah obelisk berdiri.

“Dari sini ke Brooklyn tidak jauh. Tapi ini daerah berbahaya, bukan milik Mesir.” Homin menatap gelisah pada angkasa, dan aku bersumpah aku melihat kuda terbang melintas. “Ini daerah yang lain.”

“Ya. Ini teritori—”

“Yunani,” timpal seseorang di belakang. “Selamat datang di wilayah kami. Apa kalian turis?”

Aku kenal suara itu. “Bisa dibilang begitu, Thalia.”

Orang itu mendekat sambil tertawa. Dia seorang gadis dengan rambut coklat pendek yang dipotong asal-asalan dan mata hitam. Kalau melihat penampilaannya saat ini, tidak ada yang akan menganggapnya berbahaya. Kalau di medan tempur, lain lagi. “Mau tur keliling?”

“Eh, tidak, terima kasih,” kata Homin menolak. “Siapa kau?”

“Sedikit perkenalan. Aku Thalia Grace, seorang demigod Yunani, putri Zeus. Aku mengikuti Artemis, jadi aku tinggal bersama para pemburunya yang lain. Kutebak kalian ingin pergi ke Brooklyn?”

“Tentu saja! Memangnya kami mau kemana lagi?”

“Aku takkan mengganggu,” kata Thalia. “Tapi kalau kalian ingin bantuan, datangi saja daerah Long Island, atau temui saja adikku.”

“Terima kasih atas tawarannya,” sahut Hyura.”

“Kita harus cepat.”

“Kalau begitu ayo.”

Tak ada tumpangan, jadi kami harus ‘meminjam’ mobil yang kebetulan kosong dan Kris yang paling tinggi harus menyetir. Kuakui, New York memang bagus. Kami melewati 5th Avenue, berbelok ke East 79th Street, dan meluncur di FDR Drive.

“Tidak ada yang mengikuti kita, kan?”

“Portal tidak bisa digunakan kembali dalam rentang waktu dua belas jam,” kata Kris sambil membelokkan mobil ke East Houston dan menaiki Jembatan Williamsburg. “Kalian boleh lega sekarang. Kita sudah di daerah Mesir.”

“Kabar bagus.”

Dalam waktu lima belas menit, mereka sudah sampai di depan Rumah Brooklyn.

“Hei, kalian datang,” kata seorang wanita muda. “Darurat, hm?”

“Sadie! Bagaimana dengan Carter dan Bast?”

“Kakakku? Masih mengajar murid-murid. Kalau Bast—”

“Aku di sini!” Bast datang. Sekedar informasi saja sih, Bast adalah Dewi Kucing Mesir, Mata Ra, Dia Yang Melawan Kekacauan. Dia memakai baju ketat pesenam bercorak macan tutul, matanya adalah mata kucing, dan senyumnya khas senyum kucing. Kadang dia menjadi koki, tapi jangan berharap banyak darinya. “Selamat datang, teman-teman! Harinya sangat cerah.”

“Ya, cerah sekali,” tanggap Homin.

Carter muncul dari dalam. “Kris, kukira kau belum boleh menyetir.”

“Sebenarnya sudah boleh, tapi aku ragu polisi di sini akan menerima SIM Korea.”

“Mobil kalian bagus,” komentar Bast. Menurut cerita Sadie dan Carter, Bast menyukai mobil. Aku tidak bisa menyangkal, mobil ‘pinjaman’ itu memang bagus. “Ada hal penting sehingga kalian datang?” lanjutnya.

“Ini amat, sangat penting,” kata Luhan dengan menekankan kata amat sangat.

Ah Ra’s Side

Oke, biar kuluruskan, bukan salahku kan?

Aku memang berjanji untuk mengulur waktu, dan aku melakukannya dengan baik. Malahan anggota Rumah Seoul berencana untuk mengejar mereka lima menit sesudah aku kembali ke Rumah. Tapi dengan usahaku, mereka menundanya.

Rumah Seoul jadi sepi. Tidak ada lagi Baekhyun dan Chanyeol yang saling mengejek satu sama lain, Marin yang kadang membawa kucingnya kemana-mana, Kris yang setiap minggu mengadakan pertunjukan buaya (aku tahu. Aneh?), Hyura yang selalu bertengkar dengan Sehun dan kompakan dengan Hyurin, Min Gi yang pendiam di kelas, Yuhee yang sangat membantu dalam persenjataan, Jongdae dan Ah Rin yang selalu bersama-sama dengan Jaehyun dan Homin, Lay yang sarkastik, bahkan posisi ketua OSIS yang ditempati Luhan sekarang kosong.

“Sedang apa?”

Aku melirik Sehun yang sekarang ikut berdiri di tepi balkon. “Tidak usah ikut campur,” kataku mencoba menirukan Lay.

“Sudah sepantasnya. Lagipula, kita kan sahabat. Kenapa?”

“Hh. Adikku.”

“Oh.”

“Aku sudah bicara dan tanggapanmu hanya ‘Oh’?” kataku sok merajuk. Benar-benar bukan aku. Apa aku salah minum obat kemarin?

“Lalu aku harus komentar apa? Ada masalah apa dengan adikmu?” tanya Sehun, semakin menunjukkan keingin tahuannya.

“Aku tidak tahu kenapa dia terlibat dalam ini. Aku… kami tahu kalau kami adalah keturunan Firaun, tapi setelah kejadian itu, dia masih nekat.”

“Kejadian apa?”

Aku menatapnya sekilas. Apa dia bisa dipercaya?

Author’s Side

“Tidak usah mengkhawatirkan Ah Ra.”

Ah Rin menghela napas sesaat, lalu cemberut. “Dia kakakku. Sudah sewajarnya aku khawatir. Dia akan dijadikan target, Baekhyun.”

“Target? Untuk apa? Dia tidak ikut kan?”

“Memang tidak. Tapi, dia salah satu keturunan Firaun juga, dan para dewa senang menggunakan mereka.”

“Jadi,” cetus Baekhyun, “kau khawatir kakakmu akan terseret masalah jika dia menarik perhatian seorang dewa dengan sengaja.”

“Yep. Apalagi setelah kejadian—” Ah Rin menahan lidah. “Aku tahu batas kekuatanku, dan aku sanggup. Tapi Ah Ra eonnie? Aku tidak yakin.”

“Kejadian? Kejadian apa?”

“Aku percaya padamu, jadi aku akan cerita.”

            Setelah cerita itu, Baekhyun diam. “Masalah kalian rumit.”

“Ya. Tapi masalah yang kita hadapi lebih rumit. Iya kan, Isis?”

Dia mungkin sudah dicegah oleh Ra, tapi Ra sudah tua. Kita semua, perlu mendukungnya, kata Isis.

“Dia? Dia siapa?” Baekhyun mengerutkan kening.

“Masa tidak tahu? Dia. Kekacauan.”

“Maksudmu Set? Sang Letnan Ra akan menyerang Firaunnya?”

“Bukan, bukan Set. Maksudku… Dia.”

“Maksudmu dia?” kata Baekhyun dengan amat sangat spontan dan nada ngeri yang traumatis. “Bagaimana bisa? Ra sudah menyegelnya lagi, kan?”

Sudah kubilang, Ra sudah terlalu tua, Isis berkata lagi. Sihirnya tidak cukup. Kami perlu bantuan.

“Tidak ada dalam sejarah mana pun bahwa para dewa meminta tolong pada manusia,” kata Sadie yang muncul tiba-tiba, “tanpa sesuatu di baliknya. Apa maumu kali ini, Isis?”

Sadie Kane! Senang bertemu denganmu! seru Isis setengah dendam. Tidak ada apa-apa, hanya menjaga semesta agar tidak kacau, terima kasih padamu.

“Eh, apa maksudnya?” Luhan masuk. “Terima kasih padamu?” katanya mengutip kalimat Isis.

“Tidak ada apa-apa,” kata Sadie. “Soal Ra. Kau ingat kenapa Ra berhenti menjadi firaun?”

Luhan menjawab ragu-ragu, “Karena Isis mengetahui namanya.”

“Dan kau tahu bagaimana Isis mengetahuinya?” tanya Sadie lagi.

“Seingatku, Isis menciptakan ular untuk menggigit kaki Ra,” kata Lay yang masuk sesukanya. “Dan tidak ada yang bisa menyembuhkannya. Isis dengan sikapnya yang—sebaiknya tidak usah kusebutkan, memberitahu Ra bahwa dialah yang bisa menyembuhkannya, dengan menggunakan nama sejati Ra. Setelah dia mengetahuinya, ya, dia memang menyembuhkan Ra. Tapi dengan begitu…”

“Dia menjebak Ra,” tebak Baekhyun, “dan memaksanya turun takhta.”

“Ya. Dan Osiris menjadi raja,” lanjut Sadie. “Tapi aku dan kakakku mengembalikan Ra ke singgasananya serta melengserkan Horus.”

Karenamu, kita memiliki seorang dewa jompo sebagai pemimpin. Ya, aku sangat menghargainya, kata Isis.

Tutup mulutmu, Isis, sahut Sekhmet; dia Dewi Singa Besar Mesir, mendiami tubuh Lay. Kau sudah bersumpah setia. Dia adalah raja kita yang sah. Berhentilah mengeluh.

Aku tidak mengeluh! protes Isis. Sebaiknya kita memikirkan cara menghentikan dia. Dengan bantuanku, anak ini akan menjadi hebat. Bukankah begitu, keponakanku?

Baekhyun merinding seketika, lalu menggeleng. Sudah jelas Isis hendak memakinya, tapi Baekhyun membekap mulut Isis dengan tangan khayalannya. Dan akhirnya Isis menjadi tenang kembali.

Kita benar-benar harus membicarakan ini, desak Isis. Akan datang ekuinoks musim dingin, dan saat itulah Dia menjadi kuat.

“Tapi kenapa? Apa rencanamu, Isis?” tuntut Sadie.

Baekhyun bisa merasakan Isis tersenyum muram namun girang dan bersemangat luar biasa. Kau akan tahu nanti, ujar Isis misterius. Ah Rin bisa memberitahumu apa yang terjadi, apa yang dia dan saudaranya ketahui. Itu berhubungan dengan rencana besarku.

Ah Rin tersenyum masam ketika semua orang di ruangan itu langsung menoleh padanya. “Iya, aku tahu nyaris semuanya.”

“Jadi, Ah Ra juga tahu?”

“Tentu saja. Seluruh keluarga kami tahu rahasia itu. Semacam dongeng anak-anak yang diceritakan secara turun temurun. Aku tidak pernah tahu dongeng itu bakal jadi nyata, setidaknya, dalam hidupku. Sebagai sebuah dongeng anak-anak…” Ah Rin berhenti sejenak, “akhirnya tidak terlalu bagus. Bukan seperti kebanyakan cerita yang berakhir bahagia.”

“Tidak pernah ada cerita yang benar-benar berakhir bahagia.”

To be continued…

Next scroll : Necromancers Works

4 pemikiran pada “House Of Life (Chapter 4)

  1. Akhirnya, sudah keluar juga fanfic ini T^T betapa kangennya~ *terbang*
    Sister complexnya memang ribet ya, beda banget ade sama kakaknya -.-
    Ditunggu next part!

  2. Wow wow wow wow!
    Akhirnya publish juga. Gilaa jadi makin bikin penasaran!!!

    Makasih untuk chapter ini Ah Rin saengi, aku suka sekali dengan watak Ah Ra di sini 😀 dan tanpa kita bertemu pun, sedikit banyak kau seperti mengenalku *seperti kepatuhan pada Dewan*

    Jadi, Sehun sudah terlihat bermasalah ya 😦

    Aku tunggu chapt selanjutnya! 😀

    Pesanku *as Ahra* : Hati-hati di Brooklyn, jaga Baek untukku ya haha. . .

    NB. Sekali lagi aku mau bilang kalau aku suka banget sama gaya tulisanmu 🙂 XOXO

  3. harus mutar otak untuk baca ini. apa aku harus tau tentang dewa-dewi dulu lalu baca ff ini? banyak nama-nama yg gak aku ngerti -..- tapi Ra aku tau hehe. trus saat ada dialog aku rada bingung awalnya, itu siapa lagi ngomong dengan siapa -_-v tiba-tiba nyambung gitu ._. tapi keren banget hehe. akhir-akhir ini lagi suka tentang dewa-dewi /? next ‘-‘)/

Tinggalkan Balasan ke ardah Batalkan balasan