The Seonsaengnim’s Love Story – Mosaic of Emotion, More Pieces (Yara’s Part 4)

Title     : The Seonsaengnim’s Love Story – Mosaic of Emotion, More Pieces (Yara’s Part 4)

Author : The Seonsaengnim – Han Jangmi

Genre  : Romance, School Life, Comedy

Cast     :

  • Han Yara (oc)
  • Kim Jeon Myeon (Suho – EXO)

Rating  : PG 15

Length : Chapter

Author’s Note:

FF ini juga dipublish di WP pribadi authors, thefantasticseonsaengnim.wordpress.com Authors? Ya, ada 4 authors disini. Dan untuk cerita yang satu ini, Han Jangmi yang menulisnya. Kalian bisa mengunjungi blog kami untuk membaca cerita-cerita lainnya J

Serial FF pertama author, mian kalau masih banyak kekurangan karena kesempurnaan hanya milik Tuhan. FF ini murni karangan author. Jika ada alur atau tokoh yang sama, itu merupakan unsur ketidaksengajaan belaka.

DON’T PLAGIAT AND BASH

Comments are really appreciated J

So, HAPPY READING…….

 

Author’s pov

“Yara-ya ayo bangun..”

Yara merasakan seseorang sedang mengguncang lembut tubuhnya.

“Heeumph..lima menit lagi eomma..”

Bukannya terjaga, yara justru menarik selimut sampai batas dagunya.

“Nyaman sekali kan?”

Joemyeon tersenyum melihat reaksi yara. Dia memandang lekat gadis yang masih ingin menambah durasi tidurnya itu. Namun ternyata tidak untuk Yara.ucapannya tersebut cukup menggelitik tidurnya. Tampak dia sedikit membuka matanya.Diantara sadar dan tidak dia melihat wajah tampan Joenmyeon tepat dihadapannya.Tersenyum.

“Tampannya…”Yara mengigau.

“Selamat pagi Yara-ya..”

Masih terpejam namun kesadarannya kini telah terusik, “Sebentar, apa di dalam mimpi pun seseorang bisa menyapa dengan sangat nyata?”

Yara mencoba membuka matanya sekali lagi dan mengerjap-ngerjapkannya seolah-olah ingin memastikan bahwa ia hanya sedang bermimpi. Namun, kenyataan tidak berpihak  padanya pagi ini.

“Kyaaaa!!” Yara berteriak dan spontan menjauh dari tempat Joenmyeon berjongkok, meninggalkannya menggosok-gosok telinga. “a..apa yang kau lakukan disini?”

“Ssstt.. berhentilah berteriak. Kau ingin eomma menangkap kita?!”

“Eomma?”

“Yaa..lihat sekelilingmu.. Kau masih di kamarku dan semalaman kau tidur di kasurku.”

Yara memutar pandangannya dan benar, dia sedang tidak berada di kamarnya.Matanya membulat sempurna menyadari hal tersebut  apalagi semalaman dia tertidur di kasur joenmyeon.”Apa yang sebenarnya terjadi semalam?” Yara perlahan menarik selimut menutupi tubuhnya.

“Aiiish..Yara-ssi,  jangan berpikir macam-macam.Aku tidak melakukan apapun yang ada dalam ikiran kotormu itu.”Joenmyeon bisa membaca jelas apa yang dipikirkan oleh Yara. “ayo cepat bangun. Bersihkan dirimu atau kita akan terlambat ke sekolah” Joenmyeon  menunjuk kamar mandi dalam kamarnya.

Yara beranjak dan berjalan menuju arah yang ditunjuk Joenmyeon.

“Yaa, jangan mengintip!” Yara berbalik sesaat sebelum memasuki kamar mandi.

“Aaiiish, kau masih saja berpikiran kotor. Cepat  sana  mandi!” Joenmyeon menghardik Yara namun senyum kecil tersungging di sudut bibirnya.

Di dalam kamar mandi, Yara terkejut dengan ukuran kamar mandinya yang ternyata lebih luas daripada kamar tidurnya di rumah. Dia agak kikuk di dalam sana, oke ini mungkin bukan kali pertama dia mandi selain di kamar mandinya sendiri di rumah. Tapi entah kenapa sekarang dia merasa sangat gugup sekali. Dia akan mandi di kamar mandi Joenmyeon, mungkin itulah penyebabnya. Dan jangan lupa untuk disebutkan, dia akan menggunakan sabun yang sama dengan Joenmyeon.

“Tuhaaan, aku gugup sekali.” ucapnya sambil menekan dadanya agar jantungnya berdetak normal kembali.

Butuh beberapa menit sampai akhirnya Joenmyeon mendengar suara shower dinyalakan. Dia sama sekali tidak tahu kegugupan Yara di dalam sana. Beberapa saat kemudian, Yara keluar dari kamar mandi Semerbak aroma sabunnya pun menyeruak mengisi kamarnya. Joenmyeon sangat menyukainya. Dia memejamkan mata dan menikmati tiap detik momen tersebut.Seandainya selamanya Yara keluar dari kamar mandinya dengan aroma sabunnya ini, betapa indahnya. Pikiran kotornya menghidupkan senyum nakal di bibirnya.

“Hei..Joenmyeon apa yang kau pikirkan?” kata-kata Yara membuyarkan lamunannya.

Dilihatnya Yara telah mengenakan make up walaupun pakainnya masih pakaian kemarin.

“Kau sudah siap? kajja!” Joenmyeon sendiripun sudah mengenakan seragamnya. Dia berpakaian ketika Yara sedang mandi.

Yara’s pov

“Kajja” jawabku.

Aku berjalan di belakang Joenmyeon. Lebih baik begitu,  jangan sampai dia melihatku yang sedang menahan malu ini. Jantungku pun tak bisa berhenti berdegup gugup sejak tadi. Oh my gosh, pagi-pagi sudah sport jantung. Joenmyeon sekarang sudah berdiri di anak tangga terakhir.

“Aku akan sarapan di sekolah eomma.”

Oh tidak, Nyonya Kim sedang berada di ruang makan.  Aku tak bisa mencapai pintu tanpa  melewati ruangan tersebut.

“setidaknya, minumlah susumu Joenmyeon-a”

“An-annyong haseyo..”

“Eoh, Han seonsaengnim? Anda disini? Ka..pan anda datang?” Nyonya Kim memandang ku dengan penuh tanda tanya. Dia sempat menoleh ke arah Jeonmyeon, yang terhenti di belakang pintu utama dan memandang kami berdua. Nyonya Kim mencari jawaban dari putranya. Mati aku, aku harus jawab apa!! Aku tak bergeming.

“Aku akan ceritakan nanti, eomma. Sekarang kami harus segera berangkat ke sekolah atau kami akan terlambat.”

Joenmyeon menarik tanganku  meninggalkan ruang makan. Aku terselamatkan. “thank you” bisikku. semoga dia bisa mendengarnya. Dia masih menggenggam tanganku dan memintaku menunggunya di depan pagar.

BROOM-BROOM

“Kenakan ini.” Dia menyerahkan satu helmnya padaku.

Aku pandangi helmnya, kemudian pakaian yang aku kenakan. Tidak mungkin dengan rok miniku ini aku membonceng motor besarnya.

“Lebih baik aku naik bis saja, seperti biasa.” Aku kembalikan helmnya.

“Tak ada waktu lagi.  Bis akan membuatmu sangat terlambat. Ayo!!” Sekali lagi Joenmyeon menarik tanganku dan membuatku menaiki motornya.

Ouugh, aku sungguh tidak nyaman dengan kondisi ini. Baru kali ini aku merasa kecewa dengan pakaian yang aku kenakan. Berkali-kali aku berusaha menarik rokku turun yang karena posisi boncengku membuatnya memamerkan kedua pahaku. Bagaimana ini…

“Ige, Pakai ini untuk  menutupi kakimu” Joenmyeon melepaskan jaketnya dan memberikannya padaku.Tampaknya dia menyadari dilemaku.

“Thank you” suaraku lirih, entah dia mendengarnya atau tidak. Untuk kedua kalinya dia menyelamatkanku.

BROOM-BROOM-BROOM

Jeonmyeon menyalakan mesin motornya.

“Yaa, Yara-ya, dimana kau berpegangan?!”

Oups, aku ketahuan. Sedikit sulit mencari pegangan di motornya ini. Jadi aku berpegangan pada apapun yang bisa aku pegang di motornya.

“Aku tidak  mau tanggung jawab kalau kau sampai terguling nanti.” Dia menarik tanganku dan meletakkannya di pinggangnya.

Belum sampai aku menarik kembali tanganku, dia sudah meng-gas motornya membuatku justru memeluk erat pinggangnya.

***

“Aku seperti menaiki  roller coaster boncengan denganmu!” ucapku ketus sambil mengembalikan kasar jaket dan helmnya sesampainya kami di parkiran sekolah.

“Haha, kau terlalu berlebihan Yara-ssi.aku tak sehebat itu dengan motorku.”

Eh, dia malah menertawai reaksiku. Pria ini perlu diberi pelajaran. (apa aku baru saja memanggilnya pria? bukannya bocah? Ah lupakan. Dia harus diberi pelajaran, caranya mengendarai motor bisa saja melukai orang-orang disekitarnya dan dirinya tentu saja.)

“Berlebihan bagaimana, kau tahu aku…”

“Yara-ya..kau datang bersama Joenmyeon?”

Eoh, Raemun-na dan tidak, Sunye-ah  juga berada di tempat parkir.  Mereka berdua sama-sama baru datang.

“Annyong haseyo Jung seonsaengnim, Park seonsaengnim”

“Yara-ya..pakaianmu.. Itu kan pakaian kemarin?”

Ooh tidaak, Sunye akan membuatku lebih malu lagi.

“Bagaimana bisa kauu….”

Tidaak  Sunye-aah  jangan kau lanjutkaaan…  Segera aku dorong dua guru penasaran tersebut pergi dan mengembalikan mereka ke habitatnya.

“Jangan disini.. nanti aku ceritakan ladies..” ucapku pasrah.

See you soon, Yara-ssi!” dia setengah berteriak.  Aku bisa mendengar tawa kecilnya melihatku salah tingkah di depan teman-temanku.

“Yara-ya, apa dia baru saja memanggilmu Yara-ssi?”

“Nanti saja Raemun, jangan disini..”

Mereka mengikuti kemanapun aku mendorong.  Aku bawa mereka ke kantor karena sebentar lagi kelas akan dimulai. Kalau mereka masih di tempat parkir, sudah dapat dipastikan keduanya dan juga Joenmyeon akan puas menertawai wajah kepiting rebusku.

Baiklah sekarang aku sudah siap  untuk  disidang. Aku isyaratkan mereka untuk duduk mendekat dengan jari telunjukku. Bagaikan terhipnotis,  mereka justru mendekatkan kepala mereka dengan kepalaku.

“jadi, bagaimana kau bisa berangkat bersamanya dengan masih mengenakan pakaian kemarin, Yara-ya? Satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah kau tidak pulang ke rumah dan kalian bersama semalaman.” Raemun dapat menebaknya dengan tepat.

“apa?! Kalian berdua, semalaman? Dimana kalian tidur? Apa kauu…”

“aiiish, tidak seperti yang bayangkan Sunye-aaaa. Baiklah, aku harus menjelaskan kesalahpahaman ini. Seperti yang sudah kalian ketahui tiap Rabu dan…”

Aku menjelaskan panjang lebar tentang apa yang terjadi kemarin dan semalam. Cukup menguras tenaga meyakinkan mereka bahwa tidak terjadi apa-apa antara kami berdua malam itu.

“dan bagaimana mungkin dia memanggilmu dengan nama tanpa kata guru, sangat kurang ajar.” Raemun cukup kesal dengan apa yang baru saja terjadi di tempat parkir tadi.

“kurang ajar? Siapa yang berani kurang ajar dengan kalian?”Aini bangkit dari tempat duduknya, menyingkirkan tumpukan tugas siswa-siswanya yang sedari tadi dia tekuni bahkan tak menghiraukan grusak-grusuk kami.

Kini dia berdiri berkacak pinggang di hadapan kami bertiga,  membuat kami mendongakkan kepala bersamaan. “katakan siapa orangnya, dan akan aku bereskan!”

“aigoo..  Aini-aa.. kau tidak tahu jalan ceritanya..” aku menarik lengan Aini dan memintanya turut duduk mendekat.

Kami duduk saling berdekatan di atas  kursi  kerja kami, membuat lingkaran kecil, saling menunduk menempelkan kepala, mendekatkan telinga antar satu sama lain seolah-olah tak akan bisa mendengar apapun tanpa melakukan itu. Tak menghiraukan sekitar,  ataupun guru-guru yang mulai memperhatikan. Kami terlalu sibuk dengan forum kami sendiri.

Aku menarik nafasku.Tak kusangka melakukan pengakuan bisa sesulit ini. “memang benar yang dilakukannya sungguh tidak sopan, memanggil gurunya dengan nama tanpa menggunakan kata sapaan yang sepatutnya. Namun anehnya aku sama sekali tak keberatan dengan apa yang dia lakukan. Kalian mungkin berpikir aku tak pernah mengingatkannya akan hal ini. Salah, aku telah memperingatkannya berkali-kali. Dan aku membiarkannya  karena setidaknya dia tahu tempat dan situasi. Ketika di tempat umum atau di depan orang banyak dia akan memanggilku lengkap dengan kata guru.”

“mungkinkah dia menyukaimu?”

Celetukan Sunye membuat kami semua menoleh padanya.

“aah, tidak mungkin. Dia melakukan itu pasti karena dia adalah anak nakal.” Aku berusaha menghapus pikiran tersebut dari otak mereka.

“kau masih berpikir dia anak nakal?”

Pertanyaan Aini menyadarkanku. Aku terdiam lalu menggeleng pelan. Aini mengingatkanku tentang status kami berdua, guru dan murid yang terbatasi oleh kode etik. Kode etik yang menyebutkan seorang guru dan murid dilarang memiliki hubungan personal selain hubungan darah. Yang dengan kata lain diantara keduanya tidak boleh ada hubungan kasih kecuali jika mereka bersaudara atau dalam satu keluarga. Ya, aku sangat mengerti akan hal itu Aini-a.  Aku berikan senyuman ku untuk berterima kasih atas peringatannya.

TEEEET

Suara bel masuk otomatis membuyarkan forum kami namun kata-kata Sunye dan peringatan Aini tidak bisa hilang begitu saja dari pikiranku. Mungkinkah dia menyukaiku? Tidak mungkin. Dan pun jika benar, itu pasti bukan suka antara pria dan wanita tapi karena dia mengidolakanku sebagai gurunya. Hmm..ya, itulah yang terjadi. Aku tersenyum kecil dengan spekulasi yang telah aku buat sendiri.

***

“Yara-ya, bagaimana kalau kau membeli sebuah sepeda motor?” ungkap appa di sela-sela santap malamnya beberapa waktu lalu.

Ternyata eomma dan appa telah mendiskusikan ide  ini tanpa sepengetahuanku. Keduanya merasa sangat kasihan melihatku selalu tergopoh-gopoh setiap paginya. Mereka menawarkan untuk membelikanku sebuah motor namun aku menolaknya. Karena aku berpikir tabunganku selama ini sudah sangat cukup untuk membelinya. Dan disinilah sekarang kami, aku dan Aini berdiri di sebuah showroom motor mencari-cari satu unit motor yang cocok untuk ku, cocok untuk “kepribadianku” Aini menambahkan tanda petik pada kata tersebut dengan menggerakkan kedua tangannya ke atas kepalanya.

“naah… Yara-yaa.. kemari. Yang ini saja. Motor jenis ini sangat tepat untuk seseorang dengan kepribadian sepertimu.” Huuft..Aini memang seseorang yang sangat jujur dan blak-blakkan.Sekali lagi dia menekankan kata kepribadian.

Motor yang sedang dia tunjuk sekarang adalah sebuah motor matic dengan badan motor yang tidak terlalu besar, yang menurut Aini akan membuatnya bergerak sangat lincah di jalanan. Warnanya pun warna yang aku suka. Menurutnya motor matic adalah pilihan yang tepat untukku. Dengan berbagai alasan, mulai dari mesin dan sebagainya dengan istilah-istilah otomotif yang jujur baru kali ini aku mendengarnya. Aini adalah penasehat terbaik yang ku miliki untuk urusan otomotif, tidak ada alasan untuk tidak mendengarkannya. Aku ambil motor itu dan membayarnya. Pegawai showroom tersebut akan mengantarkan motorku dan dalam beberapa jam motor tersebut akan berpindah ke rumahku.

Setelah motor itu resmi menjadi milikku, dia hanya terpajang begitu saja untuk beberapa hari di rumah. Appa tak bisa membantuku belajar mengendarainya. Aini satu-satunya penasehat otomotif terbaik yang ku miliki pun tak bisa banyak membantu karena kesulitan kami menyamakan jadwal. Setidaknya dia sudah membantuku memilih motor dan mengajarkanku menyalakan mesinnya untuk menjaga mesinnya tetap berfungsi dengan baik.

“Eh, Yara-ya..kenapa kau tidak meminta bantuan Joenmyeon  saja?” saran Aini ini terus bergema di telingaku.  Meminta bantuan Joenmyeon? Apa tidak apa-apa? Bukankah pastinya dia sangat sibuk dengan pelajaran, tugas-tugas dan ulangan? Meminta bantuannya? Aaargh,  kenapa tidak terpikirkan olehku sebelum aku membeli motor itu. Aku terlalu yakin dan percaya diri Aini akan menjadi penolongku dengan motor tersebut. Namun ternyata masa depan benar-benar tak dapat ditebak. Baiklah, setidaknya aku mencobanya terlebih dahulu.

 

Joenmyeon’s POV

Ada apa dengannya hari ini. Dia tampak sedikit gelisah, tidak seperti biasanya.

“kau baik-baik saja?”

“eoh..” dia hanya mengangguk. “Joenmyeon-a, ketika motor tidak pernah digunakan, akankah dia tetap baik?”

Eoh..apa maksud pertanyaannya. Motor?

“sama halnya dengan benda-benda bermesin lainnya yang harus selalu digunakan untuk membuat mesinnya tetap berfungsi, begitu juga dengan motor.  Memangnya kenapa, kau ingin membeli sepeda motor?”

“Ani..aku sudah membelinya, hanyaa.. belum ada seorangpun yang bisa membantuku belajar.” Dia menundukkan kepalanya. “kalau tahu akan begini, lebih baik aku tidak mengikuti saran appa..”

“oh, begitu..” jadi ini alasannya dia tampak tidak seperti biasanya.

“aku bisa menjadi gurumu!” aku pertahankan tampang cool-ku, menahan cengiran yang bisa saja terlepas. Ini kesempatanku untuk lebih dekat dengannya.

“benarkah? Apa tidak akan merepotkanmu?” dia lebih antusias dari yang aku duga.Matanya membulat mendengar tawaranku. Membuatku gemas dengannya. Benarkah dia seorang guru.

Setelah berdiskusi dan mensinkronkan jadwal kami akhirnya disepakati untuk latihan cukup satu kali dalam seminggu di hari minggu pagi. Dan akan dimulai minggu ini. O.K satu alasan lagi untuk bisa lebih dekat dengannya.

***

“pertama, mari kita pelajari tombol-tombol di motormu ini.”

Hari pertama latihan, aku membawanya ke sungai Han. Pagi-pagi sekali aku menjemputnya agar dia bisa belajar lebih aman tidak terganggu atau bahkan mungkin mengganggu aktivitas orang-orang lainnya yang juga menikmati sungai Han di sana.

Aku duduk di belakang sambil memberikan instruksi padanya yang sedang mengendarai dengan level konsentrasi penuh. Beberapa kali dia tampak kehilangan keseimbangan dan disaat itulah kaki-kaki panjangku menjadi penopang menahannya jatuh.Sesekali juga aku menjangkau stang gas karena tangan kanannya yang masih terlihat agak ragu memainkannya. Damn, aku sangat meyukai saat-saat ini. Tanpa disengaja badan kami salilng bersentuhan, mungkin hanya dua kali atau mungkin empat kali, tidak tapi berkali-kali.Aku seolah-olah sedang memeluk punggungnya.

Matahari sudah tinggi menjadi satu-satunya spot light yang menggantung di langit sana. Dia terduduk, peluh membasahi dahi dan kedua pelipisnya.Dia meneguk habis bekal air yang dibawanya dan yang pasti sudah tak dingin lagi.Dia sudah berlatih cukup keras hari ini, pantas saja kalau kelelahan.Tapi tetap terlihat seksi.Semakin dia berjuang mati-matian mendapatkan keinginannya semakin dia terlihat seksi. Lihat peluh yang mengalir di wajah nya itu.. Aaaiiissh..ada apa dengan ku hari ini. Joenmyeon-aaa..kuasai dirimuu!

“lebih baik kita sudahi hari pertama latihan kita atau matahari akan membakarmu dan membuat orang-orang tak percaya kalau kamu adalah orang korea karena kulitmu yang tiba-tiba gosong!”

“Aiiiish..sebenarnya aku masih bisa bertahan satu jam lagi..”

What..are you kidding me?! The sun will burn us if you do.

“tapi, baiklah. Air ku pun sudah habis..kajja. Anyway, bagaimana hari pertamaku?”

“untuk seorang yang belum pernah menyentuh stang motor sebelumnya, you did good.”

just goodNothing more?Aku sudah mengeluarkan semua tenaga ku untuk menahan berat motor itu plus beratmu.Just good?!”

o-ouw.. dia protes dengan penilainku.

“ehm, ya you did good. Orang yang belum pernah menyentuh stang motor sebelumnya ketika mencoba mengendarainya pasti akan jatuh berkali-kali tapi kau tidak..” karena kakiku yang bekerja keras menopangnya. Aku harus segera merilekskannya dengan air hangat sesampai di rumah nanti.

“satu, dua kali latihan lagi dan kau akan siap membawaku berkeliling melihat pemandangan sungai Han ini.”

“serius, jadi aku bisa segera ikut ujian SIM?” kedua bola matanya tiba-tiba membulat.

“setelah beberapa kali latihan, ya. Beranilah bermain dengan gas, Yara-ya. Perhatikan kecepatan juga, kalau di tempat basah justru jangan ngebut.Jangan lupa untuk menyalakan lampu sein kalau kau ingin berubah halauan.”

Dia memperhatikan dengan seksama semua yang aku katakan, merekam dan memasukkannya ke dalam sel-sel otaknya.Terlihat jelas dari kerutan di antara kedua matanya.

Hari ketiga latihan.Dia belajar dengan sangat cepat, okey mungkin hanya matic tapi dengan kesibukannya membuatnya hanya tiga kali ini mengendarai motor.Dan dia melakukannya dengan sangat baik.Dia sudah bisa mengendarainya sendiri tanpa perlu aku membonceng di belakang.Kecepatannya juga sudah mulai stabil.Hanya dia masih terlihat sedikit gugup, bahunya masih menegang.Dan tiap kali dia mulai menyalakan mesinnya, senyumannya tiba-tiba hilang digantikan wajah serius yang siap membacok siapapun yang menyenggolya. Haha..lucu sekali.

“yaa Joenmyeon, kau menertawaiku lagi?!”

Apa dia mempunyai kemampuan bisa mendengar apa yang orang lain pikirkan?

“haha.. apa kau mempunyai indera keenam yang bisa mendengarkan pikiran orang lain? Daebak!”

“yaa.. jangan bercanda.. bagaimana menurutmu?”

Kuacungkan jempol kananku dan berjalan ke arahnya yang masih duduk di atas sadel motor.

“bahumu terlalu tegang, rileks Yara-yaa.. rileks.. dan sunggingkan sedikit senyummu. Kau membuat takut pengguna jalan yang lain” aku terkekeh tak tahan lagi.

“heii.. berhenti bercanda!”

“aku pun serius, Yara-yaa..” masih sedikit terkekeh. “kau tidak percaya instukturmu?”

“ara-ara… naiklah, aku akan membawamu berkeliling. Sungai Han di sore hari sangat indah..”

Apa aku sedang bermimpi? Apa dia baru saja menawarkanku berkeliling dengannya? Ani, aku tidak sedang bermimpi, senyumannya nyata.

“Joenmyeon-a, jangan lupa kenakan helmmu..” ucapnya sambil mengkunci helmnya sendiri yang kemudian dilanjutkan dengan menggumamkan dan mengecek satu-persatu kesiapan motornya, mulai dari spion, lampu sein, rem tangan, jempol di klakson. Sekali lagi aku terkekeh dengan ulahnya ini.

Ketika akhirnya motornya pun bergerak walau masih dengan kecepatan yang amat sangat lambat, aku pijat perlahan bahunya.Pikiran nakalku bekerja.Bukannya melemas, bahunya justru terasa lebih keras.

“heeiiii… JOENMYEOON BERHENTI MENGGANGGUKU!”

Dia berteriak namun tak bisa menghentikan gerakanku.

“kendorkan sedikit bahumu Yara-yaa.. rileeeks..”

Setelah bahunya kini kedua tanganku bergerak ke pinggangnya dan bergelung disana, ku letakkan kepalaku di bahunya.Sudah sangat lama aku membayangkan adegan ini dan sekarang aku baru bisa mendapatkannya.

“YA-YA-YAAA…JOENMYEON-AA..” dia lepas tangan kirinya dari stang dan berusaha menjauhkan tangan ku dari pinggangnya yang justru semakin erat melingkar disana.

Tindakan yang keliru.Detik berikutnya motornya mulai oleng.Dia tak bisa menguasai motornya. Dan…

BRAAK..

Kami dan motor kami terjatuh menabrak salah satu pohon disana. Beruntung berkat kesigapanku, aku berhasil menahan motor tersebut dari menindih kami. Aku lihat Yara, dia meringis.Mungkin ada bagian tubuhnya yang terluka atau lecet.

“Yara-yaa gwaenchana?!!”Dia tak merespon.Tetap meringis.Harusnya aku tak mengganggunya tadi. “YARA-YAA..gwencahana?!”

“hahahahaha….” Tawanya justru meledak.

“tampaknya aku harus mengurungkan niat ku untuk ikut ujian SIM dalam minggu ini. Hahahaha…” ucapnya masih belum bangkit dari posisi jatuhnya.Bahkan dalam situasi seperti ini pun, dia masih sempat-sempatnya tertawa terbahak.

Perempuan ini, membuatku khawatir saja. Ku berdirikan motor yang sedari tadi ku tahan. Dan ku bantu dia berdiri.

“kita duduk dulu saja disini, Yara-ya..” saranku untuk meredakan kekagetan kami berdua.

Sungai Han memang sangat indah di sore hari.Matahari masih bersinar terang namun panasnya tak lagi membakar.Setelah agak lama menikmati matahari yang tak membakar, memandang jauh kearah sungai dan setelah merespon sekenanya pada celotehan Yara plus setelah agak lama terdiam, tak ada yang mau memulai pembicaraan, “inilah saatnya, Joenmyeon!” ku kumpulkan semua keberanianku untuk satu hal ini.

“Yara-ya..”

“eoh?” dia menoleh.

“I think I love you…”

 

=== TBC ===

58 pemikiran pada “The Seonsaengnim’s Love Story – Mosaic of Emotion, More Pieces (Yara’s Part 4)

Tinggalkan Balasan ke melanierosaria Batalkan balasan