May I Love You? (Chapter 3)

May I Love You?

Chapter 3/?

Author: @kim_mus2

Main Casts:

  • Kai a.k.a Kim Jongin
  • Yoon Ah Ra

Support Cast:

  • Lee Ji Eun

Length: Multi Chapter

Genre: Romance, Angst, Drama

Rating: PG-15

May I Love You (2)

~***~

Tanpa peduli dengan para petugas hotel yang menatapnya heran, Ah Ra tetap berlari menuruni tangga hingga menuju pintu keluar hotel itu. Begitu didapatinya sebuah bus, dia pun segera menuju rumah sakit Seoul. Di sanalah ayah dan ibu Ah Ra berada. Keduanya sudah terbaring lemah tak berdaya. Peristiwa kebakaran di kedai jajangmyeon milik mereka tadi malam membuat mereka mendapat luka bakar yang cukup parah.

Saat Ah Ra berhasil menemukan ruang rawat ayah dan ibunya, seorang wanita paruh baya berpakaian serba putih menghampirinya.

“Apa anda keluarga dari tuan dan nyonya Yoon?” tanya wanita itu ramah.

“Ya, saya anaknya. Bagaimana keadaan orang tua saya, dok?”

“Anda harus tabah, nona.”

“Apa maksud anda?”

“Mereka sudah tiada.”

“Tidak mungkin!”

Ah Ra menerobos masuk dan yang didapatinya hanyalah dua manusia yang telah menutup mata dengan air muka yang begitu tenang. Semuanya sudah terlambat.

Eomma! Appa! Ireona! Kumohon, jangan tinggalkan aku. Ini semua salahku. Aku tak pulang tepat waktu. Aku anak paling bodoh! Aku anak tak berguna!” Ah Ra terus merutuki dirinya sendiri. Air mata tak hentinya menganak sungai di pipi gadis itu. Rasa sakit luar biasa terus menjalar di dadanya. Perasaan bersalah membuatnya semakin terpuruk.

Aish! Kemana perginya perempuan itu?” Jongin yang diam – diam mengikuti Ah Ra kini sudah sampai di rumah sakit. Ada sedikit rasa khawatir dalam diri Jongin terhadap gadis itu. Apalagi saat mendengar gadis itu menyebut-nyebut ibunya di telpon.

Setelah mengitari rumah sakit dan mengecek setiap ruangan, akhirnya Jongin menemukan sebuah ruangan dengan pintu yang terbuka begitu saja. Di sanalah, Jongin menangkap sosok gadis yang dicarinya.

“Itu dia.”

Eomma… appa… aku mohon, jangan tinggalkan aku seperti ini. Aku masih membutuhkan kalian. Aku tak bisa hidup tanpa kalian. Aku mohon, bangunlah.” Gadis itu masih menangis di depan jasad ayah dan ibunya.

Jongin yang tadinya bermaksud untuk menghampiri Ah Ra mengurungkan niatnya. Dia hanya dapat menyaksikan pemandangan memilukan itu dari ambang pintu. Kejadian seperti ini membuatnya kembali menerawang ke masa lalu. Rasa sakit itu masih dapat ia rasakan dengan jelas. Kepergian sang ibu tercinta membuat hidup Jongin berubah seutuhnya.

“Tuan, anda harus ikut dengan kami!” Orang-orang berjas hitam yang entah sejak kapan berada di belakang Jongin langsung membawa paksa pemuda itu. Sebenarnya bisa saja Jongin melakukan perlawanan, tapi dia sadar dimana ia sedang berada. Akhirnya, Jongin pun ikut bersama orang-orang yang ia yakini sebagai orang suruhan ayahnya itu.

~***~

Jongin memasuki sebuah rumah mewah dengan rasa malas. Lebih tepatnya, dia sangat malas untuk bertemu dengan orang yang ada di dalamnya. Orang yang selalu membuatnya sedih dan marah secara bersamaan.

“Jongin-ah,” sapa seorang lelaki yang ternyata sedang duduk bersama ayahnya di ruang tamu. Sebelum menjawab, Jongin mengamati orang itu terlebih dulu kemudian tersenyum sinis.

“Oh, tuan Park. Apa kau sudah bertemu istrimu? Katakan padanya, jangan temui aku lagi. Aku tak butuh seorang ahjumma,” tutur Jongin sambil melanjutkan langkahnya menuju tangga.

“Kim Jongin! Beraninya kau mengganggu istri orang lain! Perbuatanmu benar-benar bejad!” Langkah Jongin terhenti. Tapi ia tak sedikit pun berniat untuk menatap wajah ayahnya itu.

Tuan Park yang merasa tak nyaman, kemudian menenangkan ayah Jongin sebisanya. “Tuan, anda tak perlu memarahi anak anda seperti itu. Ini bukan salahnya.”

“Anda terlalu baik, tuan Park. Bocah itu sudah sangat keterlaluan.”

“Tapi, sungguh, ini memang salah saya yang tak becus sebagai seorang suami,” lanjut tuan Park dengan raut wajah yang semakin menyedihkan.

Tuan Kim yang semakin kesal dengan perilaku Jongin yang bahkan sampai membuat orang lain bersedih, lantas berdiri dan berjalan mendekati anaknya itu. Ia pegang kedua pundak Jongin, lalu ia balikkan badannya dengan segenap tenaga yang masih ia miliki.

“Berhentilah mempermainkan wanita, Kim Jongin!” Bentak tuan Kim tepat di depan wajah Jongin. Namun yang menjadi sasaran bentakan terlihat baik-baik saja. Tak ada tanda-tanda takut ataupun menyesal darinya. Untuk kesekian kalinya, Jongin hanya menunjukkan senyuman sinis dan  kembali melontarkan kata-kata yang tajam.

“Cih! Tak usah menceramahiku, tua bangka! Kau bahkan tak lebih baik dariku.” Jongin melepaskan kedua tangan sang ayah dari kedua pundaknya, kemudian pergi meniti anak tangga.

“Ah…” Tuan Kim memegangi dada kirinya yang kembali terasa sakit.

Tuan Park langsung menghampiri ayah Jongin, menopangnya agar tak ambruk ke lantai.

“Tuan, anda tidak apa-apa?” tanya tuan Park sedikit panik.

“Tenanglah, ini sudah sering terjadi.”

Jongin menoleh sekilas sebelum ia melanjutkan perjalanannya menuju kamar. Dirinya berusaha untuk tak peduli dengan ayah yang amat dibencinya itu.

~***~

Malam telah menyambut. Seorang gadis masih tetap berdiri, mematung di depan rumah sederhananya. Rumah yang gelap itu terlihat begitu sepi. Gadis itu tetap menunggu dan terus menunggu seseorang keluar dari rumah itu dan menyambut kedatangannya. Tapi, semua itu mustahil. Kedua orang yang dicintainya telah dijemput untuk berbahagia di dunia lain.

Ah Ra terduduk lesu di jalanan aspal depan rumahnya. Titik-titik air kembali bermunculan dari kedua matanya yang sudah membengkak. Rekaman masa lalu kembali berputar dalam ingatan Ah Ra. Memori berharga yang akan selalu ia simpan seumur hidupnya.

Flashback on

Sore itu Ah Ra terlihat lesu. Ia baru kembali dari sebuah tempat yang cukup jauh dari rumahnya. Setibanya di depan rumah, sepasang suami istri menyembul keluar dari pintu dan menghampiri Ah Ra dengan antusias.

“Bagaimana hasilnya, Ah Ra-ya?” Tanya sang appa sembari melepas apron miliknya.

“Cepat katakan, sayang. Apapun hasilnya, kami tetap bangga padamu, nak.” Lanjut sang ibu dengan pandangan matanya yang teduh.

Eomma, appa….” Ucapan Ah Ra terputus. Ayah dan ibunya menjadi sedikit tegang.

“Aku… aku berhasil diterima di Universitas Seoul! Ah Ra menghambur ke pelukan kedua orang tuanya sambil berteriak histeris.

“Waah… uri Ah Ra jeongmal daebak. Cukhaeyo!” Sang appa tak kalah histerisnya dengan Ah Ra.

“Kau memang anak kebanggan kami. Appa ingin sekali menyaksikanmu menjadi orang sukses Ah Ra-ya.”

Eomma juga ingin melihatmu menikah dengan pangeran tampanmu itu. Emm… siapa ya namanya, eomma sampai lupa.”

“Iih… eomma!” Ah Ra menenggelamkan wajahnya dalam pelukan sang ibu. Kebahagiaan menyelimuti keluarga kecil Ah Ra malam itu.

Flashback off

“Eomma, appa, aku akan berjuang untuk mewujudkan harapan kalian. Aku berjanji.” Gadis itu pun bangkit dari posisi duduknya dan berniat untuk segera memasuki rumahnya, kalau saja tak terdengar decitan yang mengganggu telinganya. Rupanya suara itu berasal dari sebuah motor sport yang direm sekaligus. Seseorang turun dari motor itu, lalu menghampiri Ah Ra.

“Ah Ra-ya!” Pekik perempuan yang ada di hadapan Ah Ra. Semua itu dilakukannya karena Ah Ra malah menatapnya dengan pandangan kosong.

Yah! Besok hari wisuda kita, kenapa kau terlihat kacau seperti ini?” tanyanya lagi sambil mengguncangkan tubuh Ah Ra yang semakin melemah.

“Ji Eun-ah. Benarkah besok adalah hari wisuda kita?”

“Tentu! Yah! Ada apa denganmu, huh?” Sahabat karib Ah Ra yang bernama Ji Eun itu semakin bingung.

“Ya sudahlah, aku lapar. Ahjumma dan Ahjussie memasak apa malam ini? Aku ikut makan malam disini ya. Kajja!” Ji Eun menarik Ah Ra tak sabaran.

Eomma dan appa sudah tiada. Mereka tak akan bisa memasak untuk kita lagi, Ji Eun-ah.”

Mwo?”

~***~

Di hari spesial ini, Ah Ra sama sekali tak didampingi ayah dan ibunya. Kedua orang itu tentu akan bersorak bahagia, seandainya saja mereka masih diberi kesempatan untuk melihat prestasi putrinya. Terlebih lagi Ah Ra mendapatkan predikat lulusan terbaik dari jurusannya. Semoga saja kedua orang tuanya dapat tersenyum bahagia melihatnya saat ini, hanya itulah yang ada dalam benak Ah Ra.

“Hey, jangan bersedih seperti ini terus. Aku jadi tak tega meninggalkanmu, Ah Ra-ya.” Ji Eun menyenggol lengan kiri Ah Ra dan berhasil membuyarkan lamunannya.

“Kau mau kemana?”

“Aku harus pergi ke luar negeri. Ayahku ingin aku bekerja di sana. Lagipula aku kasihan membiarkan ayah tinggal sendirian.”

“Ah, arasseo.”

“Kau tidak menahanku pergi? Nanti kau hidup sebatang kara loh…. Jangan sampai mati karena kelaparan dan kesepian ya.”

Yah! Memangnya kau pikir aku ini orang lemah huh?”

“Haha, ara… aku percaya padamu. Aku yakin kau pasti menjadi orang sukses, kawan! Kau kan kesatria wanita yang selalu menunggu pangerannya berhenti bermain wanita dan segera menemukanmu. Hahaha….” Ejekan yang sangat menyebalkan. Ah Ra sangat gemas pada Ji Eun kalau dia sudah memulai candaan seperti itu.

Yah! Itu sama sekali tak ada hubungannya!”

“Eh, lihat! Itu si Kim Jongin! Dia juga lulusan terbaik di jurusan Business Management. Uuhh… daebak!” Ji Eun bertepuk tangan penuh semangat.

“Ya, kau benar. Dia memang hebat, bahkan dari dulu. Huuh…” Ah Ra menghembuskan nafas pelan.

“Apa kau masih menyukainya, Ah Ra-ya?”

Ah Ra hanya mengangguk lemas. Ji Eun kemudian merangkul bahu sahabatnya itu dan mengucapkan kata bijak yang jarang didengar Ah Ra selama ini.

“Aku mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua, Ah Ra-ya.

~***~

Setelah kepergian orang tua dan sahabat karibnya, sudah barang tentu Ah Ra hidup sendiri. Selama ini dia tidak memiliki banyak teman karena fokus hidupnya hanya belajar. Sebenarnya Ah Ra bukan anti sosial, dia tak pernah punya masalah dengan siapapun dan dia selalu ramah pada semua orang, hanya saja waktunya untuk bersosialisasi sudah habis dengan waktu belajarnya.

Lalu, bagaimana dia bisa bersahabat dengan Ji Eun? Hal yang satu itu memang sebuah keajaiban. Ah Ra bertemu Ji Eun sewaktu masih SMA. Ji Eun yang tinggal sendirian di Seoul selalu mencari makan di luar dan kedai jajangmyeon milik keluarga Ah Ra-lah yang menjadi tempat favoritnya untuk memuaskan hasrat perutnya.

Setiap bertemu di kedai, Ji Eun selalu saja curhat seenak jidatnya pada Ah Ra. Mulai dari masalah konfliknya dengan pemilik apartemen karena krisis air yang selalu melandanya, sampai masalah nilai-nilai merahnya karena konflik dengan beberapa guru yang ia anggap tidak kompeten. Ia selalu tak peduli apakah Ah Ra ikhlas atau tidak mendengarkan celotehan tentang cerita hidupnya yang penuh konflik konyol itu. Dan tahukah kalian? Semua konflik itu selalu diselesaikan dengan bantuan Ah Ra.

Tapi, perlu dicatat baik-baik, Ji Eun bukanlah parasit bagi Ah Ra. Perempuan itu justru adalah pelindung terbaiknya selama ini. Sejak SMA, Ji Eun selalu mengenyahkan orang-orang tak berperasaan yang mengolok-olok Ah Ra karena statusnya sebagai siswa kurang mampu. Dia pun selalu menjadi tempat curhat Ah Ra untuk urusan cintanya pada Jongin. Khusus dalam masalah ini, sebenarnya Ji Eun amat sangat tak suka. Waktu SMA, saat Jongin masih menjadi lelaki baik-baik, Ji Eun masih mendukung perasaan Ah Ra. Namun, tidak untuk saat ini.

~***~

Meski orang tua dan sahabat sudah tak ada di sampingnya, Ah Ra tetap memiliki semangat yang tinggi. Tekad bulatnya untuk mewujudkan harapan orang tuanya mendorongnya untuk melakukan yang terbaik. Ah Ra mengirimkan beberapa surat lamaran ke beberapa perusahaan yang membutuhkan keahliannya di bidang Interior Design. Dalam waktu beberapa hari, satu surat undangan untuk interview pun datang.

Untuk memenuhi undangan interview pertamanya Ah Ra berdandan serapi mungkin. Jujur, Ah Ra merasa gugup. Bagaimana tidak? Interview pertamanya ini akan dilakukan langsung oleh pemilik perusahaan. Benar-benar menguji mental.

Setelah menunggu cukup lama, tibalah giliran Ah Ra untuk memasuki ruangan interview. Lebih tepatnya, ruangan yang akan dimasuki Ah Ra itu adalah ruangan General Manager perusahaan perhotelan.

Saat pintu dibuka, Ah Ra terkejut bukan main. Tak salah lagi, lelaki yang duduk di kursi GM itu adalah seseorang yang amat dikenalnya. Lelaki itu mengangkat wajahnya. Kedua pasang mata mereka pun bertemu. Menangkap ketegangan Ah Ra, lelaki itu pun buka suara setelah sebelumnya membaca nama yang tertera di dokumen di atas mejanya.

“Masuklah, nona Yoon Ah Ra.”

Ah Ra pun duduk di hadapan seorang  GM bernama Kim Jongin. Pintu ruangan tertutup. Hanya mereka berdualah yang berbagi oksigen di ruangan itu. Suasana terasa canggung bagi Ah Ra, tapi sepertinya tidak bagi GM muda itu.

“Bagaimana hidupmu sekarang?”

Pertanyaan yang cukup membingungkan diucapkan Jongin pada Ah Ra.

TBC

 

 

20 pemikiran pada “May I Love You? (Chapter 3)

  1. hah, kasian bnget ah ra nih,
    wow, mskipun kai player tpi prestasi tetp ok ya,, nd chukkae jga bwt ah ra yg jdi lulusan trbaik.
    tpi hati” loh sma pak GM..

Tinggalkan Balasan ke Ira Batalkan balasan