Wolf (Chapter 6)

wolf

Title : WOLF

Author : Fitaa

Main Cast

  • Luhan
  • Hyorin (karakter fiktif)
  • Kai

Support Cast

  • Anggota EXO-K dan EXO-M (selain Kai dan Luhan)
  • dll

Genre : Romance, Friendship, School

Length : Chaptered

Note : Maaf ya kalo ceritanya gak bagus ato gak jelas..

Part 6

 

 “Gomawo..” ucap Hyorin pada Luhan yang sudah mengantarnya pulang. Ia keluar dari mobil Luhan.

Luhan tersenyum lebar. “Sampai bertemu hari Senin,”ucapnya sumringah dan berlalu.

Hyorin berlari sesaat setelah mobil Luhan menghilang dari pandangannya. Ia berlari sekencang-kencangnya menuju supermarket dekat rumahnya untuk mencari taxi yang biasa nangkring disana. Hyorin tak memperdulikan kuncir rambutnya yang terlepas akibat kencangnya berlari dan membuat rambutnya tak karuan. Pikirannya saat ini hanya tertuju pada keinginannya untuk bertemu Kai.

“Agassi…” sopir taxi melihat Hyorin yang terengah-enggah. Itu membuatnya khawatir jikalau gadis ini sedang dikejar orang jahat. Nafas Hyorin yang masih tersenggal membuatnya tak bisa berbicara. “Masuklah Agassi, aku akan mengantarmu ke tujuanmu.” Kata sopi taxi itu mengerti.

Hyorin sampai tujuannya. “Gomawo Ahjussi,” ucapnya pada supir taxi itu sambil membayar ongkos taxinya.

“Sama-sama Agassi, tapi…” Sopir taxi itu menyodorkan tisu untuk Hyorin. “Ini untukmu,” Hyorin menerima tisu itu dan tersenyum. “Kecantikanmu akan luntur jika kau menangis.” Ucapnya sopir taxi itu pada Hyorin.

“Gomawo, Ahjussi,” Hyorin tersenyum dan menghapus sisa air mata di wajahnya. Hyorin turun dari taxi dan melihat mobil teman-teman Kai masih bertengger di teras rumahnya. Walau tadi Hyorin sangat tergesa menuju rumah Kai, kini keraguan hadir untuk membuka pintu rumah itu. Ia ragu untuk masuk. Mungkin lebih pastinya ia takut. Hyorin menempelkan tanggannya pada gagang pintu, tapi masih enggan untuk membukanya. Ia memejamkan mata, menghela nafas panjang dan memberanikan dirinya untuk masuk. Ia langsung naik menuju lantai dua dengan mengendap-endap. Hyorin menatap Kai yang sedang duduk dan menutup matanya. Teman-teman yang lain hanya terdiam, tak berani membuat kegaduhan sekecil apapun.

“Hyorin-ah,” Chanyeol memanggil setelah mengetahui kehadiran Hyorin disana. Mereka semua menoleh, kecuali Kai yang tak beranjak dari apa yang dia lakukan tadi. Walaupun dia mendengar adanya kehadiran Hyorin.

Hyorin mendekati Kai dan duduk disampingnya. Hyorin menatap Kai. “Oppa, tanganmu kenapa?” Hyorin mendapati telapak tangan Kai yang berdarah. Ia meraihnya, namun Kai melepaskan gapaian tangan Hyorin dengan kasar. Tindakan itu, membuat Hyorin sadar akan kemarahan Kai. Hyorin akan lebih memilih Kai mengomel marah padanya daripada mendiamkannya seperti ini. “Oppa mianhe,” ucap Hyorin lirih dan tertunduk. Air matanya tak kuasa terbendung. “Jinja, mianhe…” air mata itu jatuh di tangan Kai.

Kai membuka matanya. Ia menatap jatuhan air mata itu, kemudian menatap Hyorin yang tertunduk menangis. Kai beranjak dari duduknya untuk menuju kamarnya.

Hyorin mengejar Kai. “Oppa, biarkan aku mengobati lukamu dulu..” Hyorin kembali meraih telapak tangan Kai. Tapi Kai melempar tangan Hyorin dari telapak tangannya. Ia memandang tajam wajah Hyorin. “Oppa, mianhe. Jinja mianhe..” ucap Hyorin saat menatap mata marah itu. Hanya itu kata-kata yang bisa ia ucapkan. Kai melangkah kakinya lagi, Hyorin kembali meraihnya. “Jinja mianhe, aku tak akan mengulanginya.” Ucap Hyorin lagi meyakinkan. Kai kembali melempar tangan Hyorin dan kini lebih keras hingga Hyorin terjatuh. Ada rasa kasihan di teman-temannya saat menatap Hyorin seperi itu. Tapi mereka tahu jika mereka ikut campur, masalah tak akan selesai malah semakin rumit. Kai takkan membiarkan orang lain mencampuri urusannya jika itu berhubungan dengan Hyorin.

Kai menatap Hyorin yang bangkit. Sekilas ia melihat pundak Hyorin yang tadi dirangkul oleh Luhan. “gadis yang kusuka?!” Kai mengulangi perkataan Luhan yang ditujukan pada Hyorin. Ia tertawa sengit. “Apa aku pernah menyuruhmu untuk mebuatnya jatuh cinta padamu?!” bentak Kai keras. Hyorin terdiam. “Aku menyurhmu menjadi mata-mataku, bukan untuk menebar pesona padanya sehingga dia jatuh cinta padamu!” teriak Kai. Ia meluapkan semua kemarahannya.

“Oppa, aku tidak menyukai Luhan. Aku tadi hanya mengerjakan tugas kelompok dengannya. Luhan tau aku tak menyukainya. Luhan hanya…”

Plakkk, tangan kiri Kai menampar pipi kanan Hyorin dengan keras. Semua terdiam melihat kejadian itu. Kai memang ada kalanya kasar dengan Hyorin, tapi tak pernah dalam ingatan siapapun ia pernah memukul Hyorin.

“Kai…” teriak Baekhyun. Ia menghampiri Hyorin yang semakin menangis. Baekhyun menghapus air mata di pipi Hyorin. Kemudian menatap tajam Kai. “Apa yang kau lakukan?!” bentak Baekhyun di depan muka Kai.

Kai kembali tesenyum sengit dan menatap tajam Baekhyun. “Jangan sampai kau juga menjadi alasanku untuk menamparnya kedua kalinya,” ucap Kai dengan nada penekanan. Kai masuk ke kamarnya. Membanting pintu dan membanting semua yang ada di depannya. Memecahkan segalanya. “Arrrggghhhh…” teriaknya.

“Hyorin-an,” panggil Baekhyun.

“Aku baik-baik saja,” ucap Hyorin.

Baekhyun tahu itu kebohongan. Siapapun akan mengetahuinya. Tapi Baekhyun tahu arti pernyataan Hyorin itu. kalau ia tak ingin ditanya dan ia juga ingin menguatkan dirinya dengan kata-kata itu. “Aku akan mengantarmu pulang.” Ucap Baekhyun sambil memapah Hyorin. Teman-teman yang lainnya pun juga ikut pulang. Meninggalkan Kai yang masih melampiaskan kemarahan di dalam kamarnya.

***

            Suho menggedor pintu kamar Kai. “Kai, keluar!” pintanya sambil terus menggedor pintu kamar itu. “Cepat keluar!” Suho berteriak karena tak ada respon atas permintaan pertamanya. Kai membuka kamarnya. Suho menatap Kai, kemudian melihat suasana kamar Kai yang sudah tak berupa. Banyak barang yang berhamburan pecah atau sudah tak beebentuk berceceran di lantai kamar Kai. Suho menelan ludahnya. Melihat itu semua membuatnya tahu bagaimana suasana adik semata wayangnya ini. Suho menatap Kai yang tak menatapnya. Kai hendak berjalan. “Kau mau kemana? Kita harus bicara!” Suho memegang lengan Kai mencegah adiknya untuk menjauh darinya.

Kai menatap Suho tajam. “Bukan urusan Hyung!” tegas Kai sambil menyablak tangannya agar terlepas dari pegangan Suho.

Suho kembali menggapai lengan Kai. “Kenapa kau menamparnya?” tanya Suho to the point. Ia mengetahuinya dari cerita Sulli.

Kai termenung. Pandangannya melunak ketika Suho mengingatkannya pada apa yang telah ia lakukan pada Hyorin. Namun Kai kembali menatap tajam pada Suho. “Itu pun juga bukan urusan, Hyung,” ucap Kai memperingatkan.

“Bukan urusanku? Jelas itu urusanku!” Suho tak kalah memperingatkan Kai. “Dia sudah kuanggap adikku sendiri. Jadi aku tak akan membiarkanmu menyakitinya lagi,” terang Suho pada Kai. “Aku hanya diam melihat tingkahmu selama ini padanya. Jadi sudahi saja hubungan kalian, sebelum aku bertindak,” tambah Suho memperingatkan.

“Hyungggg!!” teriak Kai. Ia mengepalkan tangannya dan memukul Suho hingga terjatuh. Ia menatap Suho yang berusaha bangkit. “Aku mengerti jika kau menganggapnya adik, tapi…” Kai menatap Suho lekat-lekat. “Apa hyung mengerti, jika dia segalanya bagiku,” ucap Kai lirih dan pandangannya kembali melunak. Suho mendengar apa yang dikatakan adiknya dengan seksama. Ia menatap mata adiknya yang melunak. “Aku sangat menyukainya…” ucap Kai lirih.

“Lalu kenapa kau menyakitinya?” tanya Suho dengan nada yang melunak.

“Karena dia menyebut namanya berulang kali. Dan entah kenapa aku membenci itu.” jawab Kai. Ia melihat telapak tangan yang telah menampar pipi Hyorin. “Aku takut, Hyung..” ucap Kai lirih bahkan merintih. “Bagaimana jika dia meninggalkanku? Bagaimana jika dia tak mau menemuiku? Apa yang harus kulakukan, Hyung?! Hyung tolong aku.” Kai menarik-narik lengan baju Suho, mengemis meminta tolong. “Bahkan memikirkan itu membuatku sangat ketakutan,” tambah Kai. Air matanya tak tertahan setelah sekian lama tertahan.

Suho menatap adiknya. Terlihat seperti pengemis tak berdaya. Ia tak pernah melihat Kai seterpuruk ini. Kekuatan Kai adalah Hyorin. Namun sebanding dengan kelemahannya pun juga Hyorin. Memang dari kecil, Kai selalu menghabiskan waktunya lebih banyak dengan Hyorin daripada siapapun. Suho juga teringat dengan alasan Hyorin menerima Kai jadi pacarnya dulu dari sekian namja yang menyatakan cinta padanya. Gadis itu berkata, ‘karena dia sangat menyukaiku, makanya membutuhkanku,’ jawabnya dengan senyum indahnya. “Tanpa bantuanku pun, Hyorin akan selalu disampingmu,” hibur Suho. Tapi memang begitu kenyataannya.

“Benarkah? Benarkah seperti itu?!” tanya Kai meminta kepastian. Suho mengangguk. “Aku pergi dulu, Hyung,” pamit Kai.

“Kau mau kemana?” tanya Suho.

Kai tak menjawab. Ia terus berjalan menuju garasi rumahnya. Masuk ke dalam mobil dan melaju kencang. Ia berhenti di depan rumah Hyorin. Kai keluar dari mobilnya. Ia menatap kamar Hyorin yang masih menyala. Terlihat siluet Hyorin yang sedang duduk di sebelah jendela kamarnya. Kai menatap bayangan itu ppenyuh arti. “Kau tak apa-apa kan?” tanyanya. “Apa sakit?” tanyanya lagi. Namun pandangannya tak terlepas dari bayangan Hyorin. “Minahe..” katanya lirih. “Jangan menangis. Tidurlah. Kuharap tidur itu akan membuatmu lupa dengan apa yang kulakukan tadi dan kau akan tersenyum padaku lagi,” Kai mengangkat tangannya terarah pada bayangan Hyorin. Berharap dapat meraih gadis itu. Air matanya menetes. Ia terus menatap kamar Hyorin hingga kamar itu gelap. Tanda bahwa Hyorin akan tidur. Kai tahu kebiasaan Hyorin yang selalu mematikan lampunya ketika akan tidur. Kai masuk ke mobilnya. Melaju meninggalkan rumah Hyorin.

***

            Kai baru pulang ke rumah keesokan sorenya. Saat akan menaiki tangga menuju kamarnya, Kai terhenti. Ia menatap Hyorin tertidur di sofa ruang keluarganya. Kai menatap Hyorin lagi dan lagi. “Hyaaa, kau,” Kai memanggil salah satu pelayannya yang berada di sekitarnya. “Sejak kapan dia tidur disini?” tanya Kai.

Pelayan itu bingung. “Saya kurang tahu, Tuan. Tapi Hyorin Agassi sudah disini sejak pagi tadi. Dia membantu membereskan kamar Tuan tadi,” beritahu pelayan itu.

“Pelayan sebanyak ini di rumah, kenapa tak ada yang memintanya tidur di kamar? Apa di rumah ini kekurangan kamar!” Kenapa kau biarkan dia tidur disini?” bentak Kai pada pelayan itu.

Pelayan itu tertunduk. “Saya minta maaf, Tuan…” ucapnya. “Saya akan memindahkan Agassi ke kamar tamu,” pelayan itu hendak mengangkat tubuh Hyorin.

Kai menyablak tangan pelayan itu. “Beraninya kau menyentuhnya,” Kai kai penuh penekanan dan membelakkan matanya. “Kau boleh menyentuh milikku, tapi tidak dengan dia,” Kai memberi peringatan. Kai menggendong Hyorin yang masih tertidur pulas menuju kamarnya di lantai dua. Dengan hati-hati ia menggendong Hyorin, agar tak mengganggu tidur Hyorin. Kai terus menatap wajah Hyorin hingga menidurkannya di ranjangnya. Kai menyelimutinya dan mengusap rambut yang menutupi matanya. Kai memandang Hyorin dan tersenyum. “Gomawo…” ucapnya lirih.

***

Hyorin membuka matanya. Terbangun. Ia melihat jam tangannya. Jam 7 malam. Ia melihat sekeliling, ia sedikit bingung tentang keberadaannya di kamar Kai. Matanya kemudian tertuju pada Kai yang tertidur di sofa dengan posisi duduk. Hyorin beranjak dari ranjang Kai. Ia mengendap-endap agar Kai tak terbangun oleh suara langkah kakinya. “Hah?!” Hyorin kaget ada yang memegang tangannya. Ia menoleh. “Oppa…”

“Jangan pergi…” rintih Kai.

Hyorin menatap Kai yang membuka matanya. “Oppa, kau tak tidur?” tanyanya.

Kai menggelengkan kepalanya. Ia mengeraskan pegangannya pada tangan Hyorin. “Jangan pergi…” katanya lagi.

Hyorin menatap mata Kai dan merasakan pegangan Kai. Gadis itu tersenyum. “Oppa, sebenarnya aku ingin ke dapur. Aku sangat lapar,” katanya sambil tersenyum.Walau sebenarnya ia ingin pulang ke rumah. “Oppa, kau sudah makan?” tanya Hyorin. Kai menggelengkan kepalanya. “Ayo kita makan!” ajak Hyorin. Gadis itu melepaskan pegangan tangan Kai dan menggenggam telapak tangan Kai. Namja itu tersenyum. Kai menatap tangan Hyorin yang menggenggamnya.

Hyorin dan Kai menikmati makan malamnya. Tapi, suasana makan malam itu terasa hening. Tak ada pembicaraan sepatah kata pun. Tak ada yang memulai pembicaraan. Padahal banyak hal yang ingin dikatakan.

Hyorin meletakkan sendok dan garpunya tanda ia telah selesai menyantap makan malamnya. Ia menatap Kai yang makannanya masih tersisa lebih dari separo. Ia mengerutkan keningnya. “Oppa, kau tak suka makanannya?” tanya Hyorin. Itu juga kalimat pertama yang tersua saat makan malam ini.

“Ani. Aku hanya tak berselera.” Jawab Kai sambil mengaduk-aduk makanannya. Kemudian ia meletakkan sendok dan garpunya. Ia menatap Hyorin sesaat. “Hyorin-ah…”

“Arasseo,” Hyorin memotong kata-kata Kai. Hyorin tahu apa yang ingin dikatakan Kai. Namja itu ingin membicarakan soal kejadian kemarin. “Aku baik-baik saja,” katanya sambil tersenyum dan memegang tangan Kai. “Jangan merasa bersalah hingga kau tak berselera makan. Jangan berfikir bagaimana cara minta maaf, hingga kau takut berbicara padaku. Arasseo, Oppa?” pinta Hyorin. Ia tersenyum lagi.

“Ne…” Kai tersenyum.

“Jika kau selesai makan, aku akan mencucinya,” ucap Hyorin.

“Kau tak perlu melakukannya. Biar pembantu saja yang mencucinya,” tutur Kai.

Hyorin tersenyum lebar. “Hanya dua piring saja…” katanya. Hyorin menuju tempat pencucian piring yang tak jaraknya tak jauh dari meja makan.

Kai memeluk Hyorin dari belakang saat Hyorin mencuci piring. “Gomawo…” ucap Kai lirih tepat ditelinga Hyorin.

“Untuk apa?” tanya Hyorin.

“Semua…” ucap Kai singkat. “Kembalilah ke sekolah, dekat denganku seperti dulu. Ayo segera kita selesaikan semuanya…” ucap Kai. Ia tertunduk. Ia menginginkan Hyorin kembali dekat dengannya seperti dulu. Kai mencium pundak Hyorin saat memeluknya.

Hyorin tahu maksud Kai. Menyelesaikan semua rencana untuk mengalahkan geng Luhan. Semuanya akan segera diakhiri. Hyorin menelan ludah. Terasa sakit di tenggorokan. “Ummm…Aku akan segera bersiap-siap,” kata Hyorin. Gadis itu sekuat tenaga menahan agar air matanya tak keluar. Ia tak ingin Kai mengetahui jika ia ingin menangis. Jika begitu, semuanya akan menjadi semakin rumit menurutnya.

***

            “Akhirnya persentasi kita selesai,” Kris sangat lega. Ia tersenyum lebar.

“Dasar! Kau terlalu berlebihan,” ejek Luna.

“Hyaaa, tidakkah kau ingat kata guru tadi jika dia belum pernah melihat persentasi sehebat kelompok kita.” Kris mengingat komentar gurunya pada persentasi kelompoknya baruran. Karena ia tak pernah dipuji sedemikian rupa.

“Kau tak banyak andil dalam kesuksesan kelompok kita,” goda Luna pada Kris. “Benarkan Hyorin?” Luna mengajak Hyorin untuk ikut menggoda Kris. Tapi tak ada respon dari Hyorin. Gadis itu melamun. Luna menyenggol Hyorin. “Benarkan?” tanya Luna lagi.

Hyorin sedikit kaget dan segera membuyarkan lamunannya. “Ummm,” ucap Hyorin singkat sambil tersenyum. Padahal ia tak tahu apa yang sebenarnya ditanyakan Luna.

“Kau kenapa?” tanya Luhan melihat ada yang tak biasa dari Hyorin.

“Memangnya kenapa?” Hyorin malah bertanya balik.

“Ada yang aneh,” jawab Hyorin.

“Apanya?” Hyorin kembali bertanya penasaran.

“Daritadi kuperhatikan kau diam saja. Seperti melamun memikirkan sesuatu. Auramu tak secerah biasanya.” Komentar Luhan.

Hyorin tersenyum lebar mendengar jawabnan Luhan. Iya, dialah Luhan yang selalu mengamati dan memperhatikannya. “Aku hanya lelah,” ucap Hyorin singkat.

Luhan menyipitkan matanya. “Apa yang mebuatmu lelah?” tanya Luhan.

“Kehidupanku akhir-akhir ini sangat melelahkan,” ucap Hyorin. Ia menatap Luhan “Daripada penasaran alasannya lebih baik kau pikirkan cara menghiburku,” katanya. Luhan mengernyitkan keningnya. “Maukah kau berkencan denganku?” tanya Hyorin pada Luhan.

“Moooo?!” Luna dan Kris berteriak bersamaan karena kaget.

Hyorin tersenyum melihat reaksi kedua temannya itu. “Kalian sangat serasi,” kata Hyorin pada keduanya. Kris dan Luhan saling berpandangan dan salah tingkah setelah mendengar pernyataan Hyorin. Hyorin kembali memandang Luhan yang tak merespon. “Ayo kita berkencan hari ini,” ajak Hyorin. Luhan masih terdiam. “Kau tak mau?” tanya Hyorin karena mendapat tak segera mendapat respon. Tapi Luhan tetap menatap Hyorin. Mungkin bukan menatap lebih tepatnya mengamati. “Jika kau tak mau aku akan mengajak Kris,” tuturnya.

“Aku tak pernah bilang tak mau,” tutur Luhan sebelum Hyorin benar-benar mengajak Kris. Ia menatap Hyorin lagi. “Ayo!” Luhan menarik tangan Hyorin dan membawanya lari keluar kelas.

Hyorin kaget. “Kita mau kemana?” tanya Hyorin sambil berlari.

Luhan berhenti berlari. Ia membalikkan badan dan menatap wajah Hyorin. “Kau yang mau berkencan denganku kan hari ini. Makanya aku membawamu lari,” ucap Luhan.

“Maksudku setelah pulang sekolah,” ucap Hyorin.

“Kita bolos saja hari ini,” ucap Luhan sambil tersenyum lebar dan pandangan nakalnya. “Inilah caraku untuk menghiburmu,” tambahnya.

“Tapi…” belum sempat Hyorin meneruskan kata-katanya, Luhan sudah menarik tangannya dan berlari mengikutinya. Hyorin merasakan genggaman tangan Luhan sangat erat. Hyorin pun tersenyum sejenak.

Keduanya kembali berlari. Mereka tak mempedulikan bel masuk yang mengharuskan mereka kembali ke kelas. Luhan hanya ingin membawa kabur Hyorin dari semua hal yang membuatnya lelah dan ingin melihat keceriaan Hyorin yang seperti biasa. Sedangkan Hyorin ingin sejenak saja, melupakan semua kelelahannya. Sejenak saja sebelum semuanya berakhir.

***

            Hyorin dan Luhan bermain di pantai. Mereka saling berlarian saling melempar pasir dengan dua anak kecil yang juga mengunjungi pantai itu. Sejenak Hyorin melupakan semua kegundahan dan terhanyut dalam kegembiraan yang membuatnya tertawa lepas.

“Hyung, aku dan dia membuat istana pasir disana ya,” pamit salah seorang anak kecil itu pada Luhan.

“Arasseo,” jawab Luhan sambil mengangguk. Luhan menatap Hyorin yang sedang duduk kelelahan bermain. Namja itu tersenyum. Walaupun terlihat lelah, Hyorin tampak gembira. “Ini…” Luhan menyodorkan air mineral pada Hyorin lalu duduk di sebelahnya.

Hyorin tersenyum. “Gomawo,” ucap Hyorin.

Luhan membalas senyuman Hyorin. “Aku juga ingin berterima kasih.” Kata Luhan. Hyorin mengerutkan keningnya. “Gomawo… karena aku bisa melihat senyummu manismu lagi,” tambah Luhan.

Hyorin tersenyum lebar. “Kamu yang mengembalikannya.” Ia menatap Luhan lekat-lekat. “Gomawo…” ucapnya sekali lagi.

“Hyorin-ah,” panggil Luhan untuk meminta perhatian gadis cantik itu agar menyimak kata-kata yang ingin dia ucapkan. “aku tak terlalu suka dengan kata ‘seandainya’. Kata itu menyakitkan. Karena kata itu membuatku terlihat tak berdaya. Tapi setelah bertemu denganmu, aku sering memikirkan kata itu” Luhan menatap Hyorin yang mengerutkan keningnya. Tanda bingung. Tak menangkap apa maksud Luhan.”Seandainya kau belum punya pacar, seandainya aku yang menemukanmu lebih dulu, seandainya aku memiliki 1 kesempatan saja untuk memilikimu, banyak seandainya yang kupikirkan,” terang Luhan. Kini Hyorin mengerti. “Kau ingat pertemuan pertama kita? Bahkan sejak saat itu aku tertarik padamu,” Luhan mengenang pertemuan pertamanya dengana Hyorin.

“Ah… di taman itu kan,” Hyorin ingat jelas pertemuan pertamanya dengan Luhan. Tapi satu yang membuatnya tak mengerti. “Kau sudah tertarik padaku sejak saat itu? Kok bisa?” tanya Hyorin. Baginya pertemuan itu tak terasa ada yang special. Bahkan biasa saja.

Luhan mengangguk. “Kau tau, sebelum menyapamu, aku duduk di bangku depanmu. Melihatmu beberapa menit.” Luhan mengenang saat dia menatap Hyorin yang sedang menutupi wajahnya membaca buku sendirian di taman.

“Jinja?” Hyorin kaget karena tak tahu.

Luhan mengangguk lagi. “Aku yakin kau tak menyadarinya. Bahkan kau pun tak menyadari bahwa buku yang kau baca terbalik.” Luhan tersenyum nakal.

Hyorin benar-benar tak tahu akan hal itu. Ia baru mengetahuinya ketika Luhan memberitahunya sekarang. Ada perasaan malu yang menghinggapinya. “Jadi kau menegurku karena itu?” tanya Hyorin.

Luhan mengangguk untuk ketiga kalinya. “Lalu aku melihatmu. Menangis,” ucap Luhan. Dia mengingat wajah Hyorin yang menangis saat itu.  “Aku bertanya-tanya, apa yang membuat gadis itu menangis hingga begitu tak sadar dengan sekitarnya bahkan tak sadar dengan apa yang dia perbuat. Lalu mengapa dia menutupi tangisannya sedemikian rupa. ” Terang Luhan. Hyorin jadi teringat akan apa yang membuatnya menangis malam itu. “Lalu keesokannya aku melihatmu di sekolah. Aku melihat gaya dan kata-kata berani dan kerenmu. Lalu aku bertanya lagi, gadis yang tangguh melawan cemoohan, gadis yang setangguh itu apa yang membuatnya sampai menangis.” tambah lagi pertanyaan yang menghinggapi pikiran Luhan.

Hyorin terdiam sejenak memikirkan kata Luhan. Ia menghembuskan nafas panjangnya. “Apa aku tak boleh menangis?” tanya Hyorin.

“Tak ada yang melarang. Hanya saja aku tak suka melihatnya,” Luhan meggenggam kedua lengan Hyorin dan menatapnya. “Aku ingin gadis yang kusuka bahagia. Kalau bisa aku ingin megahancurkan semua yang membuatnya sedih dan menangis.” kata Luhan yakin.

Hyorin terdiam lagi mendengar kata-kata Luhan. Ia membalikkan badannya, menatap hamparan air pantai. “Bagaimana jika yang mebuatku sedih dan menangis adalah seseorang yang aku suka?” tanya Hyorin. Ia menatap Luhan, menunggu jawaban namja itu.

Luhan membalas tatapan Hyorin. “Itulah yang kutakutkan. Makanya aku tadi memilih kata ‘kalau bisa’. Itu menandakan ada pengecualian. Karena aku belum tahu jawaban yang pasti untuk menjawab pertanyaanmu,” jawab Luhan. Hyorin tersenyum dengan jawaban Luhan. Ternyata Luhan tak ingin menyakiti apa yang ia suka. Karena jika menyakiti apa yang ia suka, maka secara tak langusung juga menyakiti Hyorin sendiri. “Apa kau bermasalah dengan keluargamu?” tanya Luhan.

Hyorin menggelengkan kepalanya. “Keluargaku sangat baik,” terang Hyorin.

Luhan terdiam. “Jadi masalahnya dengan pacarmu,” tebak Luhan pasti. Hyorin menjawabnya dengan senyuman tipis. “Apa pacarmu berselingkuh?” tanya Luhan. Hyorin hanya diam. “Tapi itu tak mungkin,” Luhan menjawab pertanyaannya sendiri.

“Kenapa tak mungkin?” tanya Hyroin.

“Maka pacarmu itu benar-benar gila. Lagian kau pernah bilang jika dia sangat menyukaimu,” Hyorin tertawa kecil mendengar jawaban itu. Luhan terdiam memikirkan sesuatu. “Apa dia menyakitimu karena terlalu menyukaimu?” tebak Luhan lagi.

Hyorin menghela nafas dan tersenyum. “Aku juga menyukainya,” kata Hyorin tanpa menjawab pertanyaan Luhan.

“Aku janji tak akan mengganggu kisahmu dengannya. Seperti saat ini, jika dia menyakitimu maka aku akan menghiburmu,” tutur Luhan. Dia menatap Hyorin lekat-lekat. “Tapi jika dia menyakitimu secara tak wajar, maka aku akan merebutmu,” kata Luhan yakin dan memperingatkan. Dia serius. “Beritahu itu pada pacarmu,” tambah Luhan.

“Bagaimana kau akan merebutku?” goda Hyorin.

“Aku tahu. Tapi aku akan memikirkannya,” jawab Luhan.

Hyorin tertawa. “ Bagaimana bisa kau merebutku jika tak tahu caranya?” goda Hyorin lagi.

“Aku akan memikirkannya,” ulang Luhan tegas. “Bagaimana bisa seseorang membuat kau sedih dan menangis, sedangkan aku berusaha menjaga senyummu itu? Itulah yang membuatku marah,” ucap Luhan. Keduanya terdiam.

Hyorin menatap Luhan beberapa saat. “Luhan-ah,” panggil Hyorin.

Luhan menoleh “Umm?”

“Minahe…” kata Hyorin tiba-tiba.

“Wae? Karena kau tak bisa jadi pacarku?” tanya Luhan.

“Aniya…” jawab Hyorin singkat.

“Lalu?” tanya Hyorin penasaran.

“Untuk semua yang kulakukan. Entah kemarin, hari ini, atau esok hari,” ucap Hyorin lirih. Luhan sedikit bingung. “Aku tak memintamu untuk memaafkanku. Tapi aku benar-benar minta maaf. Dan…” Hyorin menghentikan sejenak kata-katanya. Ia mencium pipi Luhan. “Gomawo untuk semua yang kau lakukan.” Tambahnya. Luhan masih kaget dnegan apa yang dia dapatkan. Dia masih terdiam. Ia melihat Hyorin yang tersenyum padanya. “Setelah bertemu denganku, kau memikirkan banyak kata ‘seandainya’ maka setelah bertemu denganmu, kata ‘mianhe’ dan ‘gomawo’ lah yang terlintas dalam pikiranku.” Terang Hyorin. Luhan masih bingung dengan semuanya. Dia juga masih kaget dengan ciuman itu. walaupun dia merasa senang. “Hyaaaa, ayo kita bantu anak kecil itu,” Hyorin membuyarkan semua pikiran Luhan dan menggandengnya menuju dua anak yang bermain dengan mereka tadi. Kembali Hyorin dan Luhan tertawa, bercanda dan bergembira.

***

            Luhan cs menuju ke basecampnya hendak beristirahat sejenak dan sekedar berkumpul. Futsal tadi cukup menguras tenaganya malam ini. Saat akan membuka pintu mereka kaget dengan kehadiran orang-orang yang tak ingin mereka temui saat ini. Dalam kekagetannya, Luhan masih bisa melihat senyum licik Kai. Tanpa basa-basi lagi, pertarungan itu pun berlangsung. Mereka saling tendang dan pukul. Meraih apapun yang bisa digunakan sebagai senjata. Mengerahkan semua tenaga untuk saling mengalahkan ataupun sebagai perlindungan diri.

Pertarungan itu terjadi beberapa menit. Menghasilkan bercak darah di tanah, memar luka di tubuh dan rasa sakit yang sangat terasa. Dari sudut pandang apapun Kai cs lah yang menang. Mereka lebih siap dalam penyerangan ini. Sedangkan Luhan cs hanya bisa mengerahkan sisa tenaganya untuk setidaknya melindungi diri karena sudah kelelahan setelah futsal. Tanpa persiapan apapun dan hanya bermodalkan nekat, Luhan cs meladeni serangan Kai cs.

Kai yang sudah merasa menang menghampiri Luhan. Ia tersenyum melihat luka yang telah ia akibatkan pada Luhan. Kai jongkok dan menarik kaos Luhan yang terbaring agar bisa duduk sejajar dengannya. Kai tersenyum sengit. “Aku yang menang,” ucapnya keras dan penuh penekanan. Kai tersenyum bangga. Luhan hanya bisa membalas tatapan Kai.

Kris mencoba bangkit. Ia memegangi perutnya yang terasa sakit. “Darimana kau tahu tempat ini?” tanyanya penasaran.

Kai tersenyum senang. Ia menoleh pada Kris. “Pertanyaanmu bagus sekali,” ucap Kai senang. Seakan ia menunggu pertanyaan ini dilontarkan. “Aku akan menjawabnya hanya dengan satu kata,” ucapnya.

“Kai!” bentak Baekhyun. Ia tak ingin Kai mengungkapkan fakta itu. Karena itu akan menghancurkan seseorang yang ia sayangi.

Kai menoleh ke Baekhyun. “Sebuah pertanyaan harus dijawab dengan benar,” ucapnya pada Baekhyun. Ia kembali menatap Kris. “Hyorin,” katanya sambil tersenyum sengit.

Luhan langsung menoleh ke arah Kai saat nama itu disebut. Kai membalas tatapan Luhan dengan senyum mengejek.Teman-teman Luhan juga tak kalah kaget dengan apa yang barusan Kai ucapkan. Bahkan teman-teman Kai juga tak kalah kaget, karena Kai setega itu.

“Siapa yang kau sebutkan?” Luhan menatap Kai. Meminta kepastian atas apa yang barusan ia dengar.

Kai berdiri dan berjalan menuju tengah tempat itu. berharap semua orang akan mendengar apa yang akan dia katakan. “Ma Hyo Rin,” kata Kai sambil mengeja setiap suku kata nama itu dengan jelas dan keras. “Ah… aku jadi sedikit kecewa,” Kai berlagak kecewa. “tidakkah kalian pernah mendengar jika aku punya pacar yang sangat cantik,” tambah Kai.

Chen tau tentang rumor itu. Bahkan gengnya juga pernah membicarakan topik itu. Menerka gadis seperti apa yang mau berpacaran dengan Kai. Chen dan teman-temnnya saat itu membuat candaan tentang gadis itu. Kini semuanya telah terungkap. Bahkan kenyataan itu membuahkan kemarahan yang teramat.

Luhan diam sejenak. Ia tak bisa mengatasi kemarahan atas apa yang barusan disampaikan Kai. Luhan berusaha bahkit dan menarik kerah kaos Kai dengan kedua tangannya. “Kau menyuruhnya melakukan semua ini?” tanya Luhan dengan tatapan kemarahan.

Kai menatap tatapan Luhan itu. Tatapan Luhan tak pernah setajam ini padanya selama ini. Tapi bukan Kai namanya jika ciut karena tatapan itu. ”Wae? Kau keberatan?” tanya Kai menantang.

Luhan memukul wajah Kai sekuat tenaga. “Aku tak menyangka kau seberengsek ini.” Ucap Luhan. Emosi.

Kai terjatuh, tapi dia bangkit. Membalas pukulan Luhan. Ia memukul Luhan lagi dan lagi hingga Luhan terbaring di tanah. “Kuberi kau peringatan!” Kai jongkok dan menarik kerah kaos Luhan dan berbisik tepat di telinga Luhan. “Jangan dekati dia lagi. Dia itu milikku,” Kai melepas kerah kaos Luhan dan menghentakkan badan Luhan jatuh terbaring di tanah lagi.

Kai pergi meninggalkan tempat itu. Diikuti dengan teman-temannya. Setelah berjalan cukup jauh, Baekhyun mengahadang jalan Kai. Baekhyun memukul wajah Kai. “Apa yang kau lakukan?” tanya Kai.

“Hyorin,” jawab Baekhyun singkat. “Aku tahu alasan kenapa kau mengungkapkan nama Hyorin. Karena ingin memamerkan mereka bahwa kau yang memilikinya. Agar mereka benci dengannya dan tak mendekatinya lagi.” Terang Baekhyun. Dalam hati Kai dia menyetujuinya. “Tapi sadarkah kau, apa akibatnya pada Hyorin?” tanya Baekhyun. Tanpa menunggu jawaban, Baekhyun pergi meninggalkan Kai dan teman-temannya yang lain.

***

            Luhan masih terbaring dan terdiam. Ia mendengar ocehan teman-temannya tentang apa yang barusan terjadi, tentang Hyorin. Mereka mencemooh, mencela dan bersumpah serapah menumpahkan semua kemarahan mereka. “Diamlah!” ucap Luhan memecah kebisingan itu. “Kalian pulanglah dulu! Ke rumah sakit lah jika kalian membutuhkan perawatan lebih,” suruh Luhan. Ia melihat memar di luka teman-temannya yang cukup parah. Tapi untungnya mereka masih bisa berjalan walaupun ada yang sedikit terseol-seol jalannya.

“Kau sendiri bagaimana? Aku akan mengantarmu pulang,” Kris memberi tawaran. Ia sedikit khawatir dengan keadaan Luhan sekarang.

“Aku masih ingin disini,” tutur Luhan. Ia menatap Kris. “Kau pulanglah!” suruh Luhan.

“Keadaanmu tak memungkinkan untuk menyetir,” ucap Kris.

“Tenang saja. Aku bisa memanggil supir,” ucapnya. “Kau pulanglah!” suruh Luhan lagi. Ia memandang teman-temannya yang lain. “Kalian juga pulanglah!” suruh Luhan lagi. Tanpa interupsi lagi, keempat teman Luhan meninggalkan tempat itu. Luhan kembali terdiam sesaat. Memandang langit malam. “Hyaaaa, sampai kapan kau bersembunyi disitu?” tanya Luhan. “Keluarlah!” suruh Luhan karena orang itu tak segera menampakkan dirinya. Akhirnya seseorang itu menampakkan dirinya. Berjalan pelan menuju arah Luhan dan memandang Luhan yang masih terbaring. Luhan memandang sejenak, seorang itu menangis dan tertunduk. Membuat air matanya jatuh di wajah Luhan.

“Mianhe…” ucap seorang itu terasa tak berdaya. Tangisannya membuat ia sulit untuk mengatakan sesuatu dengan jelas.

Luhan menatapnya lagi. Perasaanya tercampur. “Hyorin, bantu aku bangun dulu!” pinta Luhan.

Hyorin membantu Luhan agar dapat duduk. Ia melihat luka di tubuh Luhan. “Minahe…” ucap Hyorin lagi.

“Apa hanya kata itu yang bisa kau ucapkan sekarang?” tanya Luhan. Hyorin terdiam dan tetesan air matanya semakin deras. Ia menatap Hyorin. “Inikah maaf yang kau bicarakan kemarin?” tanya Luhan meminta kepastian. Hyorin tak menjawab. Hanya sesenggukan tangisannya yang semakin terdengar. “Sejak kapan kau berdiri disana?” tanya Luhan penasaran. Hyorin tak menjawab. “Jawablah!” tegas Luhan.

“Sejak Kai Oppa mengungkapkan aku pacarnya,” kata Hyorin. Ia makin tertuduk.

Luhan  menghela nafasnya. “Kau telah menyakiti temanku-temanku. Kau dengar kan tadi, bagaimana mereka mencemoohmu,” tutur Luhan.

“Kau dan yang lain bisa membalas apa yang telah aku perbuat. Aku akan menerimanya. Apapun itu,” ucap Hyorin. Kini dia berani mendongakkan kepalanya menatap Luhan. Walau matanya masih bercucuran air mata.

Luhan memandang Hyorin. Sejenak terdiam menatapnya. “Apapun?” tanyanya. “Benar. Aku sangat marah. Bahkan aku ingin memukulmu hingga kau merasakan rasa sakit yang aku dan teman-temanku rasakan,” ungkap Luhan. Ia tak menampik jika dia sedang marah atas apa yang yang Hyorin perbuat.

“Kau boleh melakukannya sekarang,” Hyorin mempersilahkan.

Luhan menatap Hyorin yang memejamkan matanya. Seakan telah bersiap menerima rasa sakit. Luhan menghela nafasnya lagi. “Sudahlah. Antar aku pulang. Kau bisa menyetir kan?” tanya Luhan.

Hyorin mebuka matanya. “Kau tak perlu mengasihani aku.” Ucap Hyorin.

“Aku tak mengasihanimu. Bahkan aku belum memaafkanmu. Rasa marahku juga masih penuh. Tapi apa yang bisa kuperbuat sekarang? Berdiri saja aku tak sanggup,” terang Luhan. Ia mengungkapkan alasannya. Ia memang hampir tak kuat berdiri karena kakinya tak mampu menopang badannya. “Itulah kenapa aku meminta bantuanmu,” tambahnya.

“Lalu kenapa kau menolak bantuan Kris dan menyuruhnya pulang?” tanya Hyorin.

“Jika mereka tak pulang maka sampai kapan kau bersembunyi seperti tadi dan kau…” Luhan menghentikan omongannya. Menatap air mata Hyorin yang masih saja mengalir dari matanya. “menangis…” kata Luhan lirih. “Sudahlah, cepat antarkan aku pulang,” pinta Luhan lagi.

Hyorin segera membantu Luhan. Memapahnya menuju mobil Luhan dan mengantarnya pulang. Memang tak ada pembicaraan selama perjalanan itu. Karena mereka sedang berpikir akan sesuatu. Hyorin berfikir tentang Luhan. Memang Luhan marah padanya, tapi dia masih memikirkan dirinya. Luhan tak ingin Hyorin terus bersembunyi dan terpuruk menangis sendiri. Sedangkan Luhan memikirkan banyak hal setelah kejadian itu. Tentang apa yang harus ia lakukan setelah ini.

 

Bersambung…

Review part 7 :

  • Luhan menatap Hyorin yang tak karuan rupanya akibat bulli-an teman-temannya. “Aku berusaha melindungimu tapi kenapa kau seenaknya saja melakukan ini?!” bentak Luhan pada Hyorin.
  • Suho mendengar tangisan Hyorin dari balik pintu kamar mandi. Meskipun Hyorin sudah berusaha menutup mulutnya agar tak bersua saat menangis, meskipun Hyorin sudah menyalakan air agar meredam suara tangisannya, tapi Suho masih bisa mendengar tangisannya. Itu membuat Suho semakin khawatir dengan keadaan Hyorin.
  • Kai menatap Luhan dengan tajam. “Jika kau jadi aku, apa kau akan melepaskannya?”
  • “Jangan menangis lagi,” Luhan menghapus air mata Hyorin. “Biarkan aku yang berfikir bagaimana cara agar mereka menerimamu lagi walau aku harus menguras tenaga dan pikiranku.” Luhan memeluk Hyorin.

Di part 7, gimana ya? Masih belum ada pandangan yang jelas. Aku bener-bener minta maaf kalo part 6 ini lama banget. Kalo boleh jujur, aku sedikit (kayak e banyak) gak bergairah buat nulis FF lagi L. Jadi nyelesaiin part ini aja rada asal-asalan dan bersyukur banget part ini akhirnya selesai. Tapi karena komentar-komentar kalian yang mengapresiasi FFku, aku jadi sedikit bersemangat. Jadi kalianlah yang mebuat aku semangat buat nyelesaian part ini segera. Makasi-makasi J. Pokoknya ditunggu komentar kalian!!!! J

Oh iya, kayaknya FF ini udah mulai menemui akhirnya. Mungkin kurang 2 atau 3 part lagi. Aku belum tau, belum ada gambaran jelasnya. Aku pengen minta pendapat kalian, enaknya Hyorin endingnya pengen sama siapa? Pendapat kalian bakalan aku tampung sejak saat ini. Nanti tak voting mana yang paling banyak. Kalo bisa sertain alasannya (maap ya merepotkan. Soale aku galau mau nentuin yang mana L). Kalo mau ada saran kritik secara langsung bisa mention ke twitter ku @destyfitria J

*Terima kasih sudah baca. Ditunggu komentarnya ya buat kritik sarannya biar author semangat ngelanjutin ceritanya*

37 pemikiran pada “Wolf (Chapter 6)

  1. Menurutku sih Hyorin sama Luhan aja Thor.. Tapi kalau Hyorin sama Luhan, Kai nya kayak apa? Kesian Kai nya. Dia kan gak bisa jauh dari Hyorin, dan gak bisa hidup tanpa Hyorin. Ibaratkan Hyorin itu nafas dan jiwa raganya Kai kalau Hyorin gak ada Kai gak ada apa-apanya. Bisa-bisa Kai bunuh diri lagi =D (ada-ada aja, kan tergantung author akhirnya Kai kayak apa :D).
    Menururku sih Hyorin juga gak masalah sama Kai, lagi pula mereka sudah lama saling kenal. (Kenapa jadi curhat ya sayanya -_-).
    Oke.. Lanjut aja Thor, siapapun yang sama sama Hyorin saya akan selalu setuju ๑ˆ⌣ˆ ๑

  2. Temen2 luhanjadi benci hyorin ya
    Astaga, inikan bukan salah hyorin, harusnya mreka sadar donk scara kai udh blg kalo yg nyuruh hyorin bwt jadi mata2 itu dia ckckck

    Udh luhan sama hyorin aja, dripda sma kai yg ada sakit atu mulu :/

  3. Haiiii..
    Wah ga kerasa yak waktu cepet berlalu, betewe awal baca ff ini kalo ga salah juli ato ga agustus 2014 deh. Waktu itu masih kelas 3smp dah masih bocah siders🙏🏻 saat” dimana malas bet comment. Maapkeun
    And then, 5 tahun berlalu. Sekarang akunya udah masuk semester 3👏🏻 wah wah waktu emang ga terasa yak.
    Trus kan tiba” lagi pen flashback gitu jaman” dahulu ku, iseng ni buka wordpress tempat baca ff dahulu kala ku😅 eh eh langsung keinget ff fav yang masih gantung jaman dulu, terakhir cek 2015 dan belum dilanjut chap7nya. Sekarang udah 2019 dan masih belum dilanjut, mungkin ada yang bisa jelasin kenapa bisa? Authornim nya mungkin bisa jawab? . Betewe jan lupa bahagia

Tinggalkan Balasan ke Amyrose Batalkan balasan