Love Guarantee (Chapter 5)

Love Guarantee (Chapter 5)

love-guarantee- 

Author : RahmTalks

Genre  : Romance, Sad, Comfort

Length : Chapter | Status : On going

Rating  : PG-16

Casts : Choi Nayoung | Byun Baekhyun | Do Kyungsoo | Park Kyura

 

===

Its time for him to end his scars.

 

 

Love is complicated. But keep the love is a struggle.

Does she still keep her love for him? Sure she does.

No! Sure she will. She will try to love him again.

And there will be no scars anymore.

===

 

Keesokan harinya Baekhyun sengaja melarang teman-temannya untuk turut menjemput Kyungsoo dan ternyata itu tak sesulit yang ia bayangkan, karena kebetulan teman-temannya sedang ada acara. Ia juga sengaja untuk tidak memberi tahu Kyura bahwa ia sudah berangkat.

“Bagaimana keadaan ayahmu?” Ucapnya sambil menginjak gas.

“Kondisinya akhirnya membaik. Mungkin beberapa tahun kemudian aku baru ke sana lagi.”

“Oh. Syukurlah kalau begitu. Lalu, apakah ahjumma semakin cantik?” Perkataan Baekhyun diiringi tawa ringan dari bibirnya. Seolah semua sedang berjalan seperti biasanya.

“Molla. Dia nampak lebih kurus, mungkin terlalu memikirkan keadaan suaminya yang sakit-sakitan. Tapi ia tetap cantik karena mana mungkin aku yang tampan ini memiliki eomma yang tidak cantik.”

“Bagus. Rupanya ajaranku sudah mulai melekat pada dirimu.” Kata Baekhyun sementara Kyungsoo hanya memasang ekspresi malas, namun ada sedikit senyum yang ia sembunyikan.

Baekhyun tidak mengantarnya pulang, tidak juga mengundang Kyungsoo ke rumahnya seperti kebiasaan mereka, melainkan mengajaknya ke cafe karena memang ada yang ingin ia bicarakan.

“Tadi malam aku mampir ke rumahmu.” Ucapnya sambil menyedot capuchino float dari gelasnya.

“Kau?!” Pekik Kyungsoo diiringi ekspresi panik dari wajahnya. Untung ia tidak sedang memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya, karena ia bisa dipastikan tersedak.

“Gwaenchana. Aku tahu kau tidak bermaksud untuk melakukan ini semua. Mungkin aku akan melakukan hal yang sama jika aku tinggal bersama seorang yeoja di rumah. Berdua saja.” Kalimat Baekhyun hampir tanpa penekanan. Ia bersikap sangat santai dan nada bicaranya pun datar. Seperti Baekhyun yang normal.

Kyungsoo pikir mungkin Baekhyun bisa membantunya menghadapi masalah ini. “Lalu menurutmu aku harus bagaimana? Aku tak bisa terus-terusan menyembunyikannya dari para tetanggaku yang suka menggosip itu?”

“Biarkan dia tinggal disana selamanya, sampai ingatannya pulih.” Nada bicara Baekhyun terdengar menurun. Sorot matanya menatap tajam ke arah Kyungsoo, seolah sedang menaruh kepercayaan padanya.

“Maksudmu? Memangnya dia hilang ingatan?”

“Kurasa aku telah menemukan Eunji.” Ucapnya mantap.

“Gadis itu adalah Eunji? Gadis yang biasa kau ceritakan padaku?”

“Aku belum seratus persen yakin. Tapi wajahnya, ekspresinya, matanya, semua milik Eunji. Tak mungkin ada manusia di bumi ini yang memiliki kesamaan hingga sedetail itu. Dan lagi, jantungku bereaksi lebih cepat hanya dengan melihatnya. Organ ini memberi respon padanya, dan aku yakin respon ini adalah respon yang sama seperti yang ditujukan pada Eunji dulu.”

“Jadi kau pikir dia hilang saat kecelakaan dan… Otaknya agak terganggu?” Kyungsoo memutar telunjuknya tepat di samping kepalanya. Matanya ia sipitkan menandakan ia ragu terhadap hal yang didengarnya.

“Mungkin. Bantu aku menemukan jawaban tentang siapa ia sebenarnya. Aku hanya ingin memastikan bahwa aku tidak salah, dan aku tidak gila dengan menganggap Eunji masih hidup, karena dia memang masih hidup.”

“Benar juga, aku tak tahu dengan benar mengenai latar belakangnya. Dulu ia hanya bilang bahwa ia tak punya orang tua, keluarga, dan rumah. Lalu bagaimana caraku menolongmu? Aku yakin kau sudah memiliki rencana mengingat betapa cerdiknya kau.” Kyungsoo melirik Baekhyun sambil mengaduk Vanilla Latte-nya. Ia sudah menduga Baekhyun akan cepat memiliki sebuah ide bagaimanapun keadaan dirinya. Manusia yang gigih, batin Kyungsoo.

“Aku akan membawanya ke rumah Eunji. Apabila dia memang Eunji, setidaknya ia akan mengingat sesuatu bukan?” Ungkap Baekhyun setelah menghabiskan 2 toast dari atas piringnya yang kini telah kosong.

“Lalu bagaimana jika tidak?” Kyungsoo segera menutup mulutnya kuat-kuat. Entah dorongan apa yang membuatnya berkata demikian. Bukankah itu sama saja dengan mematahkan semangat Baekhyun.

“Its okay.” Dari nadanya sudah sangat terlihat bahwa Baekhyun kecewa.

“Semoga ia benar-benar Eunji.” Hibur Kyungsoo, namun sepertinya gagal karena raut muka Baekhyun tidak berubah.

“Apabila ia Eunji, apa dia masih tinggal bersamaku?” Kyungsoo mengganti nada bicaranya seolah antusias. Ia ingin membangun suasana agar tak canggung dan sendu seperti barusan.

“Tentu saja dia harus tinggal di rumahnya yang dulu! Di depan rumahku.” Sahut Baekhyun. Dugaan Kyungsoo benar, Baekhyun langsung menanggapi pertanyaan sensitif itu.

“Oh. Baguslah.”

“Nayoung-ssi…”

“Kau sudah pulang? Bagaimana keadaan appamu?” Nayong menghambur dari kamarnya dan menyambut kedatangan Kyungsoo.

“Dia baik. Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu.” Kyungsoo seolah tidak merespon sambutannya.

“Nuguseyo?”

“Ini hanya aku.” Baekhyun akhirnya masuk ke dalam rumah sambil memasang senyum malu-malu.

Kyungsoo mendekati Nayoung dan membisikkan, “Dia akan mengajakmu ke suatu tempat jadi berpenampilanlah yang baik.” Kemudian ia kedipkan satu matanya pada Nayoung, lalu masuk ke kamar.

“Ah… Eh… Aku?” Nayoung terlalu kaget hingga tak bisa berkata apapun. Wajahnya terlihat seperti orang bodoh. Ditambah tindakannya yang mengarahkan telunjuknya sendiri ke depan matanya, membuat Baekhyun ikut bingung harus bereaksi seperti apa.

“Kau tidak sedang sibuk kan?” Baekhyun memamerkan senyum malu-malunya.

Nayoung masih tak tahu harus mengatakan apa. Baru kali ini ada seorang namja yang mengajaknya pergi keluar. “Eh, A… Ani. Aku siap-siap dulu, tunggulah disini.”

Senyum Baekhyun makin merekah, ‘Bahkan tingkahnya saat gugup pun persis dengan Eunji.’ Batin Baekhyun.

“Kau, duduklah dulu. Aku tak akan lama.” Ucap Nayoung memunculkan kepalanya dari balik pintu. Dijawab dengan anggukan dan senyuman Baekhyun.

Sementara itu, seseorang yang tak punya kerjaan mendengar apapun dari balik pintu. Ia hanya mengulas senyum mendengar percakapan amat singkat antara Nayoung dan sahabatnya.

Dia membuka pintu dan mengintip keluar. Hanya kepala yang ia biarkan terlihat dari luar, “Bacon! Fighting!” Katanya berbisik sambil mengangkat satu tangannya ke atas.

“Fighting!” Balas Baekhyun tak kalah pelan.

 

===

 

Tanpa basa-basi Baekhyun langsung membawa Nayoung menuju rumah Eunji yang dulu. Perasaannya tak karuan selama perjalanan dan semakin tak karuan begitu mobilnya sudah mendekati tempat tujuan.

“Ini rumahmu?”

“A… Aniyo…” Jawab Baekhyun sangat gugup dan Nayoung menyadari itu.

“Lalu?”

“Kau akan tahu setelah masuk ke dalam.” Ia mengikuti langkah Baekhyun dan mengedarkan pandangan ke segala arah.

Di setiap langkah mendekati pintu masuk, Baekhyun semakin memantapkan hatinya untuk melakukan hal ini. Ia yakin ini akan berhasil.

“Apa kau merasa pernah kesini sebelumnya?” Baekhyun kini telah membuka pintu rumah itu. Memperlihatkan kondisi serta perabot dalam rumah yang sudah diselimuti debu. Nayoung menggeleng sambil menatap Baekhyun dengan bingung. Ia sempat berfikir bahwa sebenarnya ini bukan rumah melainkan gudang penyimpanan. Namun hal itu segera hilang dari pikirannya saat matanya terpaku pada foto besar yang digantung di ruang tamu. Foto dirinya bersama seorang lelaki dan wanita paruh baya.

Tangan kanannya bergerak ke atas meraba pipinya selagi matanya terus menatap foto itu. Merasakan bahwa yeoja yang ada di dalam foto itu benar-benar mirip dengannya. Imitasi yang amat sempurna. Menurutnya.

Pikirannya menerawang ke hal yang sama sekali tak pernah ia bayangkan. Apakah ia mempunyai saudara kembar?

Baekhyun mendorong bahu Nayoung pelan dan membimbingnya agar ikut bersamanya. Ia tidak melakukan apapun, hanya sekedar berkeliling rumah dan mengharapkan Nayoung berkata,

“Aku seperti tidak asing dengan tempat ini.” Bingo! Bahkan tak sampai dua detik harapannya sudah menjadi nyata.

“Tentu saja! Ini adalah rumahmu.” Jelas Baekhyun semangat namun hanya reaksi tak percaya dari Nayoung yang didapatkannya.

“Tidak. Dimana mereka?” Nayoung menunjuk foto di dinding.

“Dua orang itu telah berbahagia di alam lain, sedangkan yeoja itu… Mungkin berada di sekitar sini.”

“Aku ingin bertemu dengannya. Bisa kau panggilkan?”

“Aku sudah membawanya kesini.” Jawaban Baekhyun tentu bukan jawaban yang ia harapkan.

“Mana?”

“Tepat di depanku.” Nayoung semakin tidak mengerti. Karena hanya dirinya lah yang kini berada di depan Baekhyun. Kecuali ada hantu yang berada di belakangnya. Pikirnya.

“Nae? Nayoung?” tanya Nayoung penuh rasa penasaran.

“Ani. Yang benar Eunji, Han Eunji.” Perkataan Baekhyun membuat kepala Nayoung sedikit berat. Ia menutup mata dan tiba-tiba mendengar suara bocah laki-laki yang terus memanggil nama itu, Eunji. Suara itu mendekat dan makin mendekat hingga rasanya bocah itu seperti ada di sampingnya. Ia seperti dikendalikan oleh suatu kekuatan dimana ia tak bisa melakukan apapun sekarang. Ia tidak berada di dunia nyata, ia berada di suatu dunia hampa dimana nama Eunji terus menerus terdengar dan diulang ulang. Dunia itu kosong. Dia sendirian, ditemani suara bocah yang tak dapat ia lihat wajahnya, serta nama Eunji yang kini memenuhi otaknya.

“Nayoung-ssi!” Nayoung oleng dan hampir saja jatuh namun Baekhyun segera menopangnya. Dan berkat itulah ia berhasil kembali ke dunia nyata.

“Kau tak apa?”

“Bisa kau ceritakan, siapa Eunji? Bagaimana bisa kau mengatakan jika aku adalah dia? Dan dulu saat… Em… Pertemuan itu. Kau, memanggilku Eunji? Benar?”

“Maaf. Aku tidak akan bercerita apapun padamu, kau sendiri yang harus menemukannya.” Kini Baekhyun meraih tangan Nayoung dan menariknya ke sebuah ruangan. Dalam hati ia berteriak senang karena Nayoung terlihat antusias. Sementara keadaan Nayoung, ia seolah tak bisa berfikir tentang apapun saat ini. Seolah jiwanya terbagi dan pecahannya tak tahu pergi kemana. Bahkan ia juga tak menyadari Bahwa sejak tadi tangannya menggenggam erat tangan Baekhyun. Entah sejak kapan, ia merasa nyaman berada di dekat Baekhyun. Seorang pemuda yang sebenarnya agak ia takuti sejak pertemuan itu.

Baekhyun membuka kenob pintu dengan satu tangannya yang bebas. Ia tak mau melepas tautan tangan mereka. Kembali lagi, mata Nayoung dihadapkan dengan banyak foto gadis bernama Eunji itu. Tersusun rapi di atas meja dan salah satunya ada foto dirinya bersama Baekhyun. Saat ia melihatnya, seolah gadis itu adalah dirinya. Bukan Eunji. ‘Tingkat kemiripannya benar-benar seratus persen. Eh, apa yang aku pikirkan! Aku adalah aku dan dia adalah dia!’ Batinnya.

Baekhyun secara tidak rela melepas tautan tangannya yang masih belum disadari oleh Nayoung. Ia menuju tempat tidur dan meraih sesuatu yang tersembunyi di bawahnya. Sebuah kotak yang cukup besar.

“Apa kau benar-benar ingin tahu siapa Eunji?” Nayoung mengangguk pelan karena ada suatu dorongan dari dalam dirinya untuk meng-iyakan pertanyaan Baekhyun.

“Ini. Mungkin ini bisa membantumu menemukan jawabannya. Jika kau membutuhkanku, aku ada di rumahku, tepat di seberang jalan.”

“Kau meninggalkanku? Jangan pergi.”

“Kukira kau akan butuh waktu untuk sendiri.”

Setelah kepergian Baekhyun ia hanya menatap kotak di depannya.

“Apa maksudnya memberikan semua ini? Ah, apa ini sebegitu pentingnya hingga aku harus menemukan jawabannya sendiri? Dan kenapa aku  mau? Setiap orang di dunia ini tentu ada yang wajahnya sama.” Gerutunya.

Ia meneliti kotak itu dan rasa penasarnnya mulai muncul. Ia buka kotak itu dan mengeluarkan album kenangan, boneka dan barang-barang lainnya, serta sebuah diari.

Rasa penasarannya bertambah besar dan kini ia semakin antusias. Ia mengatur posisinya di atas tempat tidur senyaman mungkin. Dengan perlahan ia membuka buku diari itu. Terpampang jelas di depan matanya, nama Han Eunji dengan coretan tinta warna merah  tertulis di halaman awalnya. “Apa kau kembaranku? Kita terpisah?” Kemudian ia beranjak ke halaman selanjutnya.

Catatan pertamanya dimulai pada tahun 2005, saat itu Eunji pertama kali masuk SMP. Hari yang selalu berjalan menyenangkan bagi para siswa sekolah. Mendapat teman baru, sekolah baru, suasana kelas baru, guru baru, lingkungan asing itu memberikan pengaruh yang baik membangun kepribadian siswa. Ketika pulang sekolah, ada truk pemindah barang di depan rumanya. Sepertinya aku mendapat tetangga baru. Kalimat itu mengakhiri catatan pertamanya.

Dibaliknya lagi lembar berikutnya, Eunji berkunjung ke rumah tetangga baru itu dan bertemu dengan anak tetangganya yang menarik dan suka bercerita. Meskipun ia namja, namun keahlian berceritanya tak kalah dengan teman-teman yeojanya. Dalam waktu semalam keduanya sudah saling mengenal cukup akrab.

Hari demi hari mereka lalui bersama dan keduanya menjadi sahabat meski tidak satu sekolah. Hingga tangan Nayoung berhenti untuk membalik halaman buku saat membaca catatan di tahun 2007, ketika Baekhyun menyatakan cinta kepada Eunji dan dengan senang hati Eunji menerimanya.

Nayoung menutup matanya lagi. Kisah ini sangat menyenangkan dan sangat manis untuk jadi kenyataan. Ia membayangkan jika dirinya-lah yang memiliki kisah seperti itu.

Tiba-tiba, suara bocah laki-laki kecil itu terekam kembali namun kini ia dapat melihat wujud anak itu meskipun dari kejauhan dan wajahnya tidak jelas. Meskipun suaranya kecil namun rupanya tinggi anak itu hampir menyamai tinggi Nayoung saat ini. Ia merasakan anak itu berada di sisinya dekat sekali, masih memanggil nama Eunji. Ia juga seolah merasakan tangan anak itu menyentuhnya padahal ia berada di kejauhan. Ia menyipitkan mata untuk memperjelas pandangannya terhadap anak kecil itu namun pandangannya tetap kabur. Ia ingin berlari mendekatinya namun kakinya tak bisa ia gerakkan. Akhirnya ia menyerah dan saat itu juga ia membuka mata dan kembali ke dunia nyata. Dunia yang tidak lagi berwarna putih bersih.

“Kenapa sejak tadi aku sering bermimpi secara tiba-tiba?”

Pandangannya ia kembalikan ke halaman yang ia buka dan akhirnya ia menyadari suatu hal, bahwa sejak catatan kedua hingga halaman yang kini ia baca, nama Baekhyun tak pernah absen dari setiap halaman. Dapat ia simpulkan bahwa sejak awal Eunji seolah sudah mempersiapkan tempat tersendiri bagi Baekhyun. Baekhyun sudah spesial di mata Eunji bahkan sebelum mereka kenal lebih akrab.

“Apa sampai saat ini Baekhyun masih bersama Eunji? Mengapa ia memanggilku Eunji? Atau jangan-jangan… Dia sudah…” Nayoung menutup mulutnya dan membelalakkan mata. Ia menjadi prihatin pada Baekhyun. Ternyata kisah yang dimulai dengan kebahagiaan tak selalu berakhir dengan bahagia. Pikirnya.

Tiba-tiba ia merasa merinding, apalagi ia sendirian. Terlalu sering menonton film horror membuatnya berhalusinasi bahwa Eunji seedang memperhatikannya, yang dengan lancang membaca buku hariannya.

“Mianhae. Baekhyun yang menyuruhku, aku sendiri tak tahu apa maksudnya. Jika kau benar kembaranku, tentu kau tak akan menyakitiku kan? Aku menyayangimu.” Nayoung mengedarkan pandangannya ke segala arah. Waspada jika tiba-tiba melihat sebuah penampakan. Untuk sesaat ia menahan nafas dan tak bergerak hingga rasa takutnya reda. Hal itu selalu ia lakukan ketika berhalusinasi tentang adanya hantu yang bisa saja melukainya.

Perhatiannya ia alihkan lagi ke buku harian karena ia benar-benar ingin tahu bagaimana Eunji dan Baekhyun setelah ini. Dan mengapa Baekhyun menyuruhnya melakukan ini, belum ia temukan jawabannya.

Nafasnya tercekat, “Ini benar-benar aku? Eunji itu… Aku?” Suaranya bergetar ketika membaca bahwa Baekhyun memberi Eunji sebuah hadiah, hadiah yang paling istimewa menurut tulisan Eunji. Di sudut halaman itu rupanya disertai sebuah foto, dan foto itulah yang membuatnya hampir mati karena nafasnya berhenti sejenak.

Nayoung menarik sesuatu dari dalam bajunya, sebuah benda yang selama ini tak ada seorangpun yang mengetahui bahwa ia mempunyai benda itu. Termasuk kedua orang tua angkatnya. Sebuah kalung. Kalung berbentuk malaikat kecil.

Ia tahu bahwa selama ini ia adalah hanyalah anak angkat orang tuanya yang kini telah meninggal. Ia memang tak pernah kembali karena ia tak tahu asal usulnya, dan lagipula orang tua kandungnya tak berusaha mencarinya. Ia kecewa pada saat itu, apakah dirinya tak berarti diantara keluarganya? Maka dari itu ia berusaha hidup dengan tenang dengan keluarga barunya.

Ia tak pernah menyangka bahwa kehidupan asalnya adalah disini, karena ia tak mempunyai firasat untuk segera kembali ke awal. Namun sejak pertama kali Baekhyun memaggilnya dengan nama Eunji, dan sejak ia pertama kali menginjakkan kaki di rumah ini, ia sudah mempunyai pertanyaan besar. ‘Apakah ini kehidupanku yang dulu? Sebelum kecelakaan?’ Namun ia terlalu takut. Ia takut apabila ia benar, berarti ia melukai perasaan orang di sekitarnya.

Kini ia tahu mengapa orang tua kandungnya tak mencarinya saat itu. Ia ingin menangis, dan harusnya begitu. Ia amat menyesal karena telah membenci orang tuanya. Nayoung memendamkan kepalanya pada bantal sambil terisak, menyadari betapa bodohnya dia. Namun sada akhirnya ia sadar, tidak ada gunanya menangisi orang yang sudah pergi. “Mianhae, appa, eomma. Aku tidak berbakti pada kalian.”

Ia merebahkan tubuhnya dan menatap kosong ke langit-langit kamar. Ia terdiam lama dan berusaha mengingat wajah kedua orang tuanya namun sia-sia. Yang ia ingat hanyalah wajah kedua orang itu menjadi sebuah gambar dua dimensi yang digantung di ruang tamu.

“Mianhae.” Hanya kata itu yang dapat mewakili seluruh perasaannya.

Ekor matanya bergerak ke arah buku harian di sampingnya dan teringat akan seseorang.

“Kenapa? Kenapa aku tak bisa mengingat apapun tentangmu, Baekhyun? Mianhae.” Ia menitikkan air mata lagi. Ia tak mau melanjutkan membaca buku itu. Hanya akan menyiksa dirinya sendiri, yang tak bisa mengingat apapun tentang orang yang paling spesial dalam hidupnya setelah kedua orang tuanya.

“Apa yang harus kulakukan agar kau bahagia?” Ia masih menangis dalam diam namun kini isakannya terdengar jelas. Kini ia hanya memiliki Baekhyun jadi ia harus bisa membuatnya merasa bahagia di sisinya.

“Bahkan secuil memoripun aku tak ingat.” Ia menghapus kasar air matanya dan mulai mengemasi semua barang itu dan beranjak keluar. Ia merasa tertekan berada di ruangan yang sebenarnya adalah kamarnya sendiri.

Nayoung menelusuri rumahnya, ia ingin tinggal lagi disana namun ia urungkan karena membuatnya semakin merasa bersalah dan sendirian.

Ia merasa tak sanggup lagi jadi ia ke rumah Baekhyun.

TING TONG

“Ah, Eun-, Nayoung-ssi! Apa kau butuh sesuatu?” Sambut Baekhyun.

“Apa kau bisa mengantarku kembali ke rumah Kyungsoo?”

“Baiklah.”

“Em… Baekhyun-ssi, bisakah aku membawa ini?” Nayoung menunjukkan buku diari yang sedari tadi ia sembunyikan di belakang punggungnya. Ia tak mau membacanya di rumah yang penuh dengan kenangannya. Itu membuatnya semakin menyalahkan diri sendiri karena tak bisa mengingat apapun.

“Tentu saja. Hanya itu? Kau bisa membawa semuanya sekaligus.”

“Tid-“ Perkataan Nayoung rupanya kurang cepat dibanding tindakan Baekhyun yang kini sudah sampai di sebrang jalan dan masuk ke rumah kosong itu. Ia keluar sambil membawa kardus yang tadi ia berikan pada Nayoung. Ia masukkan ke dalam bagasi mobilnya dan ia pun siap mengantar Nayoung ke rumah Kyungsoo.

‘Mianhae Baekhyun, aku jamin sebentar lagi aku bisa membuatmu merasa bahagia berada di sisiku. Jangan sedih lagi, ne?’ Batin Nayoung.

 

===

 

Baekhyun segera pergi begitu Nayoung sudah sampai di teras dan tersenyum padanya. Namun rupanya Kyungsoo tidak sedang di rumah dan otomatis ia tak bisa masuk ke dalam. Ia duduk lemas di teras sambil memandangi jalan. Matanya menatap kosong ke depan.

Ia ingin semua kembali menjadi normal. Ia ingin tinggal di tengah-tengah orang yang menyayanginya. Ia ingin hidupnya semanis yang ia tulis di buku harian itu. Ia yakin saat ini Baekhyun sedang berusaha mengembalikan ke keadaan normal. Melihat Baekhyun seperti itu membuat hatinya sakit. Ia sama sekali tak tega untuk menyakiti perasaan pemuda itu. Pemuda yang membahagiakannya selama beberapa tahun yang lalu.

Namun apa yang bisa dilakukannya? Percuma saja. Jika ia tak bisa mengingat seluruh kenangan yang dulu, tentu keadaan tidak akan pernah kembali secara seutuhnya. Selain itu ia juga hanya akan hidup dalam kepalsuan –berusaha menjadi Eunji yang dulu, bukan dirinya sendiri yang saat ini adalah Nayoung.

Nayoung masih terus melamun hingga ia melihat sebuah mobil terparkir di depan gerbang- mobil Kyungsoo. Kyungsoo keluar dari mobilnya, dan lagi, untuk kesekian kalinya jantung Nayoung berdetak lebih cepat hanya dengan melihat pemuda itu. Pemuda itu seolah bisa memberi kedamaian pada diri Nayoung. Namun perasaan itu tak berlangsung lama begitu Kyura juga keluar dari mobil Kyungsoo.

Apa-apaan ini! Ini semua salah. Tidak mungkin. Tidak mungkin aku menyukainya. Harusnya aku menyukai Baekhyun, bukan dia. Jerit Nayoung dalam hati.

“Kau sudah lama? Kukira kau akan menginap di sana.” Perkataan Kyungsoo mengagetkannya yang sedang dalam kegelisahan.

Nayoung tak menjawab dan berdiri kemudian masuk terlebih dahulu ke dalam rumah sambil mengangkat sebuah kardus, setelah pintu dibuka oleh Kyungsoo.

“Semoga Baekhyun tidak berbuat macam-macam.” Kata Kyura lirih. Jujur saja, tindakan Baekhyun terhadap Nayoung saat pertama kali bertemu benar-benar membuatnya merasa khawatir akan keduanya.

“Dia bukan tipe seperti itu. Kajja.” Jawab Kyungsoo santai.

Kyungsoo langsung menuju ke dapur sementara Kyura duduk di ruang tengah menanti masakan selesai. Ia menagih janji Kyungsoo yang bilang akan memasak untuknya setelah ia pulang. Seharian ini ia habiskan di luar rumah dan tentunya membuatnya lelah dan sangat lapar. Kegiatan di universitas, menemani eommanya berbelanja, mengerjakan tugas, hingga kini ia berada di rumah Kyungsoo hanya untuk makan malam. Tulang-tulangnya serasa sudah keluar jalur dan tubuhnya terasa lemas. Perlahan ia membaringkan tubuhnya di sofa dan mulai memejamkan mata.

Beberapa menit kemudian Nayoung keluar kamar untuk mengambil minuman. “Dia akan menginap di sini?”

Kyungsoo menoleh dan matanya mengarah pada Kyura “Mungkin ia hanya lelah. Tentu saja tidak! Bisa-bisa aku dibunuh oleh orang tuanya.” Jawab Kyungsoo lanjut berkonsentrasi memasak dengan jawaban yang lebih bernada, tidak seperti sebelumnya yang dingin. Kini sikap Kyungsoo pada Nayoung lebih bersahabat karena alasan membantu Baekhyun.

“Kenapa? Bukankah kalian berpacaran? Lagipula pasti mereka percaya kalian tidak akan melakukan apa-apa.”

“Apa kau bilang? Kau kira kami berpacaran? Tentu saja tidak, kami hanya sebatas sahabat.” Kyungsoo terkekeh.

‘Bukan tidak, tapi belum.’ Batin Kyungsoo dibalik tawa ringannya.

Pengakuan itu membuat mata Nayoung melebar dan ia tak kuasa menahan senyuman. Untung Kyungsoo berdiri membelakanginya jadi ia tak perlu takut ketahuan. Namun ia segera menggeleng-gelengkan kepalanya dan menatap punggung Kyungsoo tajam.

‘Apa yang barusan kupikirkan! Harusnya aku tak mencampuri urusannya, dan harusnya tadi aku tak usah keluar kamar sehingga aku tak mengetahui tentang ini. Eothokke, aku takut perasaanku padanya makin bertambah. Aku harus mencintai Baekhyun, bagaimanapun caranya! Aku harus mulai menghindari namja ini.’ Kemudian Nayoung tanpa berkata kembali ke kamarnya.

Berbeda dengan Nayoung yang mengalami dilema, Kyura yang rupanya mendengar semuanya karena ia belum tertidur merasakan sesuatu yang membuatnya kesulitan bernafas.

‘Selama ini siapa aku di matanya? Hanya sebatas sahabat? Tidak pernah lebih? Ah, aku lupa, hanya aku yang menginginkan hubungan lebih diantara kami. Benar-benar tak ada harapan.’

“Kyura! Kyura!” Kyungsoo menepuk bahu Kyura dan ia beracting seolah baru bangun dari tidur.

“Sudah matang?”

“Ne. Kujamin kau akan menyukainya.” Mata Kyura terbelalak begitu Kyungsoo meraih pergelangan tangannya dan membimbingnya menuju meja makan. Memang kadang mereka melakukan hal itu, namun sentuhan Kyungsoo kali ini dirasa berbeda oleh Kyura. Lebih lembut, hangat, dan terkesan melindungi.

“Nayoung-ssi, apa kau mau ikut makan bersama kami?” Kyura berbelok di depan kamar Nayoung, berusaha mengurangi perasaan gugupnya.

“Tidak. Aku belum lapar.” Teriak Nayoung.

“Hmm… Lumayan enak.” Kata Kyura setelah menghabiskan makanannya dan dibalas dengan senyum Kyungsoo.

“Apa kau tahu sesuatu?” Ucap Kyungsoo.

“Tentu saja belum! Kau kan belum mengatakan apapun.”

“Aish! Baiklah, tidak jadi.”

“Mwo? Bagaimana bisa begitu? Kau seudah memberikan prolog, jadi kau harus menyelesaikannya!”

“Kau menyebalkan!”

“Kau lebih menyebalkan!”

“Baik, kita sama-sama menyebalkan. Impas.” Tingkah keduanya kini serupa dengan anak kecil.

“Ayolah, apa yang belum kuketahui?”

“Kau sudah tahu segalanya.” Ujar Kyungsoo malas.

“Aish! Do Kyungsoo!”

“Aish! Park Kyura!”

“Katakan!” Kyura merai kerah baju Kyungsoo.

“Baik.. Baik… Berhubung aku cinta damai dan tidak ingin ada pertumpahan darah disini, jadi akan kukatakan.”

“Bagus.” Kyura tersenyum puas.

Kyungsoo memasang wajah serius, “Kau tahu, ini pertama kalinya aku memasak untuk seorang yeoja.” Kupu-kupu dalam perut Kyura mulai beterbangan lagi.

“Jinjja? Dan ini enak sekali!” Kyura berusaha bersikap normal dan bertingkah seolah ia adalah wanita polos yang tak mengerti apa-apa.

‘Kenapa responnya seperti itu? Benar-benar tidak seperti yang kuharapkan. Kurasa ia belum siap, dan mungkin aku juga belum siap. Jadi aku harus menunggunya hingga sikapnya tidak menyerupai anak kecil lagi, barulah aku bisa menyatakan perasaan ini? Aku tak tahu sampai kapan bisa menahan ini yang makin hari makin mencekik. Aish, selama di Australia aku sudah memikirkan dan memusingkan hal ini, namun akhirnya sia-sia?’ Umpat Kyungsoo dalam hati.

“Lain kali kau harus memasak untukku!”

“Aku sudah pernah melakukannya.” Kyura tak terima.

“Yang waktu itu? Hanya roti isi telur goreng? Itu bukan makanan yang sesungguhnya. Atau jangan-jangan kau tak bisa memasak?” Kyungsoo memicingkan matanya.

“Bukan. Dulu saat kau dan Baekhyun merusuh di rumahku. Aku membuatkan samgyupsal untuk kalian. Kau lupa?”

“Aku ingat. Aish! Bukan itu yang kuinginkan.”

“Lalu apa?”

“Aku ingin kau memasak untukku. Hanya untukku.” Kyungsoo menatap mata Kyura lurus, membuat Kyura mematung. Satu-satunya yang dapat ia rasakan bergerak di dalam dirinya hanyalah jantungnya. Yang kini sudah semakin menggila.

“Baiklah. Kapan-kapan kau ke rumahku. Kau mau aku memasak apa?” Kyura tak mempunyai pilihan lain, hanya jawaban bodoh itu yang mampir ke otaknya.

“Mmmm… Terserah kau saja. Aku mau 3 menu sekaligus.”

“Tidak adil! Kau hanya memasak satu menu sedangkan aku harus tiga?”

“Kau kan yeoja. Hitung-hitung aku menilai kemampuan memasakmu.”

“Baik baik… Tiga menu. Kucatat itu.”

Kedua mata mereka kini mengarah pada benda yang sedari tadi seolah mengganggu keindahan suasana yang mereka ciptakan. Tumpukan piring kotor dan peralatan masak lain di wastafel.

“Karena kau yang memasak, kali ini aku yang mencuci.”

“Tidak usah, biar aku saja.” Kyungsoo sebenarnya ingin agar Nayoung saja yang mencuci seperti biasanya, namun sayangnya kini tak bisa lagi memperlakukan Nayoung seperti pembantu karena lagi-lagi alasan Baekhyun.

“Baik. Kita kerjakan bersama.” Usul Kyura.

Peralatan masak dan piring-piring yang telah ia cuci diserahkannya pada Kyungsoo untuk diletakkan di rak. Obrolan tidak penting diantara mereka seolah menjadikan pekerjaan itu cepat usai. Diam-diam Nayoung mendengar percakapan itu. Dia baru saja membuka kardus dan berniat membaca buku harian itu lagi, namun ia urungkan karena ia ingin tahu apa yang mereka bicarakan. Ia tak tahu alasan mengapa sekarang ia jadi ingin tahu urusan orang lain. Namun dengan menelusuri setiap celah perasaannya, kini ia tahu apa penyebabnya.

Lagi-lagi ia mendesah, mengumpat dalam hati, dan mengacak rambutnya. Ia sadar betul bahwa tindakannya serta perasaannya salah, ia jatuh pada orang yang tidak tepat. Tetapi ia tak bisa berpaling begitu saja, karena ia tidak mudah menyukai orang lain. Namun mengapa ia dapat dengan mudah menyukai Kyungsoo? Kini timbul pertanyaan besar, apakah setelah ia mendapatkan kembali seluruh memorinya suatu saat nanti, ia bisa kembali mencintai Baekhyun seperti dulu? Karena meskipun semua ingatannya kembali, ia tak bisa menjamin perasaan cintanya juga akan kembali.

 

===

To be Continued-

14 pemikiran pada “Love Guarantee (Chapter 5)

  1. Haduhhhhh!!! Ceritanya makin seru abissss!!! Neomu daebakkk !! Lanjutin lagi min yg lebih seru FIGHTING!!!

Tinggalkan Balasan ke chando Batalkan balasan