When Our Love Came Suddenly (Chapter 10a)

Picture2

When Our Love Came Suddenly

(chapter 10a)

Author : Hwang Sung Ji and Xiu Yu Ri

Main Cast    :

  • Lin Da (OC)
  • Ayu (OC)
  • Kim Joon Myun a.k.a Suho EXO
  • Park Chanyeol a.k.a ChanYeol EXO

Other Cast :

  • All EXO Member
  • Shin Yunra a.k.a Chanyeol ex-yeojachingu

Genre : Happy, Romantic, Friendship, School life, Little Comedy

Length : Chapter

Rating : PG 16

Hampir setengah jam Suho menghilang entah kemana. Padahal jika diingat-ingat, hanya sekitar 3 menit untuk kembali ke parkiran mobil. Setetes cairan bening membasahi pipi kanan Lin Da. Ya, dia menangis bahkan sudah mulai sesenggukan. Dia duduk di bawah pohon dan menenggelamkan kepalanya diantara kedua lututnya yang ditekuk.

“Hikks..Suho-ah..eodisasoyeo? Jebal!! Aku takut..hiks!!” rintih Lin Da. Dia benar-benar ketakutan karena namja itu tidak kembali setelah hampir satu jam dia menunggu di taman yang gelap itu.

(Chapter 10)

(Author POV)

ZZZTTZZTZTZT!!!

Ada suara aliran listrik yang terdengar oleh yeoja itu. Seketika dia mendongakkan kepalanya dan menemukan berbagai macam cahaya berwarna-warni dari lampion-lampion yang bergelantungan dengan indahnya disetiap pohon yang ada di taman itu. Lin Da menghentikan tangisannya dan segera berdiri.

Dalam beberapa detik, dia terpana dengan taman yang semula gelap gulita itu. Lampion-lampion itu cukup mengurangi sedikit ketakutan Lin Da. Dia melihat sekeliling taman itu dan mendapati dirinya kini tengah dikelilingi ratusan kelopak mawar putih yang menuju pada sebuah jalan setapak yang ada di samping kanannya.

Dia terus mengikuti kemana arah kelopak-kelopak mawar itu bertaburan. Dia menemukan sebuah danau buatan yang di pinggirannya terdapat sebuah perahu yang hanya muat dua orang (*kebayang perahu yang di film Heart Farel sama Luna yang dipake di danau kan? Kurang lebih kaya gitu cuma beda hiasannya dikit kali). Di atas perahu itu, ada seorang ahjussi yang tersenyum ramah sambil memegangi dayung di sisi kanan dan kiri.

“Annyeonghaseyeo, agasshi. Silahkan naik.” Ahjussi itu menundukkan kepalanya sekejap. Lin Da seperti tersihir akan keadaan dan kakinya melangkah menaiki perahu yang mulai bergoyang mencari keseimbangan.

Perlahan dia mendudukkan dirinya di atas perahu itu. Dia terus memutar pandangannya ke sekeliling danau yang diterangi banyak lampu. Sampai akhirnya dia menemukan jika perahunya kini mulai didayung di tengah-tengah puluhan bahkan ratusan lilin yang mengapung cantik di atas danau. Lilin-lilin itu menemani perahu yang membawanya sampai ke tepi lain danau itu.

“Anda sudah ditunggu Tuan muda.” Ucap ahjussi itu ramah dan tetap mendudukkan dirinya di atas perahu.

“Nuguseyeo?” Lin Da menaikkan satu alisnya. Lin Da bahkan melupakan sosok Suho yang menghilang satu jam yang lalu di taman.

“Silahkan ikuti lilin-lilin itu.” Ahjussi itu menunjuk pada lilin-lilin yang terjajar rapi membentuk sebuah jalan. Tanpa ba-bi-bu, Lin Da mengikuti kemana lilin-lilin itu bermuara.

(Lin Da POV)

Aku tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun untuk menjelaskan bagaimana keadaanku sekarang. Aku hanya bisa membelalakkan mataku dan mengangakan mulutku karena pemandangan ini. Dalam sekejap, aku melupakan ketakutanku satu jam yang lalu. Bahkan aku melupakan Suho yang menghilang entah kemana.

Lilin-lilin itu membawaku pada seseorang yang tengah duduk di balik piano dengan menggunakan jubah putih. Aku tidak bisa mengenali wajahnya karena tudung jubah itu menutupi nyaris setengah wajah orang tersebut. Namun aku yakin jika dia adalah seorang namja, melihat perawakannya di belakang piano itu.

“Awwww!!” dengan bodohnya aku terjatuh disana. Karena sebuah kerikil yang cukup besar(?) terinjak olah heelsku yang bisa dibilang sangat tinggi.

Dengan hati-hati aku menegakkan tubuhku. Membersihkan kotoran yang ada di tangan, lutut, dan baju yang aku kenakan. Namun perlahan ku sadari jika alunan piano yang membuatku terpana dari tadi kini sudah berhenti. Mataku lurus memandang ke depan dan tidak kudapati siapa pun yang duduk di belakang piano tadi.

“Kemana perginya?” aku berjalan mendekati piano itu. Mencari-cari sosok berjubah putih yang telah membuat aku terpana karena jari-jarinya yang lihai menekan tuts piano itu.

GRREEEPP!!!

Omo!!!! Seseorang memelukku dari belakang. Aku melihat dua tangan yang melingkar sempurna di pinggangku. Dua tangan yang dibalut kain putih dan aku yakin bahwa yang memelukku adalah orang yang sama dengan yang di balik piano tadi.

Jantungku serasa berhenti karena serangan yang diberikan mendadak itu. Ada niatan kecil untuk memberontak dan berusaha melepaskan lengan-lengan itu dari pinggangku. Namun, orang itu semakin mengeratkan pelukannya, bahkan sekarang aku bisa merasakan nafasnya di tengkukku.

“Saranghae Er..Lin..Da..”

(Ayu POV)

Sejujurnya, aku baru pertama kali mendengar suara Chanyeol dari dekat. Bisa memandanginya sedekat ini sambil mendengar suaranya ketika bernyanyi adalah suatu keberuntungan tersendiri menurutku. Walaupun dia sedikit buruk dalam menggerakkan tubuhnya yang tinggi, tapi aku akui jika tidak ada yang bisa dilakukan seorang Park Chanyeol kecuali satu hal tersebut.

Nuguboda saranghamnida..naegaseume..nae mamsoge..

Sarainneun geudaeraseo..

Jigeum geudael mannareo gamnida..ije..

Yeongwoniran yaksokkaji..damagamnida..

Geudae..saranghaeseo…haengbokhamnida…

Kami menyanyi beberapa bait terakhir lagu itu dengan mata yang saling memandang. Kalian tahu, aku bahkan tidak bisa sekalipun berhenti menatap matanya. Kontak mata kami terus berlanjut sampai akhirnya…

“Ehm..” sampai akhirnya deheman Chanyeol menyadarkan situasi. Suasana canggung menyelimuti atmosphere di studio ini dan samar-samar ku lihat semburat merah di pipinya. Malu rupanya.

“Lebih baik kau belajar kuncinya. Walaupun jarimu itu belum sembuh, tidak ada salahnya kan mencobanya sedikit.” Kata Chanyeol sambil memberikan Matilda padaku. Sebenarnya aku agak sedikit ragu dengan idenya.

“Apa ada yang belum kau mengerti?” Chanyeol memandang ragu ke arahku. Sepertinya dia tahu jika aku sedang kebingungan dengan chords lagu itu.

“Ah..ne..aku tidak terlalu mengerti bagian ini. Aku tadi melihatmu memetiknya pada senar ke 3 dan 6 tapi disini senar 4 dan 6.” Aku memberikan liriknya dan sudah ku lingkari bagian itu.

“Ah..ini..matta. Senar 3 dan 6.” Katanya setelah mencobanya dengan gitar lain di studio itu. Aku mencobanya dan masih merasakan ada keganjalan pada bagian lain.

“Ireokhae?” aku memandanginya penuh tanya. Kini kami sedang duduk bersila dan berhadap-hadapan satu dengan yang lain.

“Aniya!! Seharusnya kau memetiknya berulang dari atas ke bawah. Bukan bawah ke atas.” Protesnya. Dia semakin memajukan duduknya mendekatiku.

“Yaa!!! Appo ya!!!” jeritku ketika dia menekan jari telunjukku yang terluka lebih kencang dan..

DEG!!!

Posisi kami terlalu dekat. Wajahnya hanya sejauh 10 cm dari wajahku. Apa yang harus aku lakukan?? Eotteokhae?? Jantungku semakin mempercepat lajunya. Aku memandang matanya bergantian. Tuhan, tolong skip detik-detik ini. Aku bisa mati seketika!!!!

(Chanyeol POV)

“Tuhan, apa aku harus melakukannya sekarang? Bagaimana jika dia menghindar? Reputasiku bisa hancur di depannya. Tapi jika tidak ku lakukan, mungkin aku akan menyesal seumur hidupku. Geurae, aku harus melakukannya. Ayu-ya tolong tetap pada posisimu dan jangan bergerak!” hatiku tengah berada dalam dilema di detik ini.

“Aku akan melakukannya sekarang. Ini adalah waktu yang pas. Chanyeol-ah, kau pasti bisa” ucapku dalam hati memberi semangat untukku sendiri.

Aku menatap matanya bergantian, wajahnya sangat cantik dari dekat sini. Sesekali aku menatap singkat bibir kecilnya di sana dan kembali menatap matanya. Aku mulai merasakan bajuku basah karena keringat yang keluar. Suara detak jantungku bahkan bisa ku dengar tanpa harus menggunakan stetoskop.

Dengan sangat berhati-hati aku mendekatkan wajahku ke arahnya. Perlahan hembusan nafasnya yang lembut mulai menerpa wajahku. Aku terus memandangi bibir kecilnya sambil sedikit memiringkan wajahnya. Se-centi demi se-centi aku menghapus jarak diantara kami. Aku mulai memejamkan mataku.

BRAAAKK!!!!

“Chanyeol-ah! Aku membawakanmu beberapa..Ah!!! Omoooo!!!!” ku dengar dengan jelas suara gadis yang sangat familiar di telingaku. Mendobrak pintu studio dengan kasar, seketika aku memalingkan pandanganku padanya.

Aku tercekat melihat noonaku sedang berdiri mematung dengan paper bag yang bergelantung di tangannya. Hal yang sama juga terjadi pada yeoja di sampingku. Bahkan untuk mengedipkan mataku adalah suatu hal yang mustahil.

“No..noona..mwoaneungoya?” tanyaku padanya masih dengan ekpresi terkejut. Tapi beberapa detik kemudian, senyum mengembang di sudut-sudut bibirnya. Dia menghampiri Ayu yang terlihat ketakutan.

“Ah..kau pasti yeoja dari Indonesia itu. Machi?? Hahaha, kau cantik. Siapa namamu?” tegurnya ramah pada yeoja di sampingku. Hah, aku bisa bernafas lega karena dugaanku salah. Ku kira dia akan marah pada kami dan mengusirku keluar rumah.

“Ah..Septia Ayu Permatasari imnida. Bangapseumnida eonni.” Jawabnya masih ragu-ragu.

“Untung saja aku datang disaat waktu yang tepat. Kau harus berterimakasih padaku, setidaknya bibirmu masih bisa ku selamatkan. Hahaha..” tawanya menggelegar di seluruh studio. Dia membuatku tersentak dengan perkataannya. Aigoo, selalu seperti ini.

“Ya!! Memang kau tau apa yang ku lakukan? Huh? Kau melihatnya dari belakang tadi!!!” protesku pada noona.

“Neo michyeoseo?? Orang bodoh juga tau kau mau mencium nona ini. Pabo ya!!” tangannya bergerak menjitak kepalaku.

“A..aniiya..aku hanya..hanya mau..me..meniup matanya!! Ne!! aku mau meniup matanya karena dia bilang ada debu yang masuk ke matanya! Machi??” ucapku sambil menyenggol lengan Ayu.

“Ne?? Ah..ne..ne..eonni..Chanyeol hanya membantu meniup mataku. Bukan seperti yang kau maksudkan..” katanya setelah mengerti arti senggolanku.

“Aiishh!!! Aku tidak bisa kalian bohongi. Ya sudahlah, setidaknya aku tau jika namdeongsaengku ini sudah dewasa. Geurae??” Noona mengacak-ngacak rambutku. Dia memperlakukanku seperti anak kecil, lagi.

“Keunde, kau tidak mau makan dulu? Pelayan sudah menyiapkan banyak makanan. Ini juga sudah larut malam, perut kalian pasti belum terisi apapun. Kajja kita ke bawah!!!” ajaknya. Tangannya menggenggam tangan Ayu dan menariknya agar mengikutinya ke ruang makan. Ayu memandangiku bingung dan aku hanya menyuruhnya agar mengikuti noonaku. Sementara aku mengekori mereka dari belakang.

(Author POV)

“Saranghae Er..Lin..Da..” bulu kuduk Lin Da seketika berdiri mendengar suara nyaris seperti desahan dari orang yang memeluknya erat.

“Nu..nuguseyeo!” tanyanya terbata-bata. Jantungnya berdegup dengan kencang karena desahan namja berjubah putih itu.

TOOOOOOKKKKK!!!!!!

“Ahhhh…Arrrhhhhggghh!!!! Appooo!!!!!” teriak namja berjubah putih itu. Lengannya melepas pinggang Lin Da yang dipeluknya dari tadi.

Lin Da menginjak kaki namja itu dengan heelsnya yang lumayan tajam. Jika saja orang itu tidak mengenakan sepatu, mungkin darah segar mengalir disana. Namun ketika Lin Da mendengar suara teriakan Si Jubah Putih itu, dia berbalik dan mendapati Suho yang meringkuk kesakitan sambil memegangi kakinya. Jubah putih yang dikenankan, terkena sedikit noda-noda tanah.

“Suho-ya. Neo!! Gwaenchana?? Mianhae, jeongmal mianhae..” Lin Da berlutut di depan Suho panik dan bingung harus bagaimana.

“Kenapa kau menginjakku??” Suho masih memegangi kakinya yang terasa sakit.

“Ya!! Siapa suruh kau memelukku?? Lagi pula aku tidak tahu jika itu kau. Kau memakai jubah putih dan tudung yang nyaris menutupi seluruh wajahmu. Bagaimana aku tidak panik jika ada orang yang tidak ku kenal tiba-tiba memelukku seperti itu!!!” ucap Lin Da membara.

“Mianhae, aku ingin memberimu kejutan. Lihatlah kesana!” Suho menunjuk sebuah meja dengan dua kursi yang berhadapan. Di atas meja itu di hiasi lilin yang berpijar terang.

Lin Da menegakkan tubuhnya diikuti Suho yang melepas jubah putihnya yang sudah kotor. Lin Da berjalan mendekati meja itu, perlahan dan pasti mulai melangkahkan kakinya. Dia menemukan sebuah mawar putih yang terletak di tengah lilin-lilin tadi. Tiba-tiba terdengar sebuah lagu yang lembut, menambah suasana romantis di taman itu. Suho berdiri di samping Lin Da. Tangannya meraih kedua telapak tangan Lin Da dan memegangnya erat.

“Lin Da…Erlinda..Eka..Kurniawati. Machi? Apa benar aku mengejanya? Hahaha..” tawa Suho renyah. Lin Da tersenyum malu sambil menganggukkan kepalanya.

“Neo..Arrayeo? Seberapa sulit aku menghafal namamu yang panjang itu? Jika namamu sepanjang itu, bagaimana caranya mengganti namamu menjadi bermarga Kim?” Lin Da menatap Suho bingung dan berusaha mencerna kalimat yang dia ucapkan.

“Ne??” Lin Da menaikkan alisnya.

“Lin Da…Er Lin Da..Ah..aniya..aku lebih suka memanggilmu Kim Lin Da. Hahaha..” Suho kembali membuyarkan tawanya.

“Ya!! Kim Joon Myun!! Apa maksudmu??” Lin Da mempoutkan bibirnya. Telapak tangan Suho bergerak menepis rambut Lin Da dan menjepitnya di belakang telinga yeoja itu.

“Setiap aku menggenggam tanganmu, ada sebuah kekuatan yang membuatku ingin selalu berdiri berdampingan denganmu. Kau tahu jika aku tidak pandai berbicara. Geundae, berada selalu di sampingmu, aku menyukainya. Benar-benar sangat menyukainya. Bagaimana caramu tersenyum, bagaimana caramu menyapaku, caramu membuat jantungku berdetak dengan kencang, caramu membuat keringat dinginku keluar, dan jujur. Kau adalah orang yang pertama.” Suho mendekatkan dirinya dan semakin erat menggenggam tangan yeoja itu.

“Kau tahu jika aku bukanlah orang yang sempurna, dan untuk bersanding denganmu bisa dibilang hanya mimpi untukku. Geundae..”

“Mimpi itu, aku benar-benar ingin membuatnya menjadi kenyataan. Walaupun, mungkin akan sulit dan bahkan tidak akan semudah yang ku pikirkan. Dan walaupun, banyak masalah..yang akan terjadi di masa depan. Aku pastikan tidak akan menyesalinya. Geuraeso, aku harus mengatakannya sekarang”

“Er Lin Da-sshi….Saranghayeo, neomu neomu saranghae.” Suho menatap lekat manik-manik mata Lin Da. Tangannya terus menggenggam tangan yeoja itu. Setetes cairan bening membasahi pipi berlesung milik Lin Da.

“Geundae..Aku memiliki banyak kekurangan, dan menurutku aku tidak pantas untuk terus bersamamu. Bagiku, kau seperti bintang di langit yang benar-benar sulit untuk kudapatkan. Aku tahu dimana seharusnya aku berada. Bukan disampingmu. Geuraeso..” Suho menarik tengkuk Lin Da tiba-tiba.

Bibir kissablenya mendarat tepat diatas bibir yeoja itu, mengganti bulir-bulir air mata yang jatuh dengan ciuman hangat. Lin Da meremas bajunya yang sedari tadi dia pegang, tubuhnya mengejang kaku. Pikirannya kalang kabut menerima ciuman cinta dari seorang malaikat yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Nafasnya berhenti seiring lamanya ciuman itu. Suho membelai lembut pipi yang sebelumnya basah karena air mata dan perlahan melepas tautan bibir mereka.

“Geuraeso..jadikan aku bintang yang paling terang di hatimu. Menjadi bintang di langit yang jauh darimu tidak ada apa-apanya. Aku ingin mengisi hatimu dengan cahayaku. Sekarang, besok, dan seterusnya. Saranghae..Er Lin Da” Suho menatap lekat mata Lin Da.

Setetes air mata Lin Da kembali membasahi pipinya. Namun kali ini, senyuman manis terukir di bibirnya. Suho semakin hangat membelai pipi yeoja itu, dipegangnya tangan Suho oleh Lin Da. Digenggam dengan erat tanpa melepas kontak mata di antara mereka.

“Ne…Nado Joon Myun-ah..Nado saranghae..” Lin Da berlinang air mata namun tidak sedetik pun senyuman itu pudar di bibirnya. Suho memeluknya erat, menenggelamkan Lin Da di dalam dadanya yang hangat. Bibir Suho kembali membuat Lin Da terbuai, kali ini dahinya yang menjadi sasaran. Suho mencium lembut dahi Lin Da, mata yeoja itu terpejam.

TO BE CONTINUED

7 pemikiran pada “When Our Love Came Suddenly (Chapter 10a)

  1. Jeongmal mianhae author.. soalnya di beberapa chap yg lama aku gk komen… jijja mianhamnida… aku kasian sm author.. ff-nya bagus, tp yg komen cmn sedikit.. (ulahnya silent reader). Tp tlg author tetep ngepost yaaa… FIGHTING!!! ☺☺☺☺☺

  2. maapin aku juga thoor, aku baru bisa komen sekarang :”
    tapi, aku suka bangeett sama ceritanya !! terus nge post ya thor!!

Tinggalkan Balasan ke rizkajoonma Batalkan balasan