Cynicalace (Chapter 4B)

Project LN1

Title : Cynicalace

Author : NadyKJI & Hyuuga Ace

Length : Chaptered

Genre : Romance, Comedy, Friendship

Rate : G

Main Cast :

Jung Re In (OC)

Geum Il Hae (OC)

Park Chanyeol (EXO)

Kim Jong In (EXO)

Disclaimer: Annyeong, ff ini adalah murni hasil pemikiran author yang kelewat sangat tinggi,  dilarang meniru dengan cara apapun, don’t plagiator. Gomawo #deepbow.

Summary :

Aku tidak membencimu. Aku hanya tidak ingin berurusan lagi denganmu. Tapi mengapa kau selalu hadir di sekitarku layaknya modul akuntansi yang selalu kubawa setiap hari. Wajahmu mengangguku tapi aku mulai merindukannya ketika wajah itu menghilang dari keseharianku. Oh, menyebalkan.

–Jung Rein–

Aku tidak sudi, aku tidak sudi, aku tidak sudi! Dia menyebalkan, cuek, dan dingin. Tapi… terkadang dia baik juga walau dengan muka datar, terlihat tulus, dilihat-lihat juga ia lumayan.. bukan, tampan… Argh! Aku menyerah, sepertinya karma itu berlaku.

–Geum Ilhae–

Sama seperti panggilannya, yeoja itu memang kelewat bodoh. Sialnya, karena terbiasa menjadi dampak dari perilakunya, aku menjadi terbiasa untuk selalu hadir di sisinya. Namun entah mengapa aku merasakan keberadaanya bagaikan pelangi dalam keseharianku yang hanya dihiasi dua warna – hitam dan putih.

–Kim Jong In–

Melihat wajah seriusnya, merasakan kesinisannya padaku. Itulah makanan keseharianku karena ulahku sendiri. Well, kau memang bodoh dan gila jika bersangkutan dengan yeoja itu. Kau terlalu gila Park Chanyeol.. tapi, aku tidak keberatan gila untuknya. It’s a pleasure.

–Park Chanyeol–

Author’s Note:

He Yooo Wasssapp #alakris (?), akhirnya chapter 4B telah dirilis…. Bagaimana dengan chapter 4Anya? Huaaa ><

Author takut sama ceritanya sendiri – takut ga ada yang baca dan sebelumnya… maafkan dengan tokoh-tokoh yang absrud alias banyak errornya (?)

Tapi terima kasih banyak buat yang udah comment dan baca ff ini, jadi semangat buat dua author ngelanjutinnya…

Jangan lupa commentnya bagi semua yang baca ff ini terutama chapter ini, hehehe.

Last,

HAPPY READING, RCL ya!

___

 

-:Ilhae’s PoV:-

Aku berjalan melantur tidak tentu arah di bagian universitas yang sangat jelas tidak aku ketahui dan kuasai. Semua berkat Rein! Ya Rein! Karena ia memaksa kalau Sehun harus ikut. Well, setelah aku mengetahui bagaimana Do Suyeon, aku sudah berpikir pasti namja seperti Sehun di undang. Aku sudah meledak senang ketika Rein mengajukan syarat itu, karena aku tahu Sehun pasti di undang. Yang perlu aku lakukan adalah mencari namja itu dan mengajaknya bekerja sama.

Kau pintar sekali Ilhae.

Mataku melirik dengan bebas ke arah kantin fakultas Akuntansi, aku tidak takut akan bertemu Rein, karena yeoja itu sedang bekerja – tentu saja aku sebagai penjemput hariannya sangat mengetahui jadwal yeoja itu. Lagipula, selama satu minggu ini yeoja itu sulit sekali untuk di cari, aku bahkan hanya bertemu dengannya pagi, terkadang malam haripun aku tidak mendapatinya ada di apartemen. Yang membuatku khawatir adalah kesehatannya. Aku ngeri ketika melihat kantung matanya yang sangat hitam seperti panda. Aku bahkan pernah menggodanya karena ia semakin mirip dengan Tao dan yang kudapatkan hanyalah pukulan oleh buku akuntansinya. Sial.

Seluruh pikiranku akhirnya buyar ketika menemukan sosok tinggi itu berjalan sendirian. Wajahnya datar terkesan mengantuk yang hanya membawa tas selempang hitam – yang dapat kupastikan isinya hanya ponsel, dibandingkan dengan tasku yang menggembung, asumsiku.

“Sehun-ah!” Aku berteriak dan detik itu juga aku menepuk mulutku. Aku baru saja menyapa namja itu seperti orang dekat dan semua yeoja yang ada di sana langsung memelototiku, begitu juga Suyeon ― yang entah mengapa bisa ada disini. Walapun tidak kentara tapi aku bisa melihat kilat membunuh itu. Aku hanya berharap dia tidak menendangku dari acara ulang tahunnya berhubung aku adalah teman yang diundang Kyungsoo secara langsung untuk ulang tahun yeoja itu.

“Ada apa, Ilhae-ssi?” Tanyanya sopan dan menatapku datar. Hey, diluar bersama Rein. Apakah wajahnya selalu seperti ini? Ckckck.

“Aku hanya bertanya, apakah kau di undang oleh Suyeon? Ke acara ulang tahunnya? Aku ingin mengajukan sebuah permohonan minta tolong.” Aku memandangnya sepasrah mungkin menyatukan kedua tanganku memohon.

“Suyeon? Nugu?”

Aku harus memastikan bahwa daguku tidak menyentuh lantai, apalagi setelah mendengar nada suaranya yang cuek dan santai. Tapi jika dipikir-pikir, akhirnya aku memiliki teman yang sama-sama kurang mengenal Suyeon awalnya, dan entah mengapa aku bersyukur. Hahahaha.

Ya! Kau tidak boleh bersyukur! Sekarang bagaimana aku harus deal dengan namja yang sangat-sangat dingin ini?! Terlalu cuek. Terlalu berbeda jika namja ini sedang bersama Rein. Aku memberengut dan mencoba menjelaskan perawakan Suyeon.

“Yeoja dengan rambut pirang dan baju yang wah itu… Kau harus tahu kumohon. Ia memakai tas gucci. Aku berisik kecil sembari memainkan mataku ke arah Suyeon yang masih di sana.”

Tampaknya Sehun agak mengerti dan mengikuti arah pandangku. Sesudahnya ia terdiam sejenak, sementara aku harus menyiapkan diri untuk jawaban yang akan di berikan namja itu. Melihat beberapa percakapan yang telah terjadi, aku harus siap perang. Lebih daripada Rein’s time. Aku mengurut dada dalam hati.

“Ah, jadi namanya Suyeon. Ckk. Yeoja itu menyebalkan.” WHAT?! Gawat! Gawat! Sepertinya Sehun tidak menyukai yeoja itu. Bisa gawat jika ia menolak mentah-mentah ajakanku.

“Sepertinya dia pernah..”

“Ya, seperti pertanyaan awalmu tadi. Dia memang memberikanku semacam surat undangan yang berwarna serba pink, dua hari yang lalu. Tapi saat melihat tingkahnya yang Queen Wannabe aku hanya tidak berminat.” Ujarnya santai, sementara jantungku berdegup tidak karuan disisi lain. Bukan karena aku jatuh cinta padanya atau apapun, melainkan aku khawatir terhadap ketidakminatannya yang terlalu kentara.

“Lalu?”

“Aku buang ke tempat sampah, jadi itu undangan ulang tahun? Mian aku belum sempat baca.” JDARRR! Namja ini menyeramkan!

Matilah aku…

“Sehun-ssi… Aku mohon tolong, demi Rein… Datanglah ke pesta itu. Dia tidak mau datang bersamaku kalau tidak ada kau.” Aku berkata seadanya, kali ini aku lemas luar biasa dan duduk di kursi kantin yang menjadi penopangku sekarang.

Namja bernama Sehun ini tidak main-main. Aku bahkan lebih tertarik dengan si Kai – andwae! Wait.. Tidak, tidak! Lebih baik menghadapi Rein atau gerombolan si berat bahkan Kyungsoo!

Aku tidak tahu berapa lama aku memarahi diriku sendiri, sehingga ketika selesai aku agak syok, menyadari kalau Sehun belum berbicara apapun. Dengan ekor mataku aku melihat nampaknya namja itu berpikir keras, dan mungkin pertanda bagus! Namja itu memang perlu berpikir keras.

“Rei? Dia ikut jika aku ikut?” Nadanya sangsi bertanya padaku. “Wae?” Nah! Ini dia, mengapa jika membahas Rein, dari nada bicara dan mimik wajahnya bisa berubah jadi lebih hangat yah? Mencurigakan.

“Ne! Kau harus tahu dia menodongku ‘Jika Sehun ikut aku akan ikut’ well seharusnya itu sebuah berita besar bagimu? Tidak perlu sangsi, aku benar-benar memberitahumu yang sebenarnya, jika tidak untuk apa aku ke sini…” Aku mengibaskan tanganku. Sudah agak pasrah.

Sehun hanya menghela napas panjang dan akhirnya mengembalikan tatapan datarnya padaku. Cih.

“Baiklah, akan kupertimbangkan.”

Lalu dia melengos begitu saja tanpa memandangku sama sekali. Menyebalkan.

OH SEHUN! Terkutuklah kau dengan poker facemu dan teman-temannya! Aku menedang kaki meja terdekat dengan kakiku yang hanya memakai sendal.

Krak.

Oh sial!

Aku langsung menunduk dan berusaha merasakan jempolku. Dengan takut-takut aku menggerakkannya dan merasakan ngilu. Dengan perasaan sedih sepenuhnya kesal aku berjalan perlahan amat perlahan menuju mobilku di parkirkan.

Sembari berjalan aku memutar otakku. Mendengar jawab Sehun – kembali aku bergaransi harus menanyainya setiap hari sampai namja itu mau pergi! Aku tidak mau tahu.

“Ilhae-ya?”

Aku menoleh.

“Taecyeon.”

Aku terdiam, tidak berani kabur atau tidak bisa. Aku tidak akan mengambil resiko berjalan cepat menuruni tangga yang di setiap hentakannya pasti membuat ngilu dan menambah cedera yang harusnya ringan ini.

“Kenapa kau berada di sini? Ini jauh sekali dari fakultasmu.” Taecyeon kali ini berjalan di sebelaku.

“Ada urusan, kau sendiri?”

“Well, Suyeon tadi ingin bertemu denganku.”

“I see.” Aku tidak bertanya lebih lanjut karena mengetahui tabiat seorang Suyeon aku merasa tidak aneh. Taecyeon memang tampan, kecuali untukku yang sudah risih duluan.

“Ilhae-ya, gwaenchana?”

Aku mendongak dan kali ini bertatapan dengan matanya yang tersenyum padaku itu, “Ne?”

Ia menggaruk tengkuknya, “Kau terlihat tidak nyaman berjalan.”

Wow, dia bisa tahu? Dia pengamat ya…

“Ahahaha, kau tahu saja. Tapi tidak apa-apa.” Aku tertawa, supaya ia tidak bertanya lebih lanjut.

“Kyeopta.”

Aku membeku seketika ketika Taecyeon mencubit pipiku. What?!!

Langsung tergagap aku berusaha tidak menatap langsung. Dengan cepat seadanya aku mencari alasan terbaik untuk pergi dari sini, “Kau bercanda Taecyeon. Well, sebaiknya aku pergi, aku harus menjemput Rein. Annyeong, dah.”

Aku melambai sekilas sebelum berjalan cepat seminimum mungkin menuju mobil.

-:Author’s PoV:-

Aku telat, Rein ampuni aku, batin Ilhae.

Ia cepat-cepat turun dari mobilnya dan berlari kali ini, mengabaikan ngilu yang sesekali menghentakan kekuatan kaki kanannya.

“Rein!” Ilhae langsung berteriak di Paulo’s yang untungnya sedang sepi. Tidak tahu lagi bagaimana keributan yang bisa ditimbulkannya.

“Cih.”

Ilhae memberengut begitu mendapati Kai, yang sangat amat berat ia akui, tapi hanya namja itu yang masih ada. Kasir dan waiter nihil, sepertinya pergantian shift.

“Di mana Rein?” Ilhae tanpa peduli langsung menodong Kai seperti namja itu telah menculik dan menyembunyikan temannya.

“Ruang ganti, dan untuk apa kau berjalan seperti orang pincang?”

“Well maaf saja jika cara berjalanku mengganggumu, tapi aku baru saja terkilir.”

Ilhae langsung melengos menuju ruang gantin tapi langkahnya terhenti.

“Khusus karyawan kau tidak diizinkan masuk. Lebih baik kau menunggu saja.”

“Oh astaga! Biarkan aku masuk! Aku juga sudah pernah masuk saat menggantikan Rein!” Ilhae membantah.

“Itu berbeda.”

Menggerutu, Ilhae duduk di kursi terdekat. Tidak memiliki kegiatan ia menunduk dan memijat-mijat jempolnya perlahan. Sesunguhnya meskipun ia tahu cederanya amat sangat ringan dan mengganggu, ia tidak tahu seseorangpun yang berbakat dalam menyembuhkan terkilir.

Kai yang baru saja selesai membereskan cangkir-cangkir kopi, melihat Ilhae yang sedang melakukan kegiatannya. Ia mengernyit sedikit.

Gadis itu cedera?

Entah ada kesadaran darimana, Kai berjalan keluar dari pos kerjannya dan menghampiri Ilhae. Ia berdiri di hadapan gadis itu dan berlutut di hadapannya.

“Kenapa?” Tanyannya.

“Tidak.” Ilhae memandang sebal ke arah Kai.

“Jangan sembarangan, kalau tambah parah bagaimana?” Kai menahan tangan Ilhae yang masih memijat jempolnya.

“Ya! Ini hanya terkilir ringan. Jempolku akan baik-baik saja. Hanya perlu dipijat.”

Kai menganggukkan kepalanya mengerti. Kali ini tangannya benar-benar menyingkirkan tangan Ilhae, “Mungkin ringan, tapi dengan perawatan yang salah bisa menjadi parah. Biarkan aku.”

Ilhae melotot, “YA! Jangan!”

Ilhae memandang horor ke arah Kai lalu pada tangan namja itu yang memijat jempolnya berusaha meluruskan kembali tulang ataupun otot jempolnya.

“Appo!”

Ilhae tersengat rasa sakit begitu pijatan bertenaga Kai dimulai. Menggigit bibir bawahnya menahan sabar, Ilhae akhirnya menyadari satu hal. Seiring setiap pijatan ia bisa merasakan rasa sakitnya semakin hilang dan hilang.

Trak.

“Sudah.” Kai lalu berdiri.

“Sudah?” Ilhae menaikkan alisnya bingung.

“Ne.”

“Bagaimana kau bisa…”

“Ia penari juga Ilhae-ya. Jadi tentu saja ia bisa membenarkan cedera kecil seperti itu.”

Ilhae menoleh dan mendapati Rein baru saja muncul dari arah ruang ganti.

Melihat wajah Ilhae yang penuh dengan ketidak percayaan, Kai hanya menghela napas.

“Jinjja. Kai seorang penari yang sangat berbakat. Kai tunjukan tarianmu untuknya!” Layaknya seorang kakak yang menyuruh adiknya untuk membantunya mengerjakan PR begitulah perlakuan Rein kepada Kai sekarang.

“Mwoya? Shirreo!” Namun Rein terkekeh begitu melihat wajah penuh penolakan dari Kai.

Sudah pasti ia menolak.

“Kyeopta uri dongsaeng!”

“Mwo? Ada apa ini? Sejak kapan ia jadi dongsaengmu? Dan kau? Menari? Maldo andwae.” Ilhae mengerutkan dahinya teramat dalam.

“Sejak aku mengetahui bahwa umurku lebih tua 2 bulan darinya. Sudahlah tak usah dibahas. Hehehe, Kai I’m just kidding. Kalau kau harus menari itu haruslah di theatre yang megah bukan dihadapan Geum Ilhae. Hahahhaha.” Sepertinya sifat jahil Rein sedang menjadi-jadi hari ini.

“GEEZ aku tidak terima! Tarik ucapanmu!” Ilhae memandang dengan pandangan membunuh.

“Dwaesseo. Kkaja, aku sudah lelah. Ayo pulang.”

Ilhae yang berpikir lebih baik pergi daripada berurusan dengan Kai tidak mempersalahkan apapun dan langsung pergi. Tapi ketika sudah berada di ambang pintu ia terdiam sejenak. Ia masih ingat kalau Kai baru saja menyembuhkan jempolnya, maka dengan wajah tidak iklas ia berbalik.

“Well, gomawo!”

“Eoh.”

Kuping Ilhae yang mendnegar ucapan paling singkat itu menjadi panas, “Tidak jadi! Heush.”

*-*-*

Ilhae mengerutkan dahinya dalam-dalam sembari melihat kalender di mejanya. Kalender menunjukkan bahwa tepat satu minggu lagi adalah hari di mana Suyeon berulang tahun dan itu artinya ia harus memastikan bahwa Sehun ikut serta dan Rein pasti akan ikut.

Ia menghela nafasnya dan mengingat betapa sulit hari-harinya akhir-akhir ini. Sudah dengan beberapa tugas laporan laboratoriumnya yang harus selesai sebelum libur natal, ia juga harus meneror Sehun setiap dua hari sekali agar namja itu rela ikut. Tapi yang ia dapatkan hanyalah jawaban malas-malasan. Sementara di pihak Rein yang memberikan syarat, yeoja itu benar-benar sulit ditemukan akhir-akhir ini. Ilhae tidak mengerti Rein mengerjakan apa saja, yang penting ketidakhadiran yeoja itu cukup membuat Ilhae kalut.

Drrt..

Getaran dari ponselnya menarik kembali Ilhae dari pikirannya, yeoja itu dengan malas membuka e-mail yang baru masuk tersebut. Matanya mengerjap lelah melihat isi e-mail yang merupakan data projectnya yang masih perlu di tambah sana-sini. Menggerutu walaupun tidak rela ia akhirnya membuka laptopnya dan mulai mengerjakan tugasnya. Semakin cepat selesai semakin leluasa untuk memaksa Rein dan Sehun untuk hadir.

*-*-*

Oh Sehun baru saja menyelesaikan kelasnya. Sebenarnya ia ingin langsung berjalan lurus menuju tempat parkir tapi melihat sosok yang lebih menyebalkan dari yeoja bernama Do Suyeon kembali menghantuinya. Geum Ilhae, yeoja yang sekarang dicapnnya sebagai yeoja pengganggu hidupnya. Ia kembali mengingat bagaimana yeoja itu dengan rutin menanyakan keputusannya.

“Sehun…”

Sehun memijat pelipisnya, kali ini ia harus mengalah, demi kesehatan jiwanya, “Arraseo, aku ikut. Jadi apa yang harus aku lakukan lagi?”

Sehun tidak perlu menunggu Ilhae mengucapkan permintaan berendeng, ia pasti tahu yeoja itu tidak akan menyelesaikannya semudah itu.

“Kau seperti sudah mengenalku saja, sesudah ini aku hanya meminta kau mengirim pesan pada Rein bahwa kau akan ikut. Hanya akan ikut, ne?”

Berdecak Sehun langsung mengambil ponselnya sementara Ilhae menunggu dengan manis. Jarinya mengetikkan sebuah pesan lalu sebelum mengirimnya ia menodongkan layar ponselnya pada wajah Ilhae. Mata Ilhae langsung berbinar begitu melihatnya dan mengangguk puas.

“Urusan kita sudah selesai?” Sehun berkata lelah.

Ilhae yang melihat raut muak Sehun akan keberadaanya langsung menyeringai, “Sudah, dan terima kasih. Jeongmal mianhae karena menggangumu. Lalu…”

Sehun merinding seketika.

“Tolong jangan memberikan detail tentang pesta ini padanya. Cukup kau bilang akan ikut.”

Tidak bertanya lebih lanjut lagi Sehun hanya menggangguk karena tidak ingin repot. Sedangkan Ilhae tidak lebih peduli dan langsung berlari senang menuju mobilnya.

Poor Sehun.

-:Rein’s PoV:-

Aku mengacak rambutku frustasi. Ini sudah ke 8 kalinya aku mengecek semuanya. Mengapa hasil akhirnya sama sekali jauh dari kata balance?! Ish.

Bahkan aku sudah jauh-jauh meninggalkan ‘kursi panas kesayanganku’ aka bangkuku di kelas, dan menempatkan diri di bangku taman di dekat fakultas Biologi-Kelingkungan hanya untuk mencari inspirasi. Tapi hasilnya, nihil.

Aku menggesek-gesekan kakiku diatas tumpukan salju putih yang mulai menggunung di dekat kakiku. Disini dingin –tentu saja mengingat sekarang adalah musim dingin dan salju yang mulai menutupi jalanan. Musim dingin mengingatkanku akan hibernasi, dan sekaligus aku mengingat karakter Shandy dari kartun Spongebob. Hahaha, aku sejenak berandai-andai betapa lucunya jika aku berhibernasi dan ketika terbangun tubuhku sudah sebesar bison.

“Tolong jangan membuat dirimu gila hanya karena siklus, Rei.”

Aku terlonjak dan segera memicingkan mataku untuk melihat orang yang baru saja datang dan menyapa – bagiku lebih terdengar seperti mengagetkanku.

“Hun!”
“Apa yang sedang kau pikirkan?” tanyanya santai sambil mendudukan dirinya di sisi kosong di bangkuku. Yap, bangkuku dalam kurun waktu 1 jam terakhir.

“Memangnya kenapa?”

Sehun tersenyum geli, seakan-akan dia baru saja melihat peristiwa yang menarik. “Kau baru saja terkekeh sambil menendang-nendang salju, disaat semua orang sedang menghangatkan diri di dalam kampus.”

“Jinjja?” Aku terkekeh? Ah~ mungkin ketika aku membayangkan Shandy, diriku, dan bison.

“Hmmmp. Tidak ada yang penting sesungguhnya. Oh ya, Hun. Bagaimana kerja siklusmu?” aku mencoba menganti topik yang sekiranya lebih bermutu.

“Balance. Sekali coba.” Jawabnya santai sambil mengeluarkan sesuatu dari ranselnya.

“Kau memang cemerlang.” Anehnya aku muram ketika mengatakan hal ini. Sehun, dia sangat pintar. Dia bisa saja menjadi murid terbaik di fakultas jika ia sedikit lebih rajin dan peduli.

Ah, melihat betapa cemerlangnya Sehun dan teman-temanku terkadang membuatku ingin menyerah.

“Jangan menyerah. Kau hanya perlu tenang..” Sehun menatapku tenang namun aku melihat kedua tangannya sedang melingkarkan jaket coat berwarna coklat miliknya ke sekeliling tubuhku. Terkadang, perlakuannya sangat manis.

“Gomawo. Dan kau baru saja mengatakan sesuatu yang menjawab anomali dalam benakku. Mind reader?” ujarku jahil namun dia hanya tersenyum kecil.

Mengabaikan candaanku, dia lebih memilih menasehatiku. “Kau itu mudah panik dan stress, Rei. Coba kalau kau lebih tenang dan santai.”

Uh! Rasanya aku ingin menangis, bagaimana aku bisa santai? Tugas akhir tahunku sangat banyak, dan aku belum meyelesaikan satupun karena permasalahan tidak balance pada satu siklus tahap tengah–ini sangat berdampak besar pada system kerja akuntasi, parahnya aku tidak bisa melanjutkannya. Miris mengingat,ketika mahasiswa lain mulai menyiapkan diri untuk berlibur, berbeda denganku dan mahasiswa lain dengan latar belakang Akuntansi. Bulan Desember adalah bulan tersibuk bagi kami, karena Desember adalah akhir dari siklus dalam setiap kegiatan akuntansi.

Aku terdiam sambilmenendang gumpalan salju dan amat disayangkan tendanganku kali ini sangat kuat sehingga salju-salju itu melaju jauh dan mengenai kaki seorang namja dengan kacamata tebal yang baru saja lewat.

“Eung. Mian.” Ujarku tidak enak sementara namja itu hanya memberikan death glarenya padaku dan berlalu begitu saja.

“Jika aku membantumu kali ini, maukah kau mengabulkan satu keinginanku?” Sehun baru saja menawarkan sesuatu yang ambigu. Sebenarnya dalam kondisiku kali ini aku memang membutuhkan otak lain untuk membantuku. Dan aku takut tidak bisa menutupi kegembiraan yang mulai meluap dari dalam diriku.

“Sehun-ah! Gomawo karena kau mau membantuku. Lalu, aku harus melakukan apa?” Aku mengigit bibir bawahku ketika menyadari bahwa nada suaraku sangat gembira. Layaknya baru saja aku diberitahu bahwa seseorang akan memberikanku tiket berlibur ke Jepang.

Sehun tertawa terbahak-bahak –kemungkinan besar karena melihat ke absurd-an wajahku sekarang. Oh ya ampun, ini adalah salah satu sisi Sehun yang amat jarang terekspos! Otakku baru saja menyuruhku untuk membuka ponsel dan mencari video recorder untuk merekam Sehun saat ini, ketika jari-jari panjang seseorang menyentuh puncak kepalaku dan mengelusnya.

Lalu seakan terbius di balik hitamnya pupil mata seorang Oh Sehun, aku hanya bisa tercengang.

“Yang aku inginkan, kau tidur nyenyaklah malam ini.”

Aku merasakan kedua pipiku memanas, ya mudah sekali mengidentifikasi kehangatan ini karena cuaca yang dingin.

Jari-jari panjangnya yang masih berada di puncak kepalaku bergerak dinamis dan aku baru menyadarinya bahwa ia baru saja menganggukan kepalaku.

“Kau lucu, Rei. Wajahmu sekarang terlihat lebih bodoh daripada sahabatmu yang berisik itu.”

Aku menggelengkan kepalaku dan menghilangkan imajinasi aneh yang mengatakan wajahku saat ini mirip dengan wajah Pikachu. Maklumilah, aku adalah karakter yang sangat suka berimajinasi terutama jika sudah stress seperti sekarang. Aku kembali memfokuskan diri pada perbincanganku dengan Oh Sehun.

“Geum Ilhae? Ya! Bagaimanapun dia sahabatku. Walau kadang menyebalkan dan bodoh, dia sahabatku.” Balasku mencoba membela Ihae, bayangkan jika yeoja itu mendengar kata-kataku barusan. Aku lebih memilih bertemu Chanyeol daripada melihat wajahnya yang sumringah. Tunggu, Chanyeol?! Mengapa orang ini lewat lagi di benakku! Ish.

“Arra, arra. Oh ya satu hal, kau harus menjaga kesehatanmu Rei.  Aku tidak ingin melihatmu sakit.”

Aku menggeleng tegas, “Ani. Aku cukup kuat kok.”

“Tapi kau hampir menghabiskan 9 jam waktumu di kampus, 5 di tempat kerja paruh waktumu. Dan aku curiga kau tidak mengambil waktu istirahatmu untuk tertidur melainkan melanjutkan siklus. Aku mengetahuinya dari kantung matamu.Kau juga jarang terlihat pergi ke kantin atau sekedar membuka bekalmu ketika jam makan siang tiba. Daya tahan tubuhmu tidak sekuat itu, Rei.” Rein ternganga, ini adalah kalimat terpanjang dan terpanik yang pernah Sehun ucapkan.

“Hun-ah…”

“Jangan sakit, yah?” Rasanya ingin sekali Rein mencubit dirinya sendiri. Mengapa hari ini Sehun berbicara dan berperilaku begitu manis? Ini membuatnya kesulitan menelan salivanya sendiri.

“Eo. Gomawoyo Sehun-ah. Gomawo karena sudah menghawatirkanku.” Di balik nada suaraku, aku bisa merasakan ketidakpercayaan. Aku menyukainya, sisi Sehun yang seperti ini. Caranya berbicara sama seperti Jung Rehyun. Hyunie oppa.. ah aku jadi teringat padanya. Oppa, long time no see.

“Hmm.. oh ya, aku hanya ingin mengingatkanmu, Rei.”

“Tentang?”

“Jangan membawa tugas ke Jeju?”

“Jeju? Ah!” seakan teringat sesuatu, terutama ketika melihat wajah Sehun yang berubah datar seperti dirinya ketika berada di sekeliling orang yang tidak dikenalnya. Duh! “Apa yang telah dilakukan Ilhae padamu?! Hun-ah, minhaeeee..”

“Check ponselmu. Aku tahu kau menggunakan mode silent pada benda itu.” sebenarnya aku tidak mengerti arah pembicaraannya namun aku hanya melakukan hal tersebut.

Dan OH! Sekarang aku mengerti ketika 15 missed call dan 7 message masuk dalam ponselku. Hebatnya, pengirimnya sama. Biar kubacakan beberapa di antaranya.

From : Hae-ya (14.45)

Reiiiiiiiiiiin! Berhasil- berhasil, HORE!

Ketika membaca kalimat pembuka ini ingatan akan bocah perempuan dengan poni rata dan monyetnya terbayang dalam pikiranku.

Lihat, lihat! Tidak ada yang tidak bisa dilakukan Geum Ilhae-NIM! Oh Sehun! Dia sangat menyebalkan dan dingin, aneh sekali kau bisa berteman dekat dengannya. Tapi segala hujan badai telah kutempuh, dia mau ikut lhooo.

INGAT JANJIMU, JUNG REIN! HAHAHAHA

Hiperbola sekali orang ini.

From : Hae-ya (14.59)

Heyy heyy, jangan kabur kauuuu. Balas pesanku, angkat teleponku. Hahaha.

Dia niat.

From : Hae-ya

Rein, awas saja kalau kau mau melanggar janjimu. Habis kau! #evil smirk

Oh baiklah! Aku tidak sanggup membaca sisa 4 message nya. Aku menoleh ke samping dan melihat Sehun sedang menatapku datar.

“Mianhae Sehun-ah. Karena.. telah menyulitkanmu.”

Sehun, aku merasa sangat bersalah padanya. Terkadang invasi Ilhae memang berlebihan, aku membayangkan Ilhae yang membuntuti Sehun sepanjang hari. Dan seketika bulu kudukku merinding hanya dengan memikirkannya.

“Gwaenchana, aku juga ingin berlibur. Liburan gratis. Selain itu selama ada kau kurasa aku tidak akan begitu membenci pesta itu.”

“Jinjja?”

“Eoh.” Lalu Sehun bangkit dari kursi dan mengulurkan tangannya. “Aku akan membantumu membereskan tugas sebelum pergi. Kau ingin mengerjakannya di mana? Perpustakaan?”

Aku tersenyum tulus. Oh Sehun dia benar-benar namja yang sangat baik.

-:Author’s PoV:-

“Ehmm, akan ke mana kita? Bukankah kita seharusnya ke airport?” suara Kai terdengar menuntut ketika Kyungsoo mengemudikan mobilnya ke arah yang berbeda dari arah menuju Incheon.

“Kau lupa? Aku mengajak sahabat lamaku. Kita harus menjemputnya, dan ngomong-ngomong sahabatku ini juga mengajak temannya.” Kyungsoo berkata santai.

“Oppa! Jadi ini sebabnya kita meminjam mobil besar appa?” Kyungah menoleh dari kursi penumpang dengan mata membesar, penasaran.

“Ehehehe, benar, kau akan kedatangan dua eonni Kyungah.” Kyungsoo menambahkan.

“Hah? Bukankah hanya Ilhae eonni?”

“Ani, Ilhae mengajak temannya ikut serta.”

Setelah 20 menit yang lama akhirnya mobil yang dikemudiakan Kyungsoo berhenti dan parkir di sebuah apartemen sederhana. Kai, Kyungsoo, dan Kyungah segera turun dari mobil untuk menghirup udara segar. Udara segar musim dingin.

“Ehmmm, apartemen nomor 218. Lantai 5, well Kai, jemputlah teman baikku itu dan perlakukan dengan baik. Dia yeoja yang menyenangkan namun agak keras kepala. Kyungah, pastikan Kai memperlakukan Ilhae eonni dengan baik.” Kyungsoo terkekeh sebelum berbelok menuju toilet di basement.Sementara Kai dan Kyungah berjalan menuju lift. Kai langsung menekan tombol lantai yang di maksudkan.

“Kau ingin tahu tentang Ilhae eonni?” Kyungah membuka percakapan sembari melihat langit-langit lift tidak ada kerjaan.

“Tidak.”

Kyungah menghembuskan nafasnya pasrah, sudah sepantasnya teman satu apartemen oppanya ini terlalu cuek akan yeoja. Awalnya Kyungah bahkan enggan ketika Kai bergabung dengan mereka, tapi sekarang ia bahkan sudah bisa menggoda Kai sesekali. Kai tidakklah buruk, ia bahkan sudah menjadi oppa kedua bagi Kyungah. Menonton film malam-malam sembari makan ice cream bersama, asyik sekali.

Ting.

Akhirnya pintu lift terbuka, Kai dan Kyungah menelusuri lorong dan menemukan pintu apartemen yang dimaksudkan.

Tok.. tok..

Hening…

Kai yang tidak ingin berperilaku buruk sesuai permintaan Kyungsoo menunggu beberapa menit. Tetapi setelah menunggu 5 menit sembari mengecek jam tangannya kesabaran seorang Kim Jongin habis. Kali ini dengan tidak sabar ia mengetuk lebih cepat dan keras.

“Ck, lama sekali.” Komplainnya.

“Sabar saja oppa.” Kyungah berkata kalem. Ia hanya bisa berharap oppanya datang dan menetralkan keadaan.

*-*-*

“Aishh.. tidak sabaran sekali. Tidak seperti Kyungsoo saja.” Ilhae segera keluar dari kamarnya. Tadinya ia ingin membereskan kopernya dulu sebelum membuka pintu karena Kyungsoo itu orang yang sabar. Tapi ketukan tidak sabaran itu membuatnya mengurungkan niat.

Cklek.

“Kyungsoo, kenapa kau tidak sabaran sekali sih….” perlahan suara Ilhae menurun dan menghilang digantikan dengan mulutnya yang menganga lebar dan matanya yang membesar.

“Ilhae eonni!” Kyungah, yeoja yang dikenalnya sebagai adik Kyungsoo langsung memeluknya yang masih dalam keadaan membeku.

Matanya mengerjap beberapa kali karena matanya sangat perih terlalu lama melotot. Pemandangan yang tersedia dihadapan matanya sungguh bagaikan halusinasi mimpi buruk. Sekali lagi ia menyisir pandangannya dari atas ke bawah, rambut kecoklatan itu, wajah yang selalu terkesan cuek menjurus ke menyebalkan, dan tangannya yang selalu masuk ke saku celana itu.

“Kenapa melihatku seperti itu?” suara sinis itu langsung membuat padangannya bagaikan layar retak, menghancurkan harapannya bahwa ini semua adalah mimpi belaka.

“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Kenapa kau bisa disini?” Ilhae langsung merengut, melepaskan Kyungah yang memeluknya. Kali ini ekspresinya langsung menunjukkan ekspresi siap perang.

Kyungah yang tidak mengerti apa-apa berdiri diantara mereka. Berdiri dengan wajah tidak mengerti. Ia ingin sekali menyela kedua orang yang ada di depannya itu, namun suasana tegang membuatnya enggan. Sekarang ia benar-benar ingin oppanya datang.

“Aku temannya Kyungsoo.”

“Heush, Kyungsoo memiliki teman sepertimu sangat tidak  mungkin!” bantah Ilhae.

Tring…

Suara kecil itu membuat perang mulut yang akan terjadi tertunda. Dengan wajah misuh-misuh Ilhae merogoh kantung celana pendeknya, meraih ponsel putihnya.

“Ne?”

Raut wajah Ilhae sedikit mengendur.

“Oke… cepatlah kembali…. TIDAK! Kau harus ikut denganku! Bawa saja namjamu itu! Titik! Aku harus membereskan sesuatu dulu. Annyeong!”

Ilhae memandang ponselnya agak putus asa.

“Ilhae-ya!”

Ilhae melihat sosok Kyungsoo berjalan mendekat, dengan wajah bahagia, tanpa rasa bersalah. Nampaknya Kyungsoo tidak merasakan aura-aura tidak enak dari Kai, Ilhae, dan Kyungah.

Kyungah seperti anak ilang merindukan induknya berlari ke arah oppanya, “Oppa…” bisik Kyungah.

“Ada apa?”

“Oppa…. Ilhae eonni sepertinya mengenal Kai.. tapi hubungannya tidak baik.” Kyungah menarik-narik lengan kaus Kyungsoo.

-:Kai’s PoV:-

Kecurigaanku terjawab sudah, dan prediksiku memang benar. semenjak Kyungsoo mengarahkan mobilnya ke kewasan ini aku sudah yakin bahwa sahabat lama namja itu memanglah Ilhae. Ya, Ilhae – Geum Ilhae – si Hae Hae yang akhirnya kutahu nama aslinya. Dan sudah pasti sahabatnya yang ingin ia ajak juga adalah Jung Rein. Aku mengatupkan mulut mencoba tidak mendesis ketika melihat tatapan tidak terima dari yeoja menyebalkan ini.

“Ya, Soo-ya! Kenapa kau bisa memiliki teman seperti dia?!” Omelnya pada Kyungsoo yang hanya menatap kami berdua bingung.

Diam, lebih baik kau diam saja Kim Jongin. Orang pintar akan memilih diam dan tidak menanggapinya.

“Eoh. Dia memang temanku, ada apa dengan kalian?”

Tidak ada yang menjawab pertanyaan itu. Aku sedang meliriknya sekilas, dia membuang muka.

“Ya, Kai. Wae geurrae?” Huft.

“Gwaenchanda. Hubungan kami tidak seburuk itu, jadi kau tenang saja. Aku masih lebih memilih yeoja ini dibanding Suyeon.” Sindirku dengan nada sarkasme.

“Kau membandingkanku dengan Queen Wannabe itu? Oh wait – setenar itukah popularitas orang itu sehingga kau juga mengenalnya? Nevermind.”

Bodoh, sepertinya dia melupakan fakta bahwa Kyungsoo adalah sepupunya.

“Tapi kau lebih menyebalkan di banding Oh Sehun.” Lanjutnya dengan nama seseorang yang membuatku bingung karena kurasa aku tidak pernah mengenal nama itu.

“Sehun? Sehun bukan orang yang menyebalkan.” Aku menoleh cepat ke belakang, Bingo! Aku menemukan Rein juga, jadi tidak mungkin anomaliku tadi itu salah.

“Eh, Kai! Kenapa kau bisa ada disini?”

Aku baru saja hendak menjawab pertanyaannya. Namun Kyungsoo menepuk pundakku dan wajahnya berkerut memikirkan sesuatu.

“Eung, mian memotong pembicaraan kalian. Tapi kurasa kita harus berangkat sekarang jika tidak mau ditinggal pesawat yang akan take off 2 jam lagi. Mengingat jarak dari sini ke Incheon.” Aku menghembuskan napas, melirik Ilhae sekali lagi yang masih memalingkan wajahnya sembarang arah. Sepertinya ia badmood gara-gara melihatku berada disini.

“JIGEUM?! Kyungsoo-ssi, tapi aku bahkan belum packing. Ya! Geum Ilhae kenapa kau tidak memberitahuku waktu pemberangkatannya akan sepagi ini.” Rein mulai terlihat panik, seperti biasa.

“Jam 11 tidak cocok disebut sebagai ‘sepagi itu’, Jung Rein. Dan kau bukannya terlalu sibuk dengan tugasmu sehingga tidak memperhatikan baik perkataanku 2 hari yang lalu. Aku sudah memberitahumu.” Ilhae menoleh dan tidak sengaja ia menubruk arah mataku sehingga membuatnya melotot saat menyebutkan rentetan kalimat tadi, baru setelah itu ia benar-benar melihat Rein yang berada di sebelahku.

“Bagaimana dengan Sehun? Kau sudah memberitahunya?”

“Eoh, sudah.”

“Baiklah aku akan segera packing sekarang, kalian boleh berangkat ke bandara sekarang. Aku akan menyusul bersama Sehun ke bandara as fast as I can. I swear –”

“Aku sudah membereskan semua barangmu, kau hanya perlu ganti baju dan kita berangkat.”

“Eo… Geum Ilhae. Ada apa denganmu? Aku tidak pernah melihatmu seniat ini. Daebak.”

-:Rein’s PoV:-

Aku baru saja hendak menghubungi Sehun ketika dirinya telah menunjukan diri dengan setelan jins biru dengan kemeja kotak-kotak berwarna biru putih yang ia gulung lengannya, rambutnya yang biasanya tidak pernah diurusnya sekarang dinaikan ke atas. Oh, dia terlihat tampan.

“Aku tidak terlambatkan?” bisiknya ketika sudah berada di sampingku. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum.

“Oh ya kenalkan, ini yang namanya Oh Sehun. Sehun yang ini Do Kyungsoo dan ini yeodongsaengnya Do Kyungah. Dia Kai.” Aku menunjukan satu-satu nama orang yang kusebut tadi. Sekarang mereka sedang berjabat tangan memperkenalkan diri secara formal.

“Kita bisa berangkat sekarang?” Kai mengakhiri sesi perkenalan itu dan mulai bergerak ke arah mobil. “Aku akan menyetir, Soo.”

“Eh, kau naik apa kesini?” Aku melupakan sesuatu, mobil Volvo putih milik Sehun tidak ada disini.

“Taxi, Ilhae menyuruhku untuk tidak membawa kendaraan karena akan ada yang membawa mobil untuk perjalanan ke bandara.” Aku hanya mengangguk.

Di dalam mobil sifat jahilku kembali muncul –sebenarnya hal ini jarang terjdi, Kyungah –gadis itu tidak suka duduk di depan, sehinggga ia menarik Kyungsoo oppanya untuk menemaninya duduk di bangku paling belakang. Di bangku tengah, setelah Sehun lalu aku memasuki mobil, aku dengan sengaja langsung mengunci pintu sebelum Ilhae masuk. Maka tidak ada pintu lain yang bisa ia buka kecuali bangku di sebelah pengemudi, dan ini membuatku terkekeh melihatnya menatapku seakan-akan tatapan itu bisa membolongi kepalaku.

“Ya, itu akibatnya  karena terus menganggu Sehun.” Alibiku.

Ilhae makin memberengutkan wajahnya yang sudah abstrak semenjak – sepertinya semenjak bertemu Kai di apartemen.

“Hey, Hae Hae. Bukankah kau yang seharusnya paling semangat dengan acara ini? Wajahmu yang seperti itu bisa merusak suasana tahu.” Ini asyik, sebentar lagi mereka akan bertengkar lagi.

Tapi bukannya bertengkar, Kai malah mengacak-acak puncak kepala Ilhae. Dan ini sempat membuatku kaget. Sepertinya Ilhae juga seperti itu.

“Jangan marah karena aku temannya Kyungsoo , itu terjadi diluar kehendakku.” Ujar Kai tenang namun dibalik nada bicaranya aku bisa mendengar nada khawatir. Mungkinkah Kai khawatir jika Ilhae akan badmood sepanjang hari karena dirinya?

“Huaaaaaaa!! OPPA! Mereka so sweet sekali!! Mengapa Hyoshin tidak pernah memperlakukanku seperti itu!” Kyungah memekik senang ketika melihat adegan ini, sebenarnya kami semua melihatnya. Namun sepertinya untuk menjaga situasi aku, Sehun, dan Kyungsoo tidak berani membuka mulut. Namun berbeda dengan adik kecil Kyungsoo.

“Hyoshin? Ah! Do Kyungah! Pacar barumu lagi?! Oppa saja belum pernah berpacaran! Kau itu masih di Junior High School. Tidak baik memiliki pacar kebanyakan!”

“Ah Kyungsoo benar, eonni juga belum pernah memiliki namjachingu. Ngomong-ngomong, kau sudah memiliki berapa mantan?” Sebenarnya pertanyaan ini hanya siasatku saja untuk mengubah topic dan membiarkan Ilhae dan Kai berdamai dulu di bangku depan.

“5 eonni. Hehe, pacar baruku sekarang kapten tim futsal lho!” Aku terkekeh melihat betapa polosnya ia menyebutkan hal itu.

“Do Kyungah!”

Lalu kami – terkecuali Kai dan Ilhae yang sekilas kulirik sedang membicarakan sesuatu di depan sana, namun wajah Ilhae yang berangsur-angsur membaik membuatku sedikit tenang, tertawa bersama, termasuk Sehun yang tersenyum kecil namun kutahu dia juga geli.

 

-:Chanyeol’s PoV:-

Hari H telah tiba, liburan gratis dari Do Suyeon telah tiba. Aku pun sedang bercakap-cakap dengan Chen dan Baekhyun di parkiran Incheon airport. Bertanya kenapa dua manusia ini bisa ikut sementara hanya diriku yang di undang? Mari lihat flashback kejadian naas yang terjadi tepat 3 hari sebelum keberangkatan ini.

–Flashback–

Saat itu aku baru pulang dari kegiatanku memburu foto yang layak untuk tugasku yang menunggu awal tahun, yeah, aku memutuskan mengambilnya lebih awal daripada terlambat karena acara Suyeon. Lalu begitu aku menghampiri ruang tengah, muka menghakimi dari seorang Baekhyun dan Chen menyambutku. Dengan dingin mereka menyuruhku bergabung untuk duduk. Hal berikutnya yang aku lihat adalah surat berwarna pink yang hampir kubuang itu berada di tangan Baekhyun.

“Kau akan pergi berlibur Park Chanyeol?” tanyanya menyelidik.

“Bukankah itu surat cinta?” Chen langsung melotot ke arah Baekhyun.

“Bukan bodoh! Lihat! INVITATION! Aku juga sudah membacanya. Ia diundang Do Suyeon menghadiri acara ulang tahun yeoja itu sekaligus berlibur.”

“YA! Bagaimana kau bisa mengambilnya? Kamar…”

Okay, aku ingat. Baekhyun selaku pembantu rumah tangga di sini selalu mempunyai kunci setiap kamar jika ia ditugaskan atau lebih tepatnya di titah secara tidak hormat untuk membereskan tempat tinggal kami ini. Jadi tidak heran namja itu mungkin dan sekarang ya, menemukan surat undangan yang aku taruh sembarangan itu.

“Lalu kenapa?” kataku pada akhirnya.

“Kami harus ikut!”

Dan setelahnya cerita panjang tentang mereka yang amat sangat memaksa dan aku yang harus memberitahukan perubahan jumlah tamu pada Suyeon yang untungnya diijinkan yeoja itu.

–Flashback End–

“Itu… GEUM ILHAE!”

Aku menoleh seketika mendengar suara Chen. Aku tidak percaya bagaimana Ilhae, yeoja yang selalu tersesat diantara kami itu bisa berada di sini. Ia tidak pernah bercerita akan memiliki liburan natal ini. Tapi kenyataannya aku melihat sosok itu menoleh ke arah kami begitu Chen memanggilnya. Yeoja itu langsung mengerutkan wajahnya – oh, jangan bilang ia sedang berpikir kalau kami ini tidak layak berada di sini.

Tidak membutuhkan waktu lama Ilhae sudah berlari kecil ke arah kami.

“Apa yang kalian lakukan…” katanya kehabisan nafas.

“Berlibur! Kau?” Chen berkata.

“Sama. Do Suyeon…”

“Hei! Kami juga.” Baekhyun memotong perkataan Ilhae.

“MWO?”

Kami bertiga langsung menutup kuping mendengar reaksi heboh dari seorang Ilhae. Yeoja ini tidak pernah bisa menjaga suaranya sama sekali.

“Hei! Aku diundang kau tahu? Kalau dua namja ini hanya memaksa ikut. Kau sendiri? Kau bagian dari gerombolan Suyeon?” kataku agak tersinggung. Bagaimanapun aku ini termasuk namja paling diincar satu kampus, jadi Suyeon pasti ingin aku datang – hah!

“Ani. Aku teman sepupunya dan sepupunya mengajakku, dan, oh! Aku juga membawa Rein ikut serta juga – akh! Ya!”

Mataku langsung membelalak begitu melihat Kai. Namja itu baru saja menghampiri Ilhae dan menyimpan telapak tangannya yang besar itu tepat dipuncak kepala Ilhae.

“Hei kau Hae anak hilang. Bisakah kau tetap dalam jangakuan penglihatan? Kyungsoo hampir jantungan karena kau menghilang.” Kai mengingatkan dengan nada.. well, lebih netral? Lembut? Entahlah. Terkesan lebih baik kurasa dari terkahir kali aku melihat mereka berinteraksi.

Ilhae memutar bola matanya, “Well maafkan saja. Aku hanya ingin menyapa temanku. Juga temanmu yang hilang Park Chanyeol!” hentaknya – oke aku tarik kembali opiniku mendengar jawaban dari Ilhae.

“Temanku yang hilang?” Kai menaikkan alisnya.

“Lupakan.” Aku memotong sebelum urusan kedua orang ini semakin panjang, “Kau membawa siapa saja sih?” aku menatap Ilhae.

“Sudah kubilang aku membawa Rein. Dan sebelum ia menyelaku aku sudah ingin berkata bahwa sepupu Suyeon – Kyungsoo yang mengajakku, dan adikknya ikut serta – pasti. Juga.. Kai – karena dia teman Kyungsoo. Selesai habis perkara.”

Rein…

Nama itu seakan menjadi kompas pandanganku, langsung saja aku mencari sosok yeoja itu dari arah Ilhae datang tadi. Bisa kulihat Rein baru saja turun dari mobil dengan bantuan… Sehun. Ia tersenyum dan tertawa ketika Sehun berbicara padanya. Bahkan tidak lama kemudian ketika yeoja yang terlihat masih sangat muda menunjuk-nunjuk ke arah kami dan berkata sembari melompat-lompat Rein kembali tertawa kali ini bersama Sehun.

“Sehun? Kau tidak bilang namja itu juga ikut serta.” Aku mendengus.

Ilhae menoleh, “Oh ya, aku lupa. Kau harus tahu betapa menyusahkannya Rein dengan memintaku mengajak namja cuek itu jika aku ingin dia menemaniku.”

Rein? Syarat macam apa itu?

Oh, aku amat sangat tidak suka.

-:Author’s PoV:-

Rein yang baru saja terkekeh karena lelucon Sehun yang menurutnya menggelikan, ia berandai jika ia menjadi ketua klub panahan dan membayangkan dalam berapa jam klub itu akan dibubarkan setelah pengangkatannya sebagai ketua. Namun bola matanya kini terarah pada sesuatu – ani, lebih tepatnya seseorang yang membuat tawa di lidahnya mendadak padam.

PARK CHANYEOL?! Oh! Bagus rupanya aku melupakan sesuatu! Kemungkinan bahwa makhluk itu juga diundang Suyeon ke pestanya mengingat betapa lengketnya mereka berdua saat di koridor beberapa minggu yang lalu.

Ia tidak mengerti alasannya, mengapa seorang Jung Rein baru saja merutuki sesuatu yang amat tidak penting.

Sehun yang melihat perubahan ekspresi dari wajah Rein mulai mengarahkan bola matanya pada seseorang yang sedang dipandangi yeoja itu.

Oh, rasanya dia kenal namja itu.

“Rei, wae geurrae?” Ujarnya khawatir. Rein menoleh dan tersenyum hambar.

“Aniya.”

“HUAAAAA! Kai oppa dan Ilhae eonni! Mereka.. tangan Kai oppa sangat pas di kepala eonni.” Kyungah membuat perhatian Rein dan Sehun terbagi. Yeoja itu sudah menunjuk-nunjuk ke arah yang Rein waspadai, dan tidak ingin ia pergi kesana.

“Well, mereka cocok aku akui. Sepertinya besok-besok aku harus menjadi biro jodoh.” Rein menemukakan ide jahilnya seketika. Pikirannya sudah memikirkan berbagai kerjadian drama-drama yang ia tonton. Ia tidak sabar untuk mempraktekannya suatu saat nanti.

“Eh…”

Rein tersentak dari lamunannya begitu tangan Kyungah yang selama perjalanan menjadi akrab dengan yeoja itu.

“Ayo hampiri mereka!” kata Kyungah bersemangat.

“Kau sepertinya mengidolakan mereka ya?” Kyungsoo yang baru saja muncul berucap.

“SANGAT! Huaaa aku bahagia sekalii! Mereka bagaikan couple drama, aku ingin seperti ituu!”

“Jangan sekali-kali mempraktekan hal semacam itu dengan namja bernama Hyoshin-Hyoshin itu, Do Kyungah.” Kyungsoo memperingati adik satu-satunya itu dengan nada was-was.

“Dasar kolot!” Balas Kyungah sambil memeletkan lidahnya kearah oppanya dan menarik Rein semakin jauh.

“Anak-anak jaman sekarang. Ckk..”

Sehun yang mendengar dengusan Kyungsoo jadi ikut berpikir, dan dia merasa bersyukur akan satu hal. “Untung saja adikku itu laki-laki. Heol.”

“Sehun-ssi, kau punya adik?”

“Eoh. Persis seumuran adikmu.”

“Boleh ku tahu siapa nama adikmu?” Layaknya guru yang sedang mencurigai sesuatu tentang muridnya yang tidak mengerjakan PR begitulah ekspresi yang sekarang sedang ditunjukan Kyungsoo pada Sehun yang hanya bisa menaikan salah satu alisnya. Tidak mengerti dan bingung.

“Kau tidak mungkin mengenalnya, kan?”

“Ani.. geunyang.. aku hanya pernah bertemu seseorang yang sangat mirip denganmu.” Ya, sebenarnya dari awal dia merasa wajah Sehun sangat familiar dengan seseorang, tapi ia tidak yakin.

“Oh Sejoo. Nama adikku.”

“Ah!” Kyungsoo seakan bisa menghubungkan sesuatu, dia bertepuk tangan saking gemasnya. Gemas?

“Adikmu bersekolah di Yangse Junior High School. Kelas 8B memiliki nomor absen 28.”

Jujur saja Sehun semakin bingung. Ya, adiknya memang bersekolah disana, tapi bahkan dia tidak tahu kelas dan nomor absen adiknya. Jika memang benar, darimana orang yang baru saja ditemuinya hari ini mengetahui hal tentang adiknya yang ia tidak ketahui?

“Sebenarnya.. aku tidak mengerti, darimana kau bisa mengetahuinya?” Ungkapnya jujur.

Kyungsoo memandang Sehun dengan tatapan kasihan. “Oh Sejoo, dia mantan pacar adikku. Aku pernah melihatnya saat dia mengantar adikku pulang, adikku juga banyak menceritakan dirinya.”

“Hah? Wow. Sejoo bisa memiliki pacar, bahkan aku saja belum pernah berpacaran.” Dibanding kaget, Sehun lebih memilih untuk memasang wajah datar andalannya.

“Jadi, Rein bukan yeojachingumu?”

“Kenapa kau berpikir seperti itu?” Bukannya menjawab pertanyaan Kyungsoo, Sehun malah balik bertanya.

“Karena kau kelihatan menyukai.. nya?” Ragu, Kyungsoo menggantungkan kalimatnya.

Namun Sehun hanya terkekeh dan tersenyum tipis, “Bahkan kau saja bisa melihatnya.  Sayangnya yeoja itu sangat polos untuk bisa mengetahuinya.”

Kyungsoo tidak mengerti, jika Sehun benar menyukai Rein mengapa dia tidak mengatakannya saja. “Kau tidak berniat mengatakannya?”

“Mungkin suatu saat akan.” Lalu Sehun berlalu begitu saja, menyusul segerombolan orang di depannya.

Melihat hanya dirinya yag bertahan di posisi semula, Kyungsoo pun bergegas menyusul. Namun getaran di sakunya menahannya. Seseorang menelponnya, Suyeon?

“Yeobseo? Eoh.. Bandara, ada apa? MWO?! Ya! Kau tidak bilang!” Kyungsoo menggeram frustasi sebelum menutup sambungan teleponnya, dan segera menyusul gerombolan di depannya.

“Kai! Aku melihat kau membuka emailmu tadi pagi.” Semua orang di tempat itu terdiam karena ekspresi tegang seorang Kyungsoo.

“Lalu?”

“Apa kau membaca pesan yang dikirimkan Suyeon di emailmu?”

“Eoh. Aku melihat dia mengirimkan email padaku, tapi seperti biasa aku tidak membuka email darinya.” Ujar Kai santai, namun berkebalikan dengan Kyungsoo yang makin stress.

“Ada apa Kyungsoo-ssi?” Sambil bertanya Rein mulai berspekulasi tentang sesuatu yang buruk akan menimpa mereka.

“Pesawat Suyeon telah take off 4 jam yang lalu.”

“Mworago?!”

“Itu adalah pesawat pribadi miliknya, jadi dia bebas mengubah waktu keberangkatan. Dan, dia memberi tahu tentang hal itu tadi malam. Melalui email Kai.”

Kai yang baru mengerti maksud pertanyaan awal Kyungsoo bereaksi. “Kenapa harus melalui emailku?!”

“Apalagi alasannya, tentu saja karena sepupuku yang seenaknya itu ingin membuatmu membalas emailnya karena dia yakin selama ini kau selalu membaca email-emailnya.”

“Ya! Aku tidak tertarik.” Kai yang merasa disalahkan karena situasi ini mengelak.

“Arrasseo. Lalu kalian bertiga. Apakah kalian tidak mengetahui perubahan waktu keberangkatan?” Pertanyaan ini ditujukan untuk Chanyeol, Chen, dan Baekhyun. 3 namja yang sebenarnya tidak diketahui identitasnya oleh Do  Kyungsoo.
Ketiga orang itu kini saling melempar pandangan, dan tersangka mereka tertuju pada satu orang.

“YA! Park Chanyeol!” Baekhyun memulai.

“Kau mengetahuinya, kan?” Lanjut Chen.

“Jelaskan!” Sambung Baekhyun.

“Sikkeureo. Sebenarnya siapa yang memakai PC ku sepanjang malam? Aku tidak membuka emailku sama sekali.”

“Ah~ liburan gratiskuuuuuuuu.” Dengan berlebihannya Baekhyun sudah mulai berakting menangis.

“Ahh, eottoke? Suyeon bilang pesawatnya available lagi besok sore.” Kyungsoo benar-benar stress kali ini, matanya terkadang masih melirik tajam ke arah Kai. Ia memutar otaknya bagaimana caranya mereka bisa menunggu dengan selamat sampai pesawat Suyeon datang, mereka tidak mungkin mengampar di airport seperti gelandangan. Ketika sedang penuh dengan rasa stress dan penatnya tiba-tiba seseorang memegang tangannya. Kyungsoo mengangkat kepalanya dan bertatapan dengan Ilhae.

“Kyungsoo-ya, jangan terlalu menekan dirimu sendiri. Sekarang Chen sedang mencari jalan keluarnya lewat internet.” Ilhae berucap dengan nada kalem.

“Hah?” Kyungsoo tidak mengerti sepenuhnya ucapan Ilhae.

Ilhae tersenyum lebar seketika, “Chen itu temannku, yang sedang berkonsetrasi dengan ponselnya itu. Yang memakai hoddie abu dan topi kuning. Aku sangat mengenalnya dengan baik, ia sangat pintar untuk urusan menjelajahi internet. Kupastikan kita tidak akan kenapa-napa.”

Kyungsoo menganggukkan kepalanya mengerti, tapi tetap saja…

“Aku tahu kau orang yang cepat sekali stress, seperti Rein hehehe….”

Rein yang masih berada di sana yang memang tidak terlalu jauh dari Kyungsoo langsung menoleh ketika namanya disebut. Matanya sudah menatap waspada ke arah Ilhae yang sedang menenangkan Kyungsoo, walaupun demi kebaikan Kyungsoo tapi ia tidak sudi jika ia dijadikan korban.

“….kau juga jangan menyalahkan… Kai. Kupikir… jika Suyeon memang menyebalkan – ah, jangan menghakimiku. Jadi jika Suyeon memang menyebalkan..” Ilhae membentuk tanda kutip diudara dengan jarinya, “mungkin kita juga tidak bisa menyalahkan Kai jika ia tidak ingin membaca email darinya.”

WOW. Tiga kata itu yang muncul dikepala Rein. Ilhae membela Kai? Ini sungguh kejadian langka, jarang sekali yeoja itu bisa seobjektif ini. Bukannya Ilhae selalu hyper, tapi jarang sekali seorang Ilhae menjadi sebijak itu. Perlu ditambahkan, Ilhae mengucapkannya dengan susah payah sampai Rein berpikir kalau yeoja itu bahkan bergulat dengan lidahnya sendiri. Kejadian ini patut dicatat, batinnya.

“OKE!”

Serentak delapan orang yang sedang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing itu menatap ke arah Chen, orang yang baru saja berteriak itu.

“Bersiaplah karena kita akan menambah objek berlibur kita. Kita akan pergi ke Muuido Island, aku sudah mencari di internet. Kita hanya perlu menaikki bus nomor 222 dari pintu keluar nomor 7 bandara, lalu menaikki ferry. Kita bisa menyewa gubuk di Hanaggae Beach, atau ada penginapan di dekat pelabuhan. Kita tidak mungkin camping di pantai seperti yang disarankan di internet karena kita sama sekali tidak siap untuk itu. Jadi, kita segera berangkat saja. Tapi jangan mengharapkan apapun, karena menurut yang aku baca, udaranya dingin sekali, jadi bisa dibilang sedikit memaksa, tapi daripada kita tidak liburan?” Chen menjelaskan panjang lebar.

Kyungsoo mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan Chen dan ia sungguh sangat senang dengan informasi yang ada, “Baiklah, mungkin kita akan menyewa gubuk saja.”

“Informasi saja, satu gubuk memerlukan biaya 30.000 won dan juga 10.000 won untuk deposit. Gubuk hanya berukuran 2x2m jadi hanya cukup untuk 3 orang, maks 4 orang jika kita harus berdesak-desakan.” Chen menambahkan.

Ilhae yang detik itu juga mendengar harga yang terbilang banyak itu langsung menelan salivanya. Dan juga kehebatan seorang Kim Jongdae dalam mengumpulkan informasi sangat memuaskan, ia bisa membayangkan kalau mereka sudah sampai tapi tidak memiliki uang yang cukup….

“Tidak masalah, satu gubuk 3 orang saja, Rein, Ilhae, dan Kyungah pasti bersama. Jadi kita akan menyewa 3 gubuk. Chen… apakah kau memiliki nomor telepon, kupikir kita harus memastikan kalau 3 gubuk pasti tersedia.”

Dan Ilhae langsung tecengang, sepertinya ia lupa, betapa Kyungsoo adalah tidak berbeda jauh dari sepupunya Suyeon.

“Eotte? Bagaimana yang lain? Setuju?” Kyungsoo bertindak seakan-akan dirinya ketua kordinasi acara menanyakan pendapat yang lainnya.

Kai dan Sehun hanya mengangguk-angguk. Rein melirik sekilas kearah Sehun sebelum ikut mengangguk juga. Bagaimana pun dia masih merasa bersalah pada Sehun yang terjebak dalam situasi liburan yang tidak dikehendaki seperti ini. Ini semua karenanya.

Tanpa sepengetahuan Rein, Chanyeol yang sedari tadi hanya memperhatikan gerak-gerik yeoja itu mendengus. Tanda tanya besar terus tercetak besar di kepalanya. Sebenarnya ada hubungan apa antara namja itu dan Rein? Menyebalkan.

“Aku ikut.” Ujar namja tinggi itu pada akhirnya sambil menatap Sehun sinis. Sebenarnya Sehun mengetahui hal itu hanya saja ia terlalu malas untuk mempertanyakannya.

“Ikut! Ikut! Aku tidak mau ditinggal dua pujaan hatikuuuu.” Baekhyun berujar dengan penuh semangat sambil melirik-lirik Chanyeol dan Chen yang sedang berekspresi jijik

“YAK! Aku masih suka dengan yeoja!” Chen membela dirinya dan membuat tanda silang di depan dadanya.

Sementara Chanyeol menghembuskan napasnya berat, “Dan aku bahkan belum mengatakan perasaanku pada yeoja yang kucintai. Sebelum itu, aku tidak boleh menyimpang!”

“Oh Yeol, sekarang kurasa kau lebih menjijikkan dibanding Baekhyun!”

“Aku ikut, tidak mungkin oppa meninggalkanku sendirian di rumah kan?” Suara bening Kyungah memecahkan keributan tidak penting yang diciptakan 3 makhluk binal yang saling senggol-senggolan dengan sikutnya.

“Lalu, Ilhae?” semua mata terarah pada Ilhae yang seperti sedang merenungkan sesuatu.

“Ah! Aku? Tentu saja aku ikut.”

“OKEEEE! LET”S GO! MUIIDO ISLAND!!”

To Be Continue…

26 pemikiran pada “Cynicalace (Chapter 4B)

  1. aaaaaa. kereenn…
    waahh. komen ku sma kya yg atas.ku suka psangan dingin, sehun sma rein. wkwk..
    tp author-nim yg menguasai alurr.
    kuumenikmatinya, hehe..
    nice ff . hehe
    gomawoyo..

  2. let’s go ,,,next chapterr…. ^^ … Aih,, pengennya HunRei couple >.~ tapii yaa tergantung author.. kaihee kalian klop binggo! ~3~

Tinggalkan Balasan ke diah Batalkan balasan