Beloved

Beloved

 beloved

  • Title : Beloved
  • Author: @zhayrapiverz
  • Cast : Kim Jongin (Kai EXO K), Jovana Park
  • Support Cast: Lian, Cheonsa, Hyeora eonni
  • Genre : Romance, Angst
  • Length :Oneshoot
  • Rating: T
  • Disclaimer: Harap read-comment-like. dibutuhkan (y)

 

 

 

Kami bertemu dalam kesamaan ruang waktu..

Kala itu Di musim gugur..

Aku merapatkan jaketku sambil sesekali menggosok-sosokkan kedua tanganku. Ku rasa musim gugur akan segera tergantikan dengan musim dingin. Di atas, langit mulai berubah jingga sedikit kelabu dengan awan cirrus yang berarak menutupi langit.

Dari kejauhan aku melihat kedai kopi favoritku tempat kami bertemu dulu. Setelah melewati halte, aku segera mempercepat langkah. “Ahh..aku terlambat sepuluh menit” rutukku sambil melirik jam tangan di pergelangan tanganku. Ini pasti gara-gara Hyora eonni yang menyuruhku menungguinya tadi. Aku sedikit memperlambat langkahku ketika hampir mencapai bibir pintu, ughh..nafasku memburu karena berlari tadi.

Hangat yang kini  ku rasakan setiba di dalam kedai. Tak banyak yang berubah dari tempat ini, selalu terlihat nyaman bagiku Atau mungkin Karena aku selalu kemari bersamanya? Di sudut ruangan pria itu sedang mengawasiku dengan tatapan meneduhkannya “Semoga oppa tidak akan mengomeliku” ujarku dalam hati

“Kau sama saja seperti dulu, selalu terlambat!”

Aku membungkuk beberapa kali padanya “Mianhae oppa. Aku berjanji akan tepat waktu arra?” ujarku sambil tersenyum kikuk lalu duduk di depannya. Lama tak bertemu dengan Jongin oppa benar-benar membuatku merindukannya, sama sepertiku dia tak banyak berubah. Namja paling tepat waktu yang pernah ku kenal.

Andai saja aku bisa memilikinya..

 

Mata almondku  dan  mata samuderanya saling menatap.

Aku tahu kami akan bersama, walau bukan saat ini.

Namun suatu hari nanti di masa depan, ketika matahari kembali ke peraduan.

 

 

Kai oppa menyeruput americanonya dengan perlahan. Demi apapun, dia selalu melakukan itu. Aku tak tahu kenapa, tapi pandanganku selalu terfokus padanya bukan hal lain. Jongin oppa adalah lukisan dan karya terbaik tuhan, bagiku.

Jongin oppa menyeringai jahil “Apa aku objek yang sangat menarik di matamu?”

Cepat-cepat aku menggeleng “A..Aniyo..ya! oppa kenapa kau..aaissh..” sial. Kurasa wajahku benar-benar memerah saat ini. Kulihat, oppa tersenyum penuh arti kepadaku. Senyum yang indah melebihi berjuta bintang sirrius di atas sana.

Tangannya lalu terulur menyentuh puncak kepalaku. Astaga, tuhan jangan biarkan Kai oppa mendengar bunyi jantungku yang berdentum ini “Aku merindukanmu Jovanna, apa pria-pria di LA lebih tampan dariku?” katanya lalu mengacak-acak rambut keoklatanku lembut. Aku merindukan sentuhannya.

Aku yang terlalu GR atau dia memang merindukanku juga? Astaga Jo, kendalikan dirimu.

Aku memandang panekukku yang belum ku makan sama sekali. ‘Jo, bukan waktunya kamu mengatakan jika kamu menyukainya’ oppa lalu menyentuh daguku sambil sedikit mengangkatnya “Kenapa?Aku salah bicara hemm?”

“A..ani..aniya, aku juga merindukan oppa. Oppa jauh lebih tampan dari teman-temanku di LA atau dimanapun..”

Kai oppa tersenyum lagi. Dia jadi banyak tersenyum saat ini, tidak seperti dulu, mungkin seminggupun ia pernah tidak tersenyum sekalipun. Tapi saat ini, belum sampai enam puluh menit bersamanya, ia banyak melontarkan senyum padaku. Hanya untukku. Dua puluh menit menatap wajahnya tak akan pernah cukup untukku.

 

Kami saling tersenyum, mengkaitkan tangan kami berdua sambil menatap matahari terbenam..

Kami telah bersama di masa depan..

 

Suara deburan ombak yang menyapu pasir pantai sore itu menggema di tepi pantai. Tak banyak orang yang datang kemari, kami menjadi salah satu dari pengunjung itu. Aku menoleh, di sebelahku jongin oppa juga tengah menatapku. Karena malu, aku segera melihat ke arah lain. Hembusan angin sore kembali menerpa rambut kami “Sebentar lagi matahari akan terbenam Jo” ujarnyanya dengan suara yang sedikit berat. Pelan dan lembut.

Aku mengangguk “Kalau begitu kita harus segera pulang, appa dan eommamu pasti mencari kita” ujarku asal. Sebenarnya kedua orang tua kami sudah saling mengenal, karena dulu kami bertetangga, sepuluh tahun yang lalu. Dari situlah aku bertemu Jongin oppa dan banyak menghabiskan waktu bersamanya. Menghabiskan masa kecil kami berdua.

Jongin oppa merangkul pundakku “Sejak kapan kamu jadi betah di rumah? Bukankah kamu orang nomer satu yang suka bepergian”

Aku melihat ke arahnya, dia tengah menetapku dengan mata almondnya yang indah itu. astaga jarak kami begitu dekat saat ini. Nyaris berciuman. “Semua bisa berubah oppa..” Aku tidak mau menduga-duga apa yang akan terjadi selanjutnya jadi aku menatap ke arah matahari yang mulai terbenam.

Oppa melepaskan rangkulannya dari pundakku “Kamu harus mengucapkan permohonan saat matahari terbenam”

Sejenak aku berpikir, bukankah itu hanya berlaku malam hari untuk binang jatuh “Memangnya akan terkabul?”

Namja itu mengangguk “Tentu saja tidak ada yang seperti itu babo! Tapi Kamu harus meneriakkan keinginanmu, begitupun denganku. Kita harus melakukannya bersamaan.” Ucapnya kekeuh

Aku berkaca pinggang “Mana ada yang begitu?” jongin oppa benar-benar gila. Aku berpikir sejenak. Tapi apa yang harus ku ucapkan? Saat ini di pikiranku hanya ada Jongin Oppa saja. Apa aku harus meneriakkan perasaanku padanya, tapi bagaimana jika dia tahu? Apa yang harus ku lakukan?

Oppa mulai memberi aba-aba dari jarinya. aku tak tahu apa yang ada di pikirannya. Semoga tak terjadi apa-apa setelah ini, tapi ia justru menggenggam tangan dinginku dengan lembut. Rasanya ia seperti memanaskan tanganku yang hampir membeku. Itu seperti sebuah kekuatan. Ia selalu memberiku banyak kekuatan. Suatu hari nanti aku yakin akan merindukan tangan hangatnya lagi.

“Na..dul..set”

Aku menutup mataku “Saranghae Jongin Oppa..”

Pemilik Mata almond itu  juga mengatakan  “Aku mencintaimu, kuharap akan selalu begitu. Untuk selamanya sayang…”

 

Suatu hari kami menaiki sepeda bersama,

Mata almond itu selalu membuatku terasa begitu nyaman dengan senyum hangat melebihi sinar musim panas Seoul..

 

“Aah..jinjja kenapa kamu payah sekali?”

Aku kesal sambil mempoutkan bibirku lalu merubuhkan sepeda roda dua itu. Aku sudah mengatakan pada Oppa jika tak akan pernah bisa menaiki sepeda, namun oppa selalu berusaha mengajariku dan memaksaku melakukannya. “Ya! Aku sudah mengatakan jika tak bisa. Berhentilah mengajariku oppa—“ aku mengatur nafasku yang memburu kelelahan begitu dengan oppa, ia tampak lebih lelah dariku. Kasihan.

Jongin oppa menarik garis di bibirnya membentuk senyuman lalu merangkul pundakku “Mungkin ini bukan keahlianmu Jo..” ucapnya

Aku mengangguk pasrah “Mianhae oppa..”

“Tunggu..” jongin oppa lalu mendirikan lagi sepedanya, “Duduklah di belakang..itu sama dengan kamu menaiki sepeda bukan?”

Aku tidak mengerti apa maksud oppa, sama sekali tapi pada akhirnya aku menuruti perkataannya. Saat itulah oppa melajukan sepedanya dengan kencang, seperti hembusan angin musim panas

Kami melihat deretan kebun bunga matahari di pinggir ladang paman Minjon. Bunga matahari yang selalu setia mengikuti arah matahari. Aku memeluk pinggangnya erat-erat “Oppa gomawo..”

 

Ketika aku sadar, mata itu Nampak tak bersinar seperti biasanya.

Aku tahu kami akan berpisah suatu hari nanti.

 

Dua hari lagi adalah ulang tahun jongin oppa. Aku tak tahu harus melakukan atau membuat apapun. Sebelumnya jongin oppa mengatakan jika ia tak menginginkan apapun, ia hanya ingin merayakannya bersamaku, katanya itu sudah kado yang terbaik. Tapi tetap saja aku harus memberinya sesuatu yang bermakna.

Saat di L.A dulu aku tak banyak belajar memasak, aku yakin rasa masakanku akan buruk jika mencoba memasak, jadi ku urungkan niadku. Kata temanku Lian aku harus memberi jongin oppa seikat bunga. Kata Baekhyun oppa aku bisa membelikannya pakaian. Aahh.. aku tak tahu harus membelikannya apapun, walaupun aku tahu jongin oppa selalu menerima apapun pemberianku. Ugh ini berbeda, aku harus memberinya sesuatu yang indah.

Malamnya oppa berkunjung ke rumahku, saat ini keadaanku benar-benar berantakan. Aku lupa, kapan terakhir kali aku mandi hari ini “Apa yang kamu lakukan seharian ini?”

Aku menoleh sekilas lalu menyeruput coklat panasku. “Oppa..”

“Jangan terlalu memikirkan sesuatu dengan berlebihan, sayang!” katanya mengingatkanku, lalu ikut menyeruput coklat hangatnya.

Dia selalu tahu apa yang kupikirkan. Dari mata almondnya, aku bisa melihat banyak ekspresi dan emosi tiap kali aku menatapnya. Tapi jika kulihat mata itu sedikit letih “Oppa gwenchana?”

Ia memelukku dengan lembut “Aku tidak apa-apa sayang..”

 

Malam itu kami bertemu di sudut jalan, dikala salju mulai turun ke bumi

Aku tersenyum ketika masih melihat mata almondnya yang begitu indah melebihi para bintang di atas sana.

Aku tahu jika dia lebih indah dari Sirius ataupun Acheman sekalipun.

 

Aku dan Lian berjalan di kawasan Dongdaemun sore itu, karena tak tahu harus membelikan apa untuk kado ulang tahun jongin oppa jadi aku membeli banyak barang seperti sweater, jam tangan, permen, boneka dan sebagainya. Lian yang menemaniku hanya bisa pasrah sambil membantu membawa belanjaanku.

Ketika malam, kami singgah di café bergaya paris sambil memesan makanan disana. “Ya! Memangnya Jongin oppa akan menerima pemberianmu sebanyak ini?” ujarnya sambil melihat tas belanjaan yang memenuhi meja

Aku tersenyum sambil mengangguk “Tentu saja, aku takut tak sempat membelikannya lagi esok, jadi aku membayarnya sekarang” lalu aku menoleh ke jendela kaca di sampingku. Dari sana aku dapat melihat banyak aktifitas di luar sana. Musim dingin akan tiba Oppa.

“Kau seperti akan pergi jauh saja Jo..”

Setelahnya, aku dan lian berjalan di sudut jalan menuju mobil kami. Jalanan malam itu begitu ramai dengan banyak orang, kami sibuk mengedarkan pandangan ke berbagai arah siapa tahu ada stand yang unik untuk di singgahi

“Omo..ya! bukankah itu oppa? Siapa yang bersamanya?” lian berkata dengan histeris, aku mengikuti arah pandangannya. Jongin oppa berjalan dengan seorang gadis.

Seorang di sudut jalan itu. Aku sangat mengenalnya. Aku melihat senyumnya yang menawan itu untuk orang lain, bukan untukku. Aah..rasa sakit ini mulai menusukku seperti pisau yang mencabik-cabik dadaku. Ini bukan waktu yang tepat untuk menangis, tapi air mata sialan ini terus membanjiri wajahku yang memerah.

“Oppa..”

 

Namun aku tahu jika waktuku semakin berkurang.

Ketika dia mengukir senyum yang menawan, aku yakin akan terus merindukannya di surga. nanti.

∞ ∞ ∞

Aku tak peduli saat oppa menyadari kehadiranku. Aku tak peduli dengan belanjaan untuk jongin oppa. Aku tak peduli siapa gadis yang berjalan bersamanya. Aku meninggalkan semuanya.

Aku hanya berlari tak tentu arah. Di belakang, suara jongin oppa terus memanggil namaku tanpa henti. Samar-samar dia mengatakan jika yang bersamanya itu hanya temannya. Teman? Benarkah begitu nyatanya? Apa saat ini aku harus percaya? Apa mataku membohongi diriku sendiri?

Kakiku mulai sakit karena terus berlari. Masa bodoh. Aku hanya ingin menghindari jongin oppa, tapi masih saja ia mengejarku. Ia terus berlari hingga berhasil menghentikan langkahku. Ia memegang kedua tanganku dengan kuat. Wajah kami terlihat memerah begitupun dengan nafasnya yang menderu-deru.

“Dengarkan aku Jo..”

Aku mengalihkan pandanganku darinya. “Apa aku mempunyai kewajiban untuk itu?”

Jongin oppa menghembuskan nafasnya kasar, ia menyuruhku menatapnya. Seperti yang selalu dilakukannya tiap waktu “Kau akan tahu kebenarannya dari mataku, Jo. Seperti yang selalu ku lakukan. Kau tahu aku kan? Dia teman pacarku, tak lebih”

Aku memang melihat kebenaran di mata almondnya. Tapi entah kenapa emosi dan amarah terus menghujamku. Kumohon, jangan menyiksaku seperti ini oppa. Rasanya sangat sakit.

“Aku harus pergi ke seberang dan memanggil Cheonsa temanku” kata jongin oppa sambil mulai menyebrangi zebra cross tanpa memperhatikan sekeliling. Kenapa ia seceroboh ini?

“Oppa andwe…” teriakku

 

Sebuah cahaya putih melebihi kilau berjuta watt neon memburamkan penglihatanku.

 

Aku tahu tak punya banyak waktu. Secepatnya aku berlari menyusul jongin oppa. Ia tak melihat jika lampu telah berubah hijau. Sebisa mungkin ku tarik lengannya ke belakangku, entah kekuatan dari mana yang menyusupku. Samar-samar ku dengar Jongin oppa memanggil namaku sambil merangkul tubuhku “Oppa, selamat ulang  tahun. Maafkan aku..”

 

Aku tahu tak dapat memandang mata salmondnya lebih lama lagi.

Aku tak dapat membenamkan badanku ke dalam pelukannya seperti saat itu.

Karena ketika itu, seorang malaikat menjemputku pergi..

 

“Aku mencintaimu, kuharap akan selalu begitu. Untuk selamanya Oppa”

 

 

 

 

 

 

 

27 pemikiran pada “Beloved

  1. mungkin Jo udah punya perasaan dia akan meninggal kali ya…

    Kai oppa yang kuat ya, mungkin Jo udah gak ada tapi aku masih tetep disini kok #plak

    Untuk ceritanya udah keren, keep writing and fighting ^^

Tinggalkan komentar