Promise (약속) – Chapter 8

poster-promise-yo%c2%a2yai3

 

Tittle                : PROMISE (약속)
Author             : Dwi Lestari
Genre              : Romance, Friendship

Length             : Chaptered

Rating             : PG 17+

Main Cast        : Han Sae Ra (Elena), Park Chan Yeol (Chanyeol)

Support Cast   : Byun Baek Hyun (Baekhyun), Oh Sehun (Sehun), Kim Jong Dae (Chen), Zhang Yi Xing (Lay), and other cast. Cast akan bertambah seiring berjalannya cerita.

Disclaimer       : Alur dan ceritanya murni buatan saya.

Author’s note  : Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa komennya. No kopas, no plagiat. Typo bertebaran

 

 

 

Chapter 8 – (Friendship Again)

 

 

Yak, lepaskan aku. Kau mau membawaku kemana?”, Saera berkata sambil terus berusaha melepaskan genggaman itu. Orang itu tidak memperdulikan kata-kata Saera. Dia malah semakin menguatkan genggamannya dan memasukkan Saera ke dalam mobil setelah sampai di depan sebuah mobil yang terpakir di pinggir jalan.

Orang itu segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia berhenti di sebuah hotel yang cukup ternama di kota itu. Setelah memberhentikan mobilnya, orang itu menarik Saera dari dalam mobil dan mengajaknya masuk ke hotel tersebut. Saera hanya bisa mengikuti orang itu, karena memang dia tidak bisa melepaskan genggamannya. Mereka menuju suite room di hotel itu.

Setelah memasuki ruang tersebut, dia menghempaskan Saera ke ranjang ruang itu. Segera saja dia menindih tubuh Saera. “Yak, kau mau apa Kim Jongdae?”, Saera berusaha mendorong tubuh orang yang dipangggil Kim Jongdae olehnya, namun nihil tubuh orang itu terlalu kuat. Dia bahkan mengunci tangan Saera dengan tangannya, hingga membuatnya tak bisa bergerak.

Wae? Bukankah ini pekerjaanmu? Aku heran, mengapa kau bekerja sebagai pelacur? Apa kau butuh uang? Dan bukankah kehidupanmu sudah berkecukupan?”. Pria itu menatap tajam Saera. Dia berharap Saera mau menjawab semua pertanyaannya.

“Kau pikir karena siapa aku bekerja seperti ini?”, kata Saera.

“Kenapa aku harus peduli”.

“Tentu kau harus peduli, karena memang semua ini karenamu?”.

Mwo?”, Jongdae kaget mendengar pernyataan Saera. Dia masih mencerna kata-kata Saera. Saat itulah pegangan tangannya mengendur dan itu digunakan Saera untuk mendorong tubuhnya. Dan hasilnya dia terjatuh ke lantai.

Saera kemudian bangkit dari tempat tidur dan melanjutkan kata-katanya, “Ne, semua ini karenamu Jongdae. Kalau saja ibumu tidak mengancam Sora. Semua akan baik-baik saja sekarang”.

Jongdae berdiri dan tersenyum meremehkan. “Cih, gojima. Jika memang ibuku mengancam Sora, lalu apa hubungannya dengan kau bekerja seperti ini”.

“Tentu semua ada hubungannya. Ah, sudahlah. Aku tidak ingin membahasnya. Dan satu hal lagi yang perlu kau tahu Jongdae, Baekhyun tidak sejahat itu”.

“Tidak sejahat itu, kau bilang. Dia mengenalku lebih dari siapapun. Dia bahkan tahu jika aku sangat-sangat mencintai Sora. Tapi apa yang dia lakukan, dia bahkan menghianatiku tepat di hari ulang tahunku. Itu yang dinamakan tidak jahat, jangan bercanda Saera”, Jongdae menekan setiap kata yang di ucapkannya. Dia merasa masih sakit mengingat kejadian sepuluh tahun yang lalu.

Saera masih terdiam. Dia juga masih merasa sakit dengan kejadian sepuluh tahun lalu. Dia masih mengatur nafasnya.

“Kenapa kau diam. Apa itu yang dinamakan tidak jahat? Ayo jawab Saera, jangan diam saja”, Jongdae berkata sambil mengoyang-goyangkan tubuh Saera.

Saera melepaskan tangan Jongdae. “Dia memang melakukannya saat itu, tapi dia terpaksa. Itu bukan keinginannya”.

“Apa maksudmu Saera?”.

“Itu bukan keinginan Baekhyun, itu adalah keinginan Sora. Dia hanya membantu Sora. Sebenarnya dia menolak saat itu, tapi dia benar-benar tidak tega melihat Sora. Karena itu dengan terpaksa dia melakukannya. Aku juga berfikir hal yang sama saat itu. Aku bahkan sempat bertengkar dengannya. Tapi setelah Sora meninggalkan kami semua, aku baru tahu kebenarannya”.

“Meninggalkan kalian semua, apa maksudnya?”.

“Sora sudah tidak ada lagi di dunia ini, Jongdae”.

Mwo? Malgo andwe? Kau jangan bercanda Saera”. Jongdae seperti di sambar petir mendengar perkataan Saera. Gadis yang sangat dicintainya telah meninggalkannya. Meskipun dulu dia menghianatinya, tapi tetap saja tidak bisa dipungkiri bahwa dia masih mencintainya. Tubuhnya hampir saja jatuh ke lantai kalau Saera tidak menangkapnya.

“Tenanglah Jongdae”, Saera membantu Jongdae duduk di ranjang kamar tersebut.

“Kau harus menceritakan semuanya padaku Saera”.

Saera ikut duduk di samping Jongdae. Dia menghela nafas panjang sebelum menceritakannya. “Setelah pemakaman Sora, aku memeriksa kamarnya. Aku mencari sesuatu yang bisa menjelaskan mengapa dia bunuh diri. Aku menemukan buku hariannya. Dia menulis semua kejadiannya. Saat pulang sekolah dia bertemu dengan ibumu. Ibumu ingin agar dia menjauhimu, jika tidak dia mengancam akan menyakiti keluarga kami. Sora sempat bingung, dia sangat mencintaimu tapi disisi lain dia juga tidak ingin keluarganya tersakiti. Dia tahu betul seperti apa keluargamu, karena itu dia memutuskan untuk membuatmu membencinya. Dia tidak bisa melakukannya sendiri, karena itu dia meminta bantuan Baekhyun. Dan tepat disaat ulang tahunmu dia menjalankan rencananya. Semua berjalan sesuai yang direncanakannya, membuatmu menjauhinya. Tapi…..”, Saera menghela nafas sebelum melanjutkan kata-katanya. Dia berdiri dan berjalan mendekati jendela. Jongdae hanya bisa menatap kemanapun Saera melangkah.

“Tapi apa? Kenapa kau berhenti”, Jongdae berkata setelah melihat Saera yang cukup lama terdiam menghadap jendela ruang itu. Saera berbalik menghadap Jongdae yang masih duduk di ranjang. Dia memejamkan mata dan membuang nafas panjangnya lalu melanjutkan perkataannya, “Dia tidak bisa memungkiri hatinya karena terlalu mencintaimu, Jongdae. Karena itu, dia memutuskan mengakhiri hidupnya karena tak kuat menanggung semuanya”.

“Lalu apa hubungannya dengan pekerjaanmu sekarang?”.

“Setelah kematian Sora, appa merasa sangat terpukul. Dia yang dulunya tak suka mabuk menjadi seorang pemabuk, bahkan dia juga menjadi seorang penjudi. Dia kemudian di pecat dari pekerjaannya karena dia menjadi seenaknya sendiri”, Saera mengambil nafas sejenak, “Appa menjadi orang yang tak ku kenal sama sekali. Menjadi orang yang benar-benar berbeda. Dia menjadi kasar, mudah marah, bahkan suka membentak jika ada sesuatu yang tak disukainya. Hingga suatu ketika datanglah Kim Dongman menagih hutangnya. Kami sudah tak mempunyai apa-apa lagi, karena appa memang menjual barang-barang kami untuk berjudi. Lalu dia menjualku sebagai jaminan atas hutang-hutangnya. Dan mulai saat itulah aku bekerja seperti itu”.

Tak terasa air mata Saera meleleh setelah menceritakan itu semua. Dia kemudian membalikkan tubuhnya lagi menghadap jendela untuk menyembunyikannya dari Jongdae. Namun sayang, Jongdae telah melihatnya sesaat sebelum dia membalikkan tubuhnya. Saera menangis dalam diam.

Jongdae bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Saera. Menenangkan sahabatnya dengan menepuk-nepuk punggungnya. “Mianhae Saera-ya”, hanya itu yang bisa Jongdae ucapkan. Dia merasa benar-benar bersalah atas semua kejadian yang menimpa sahabatnya.

Saera menghapus air matanya. “Gwenchana, semuanya sudah terjadi. Mungkin ini memang jalan yang Tuhan pilihkan untukku. Awalnya aku juga menyalahkanmu, tapi setelah kupikir-pikir semuanya percuma. Itu hanya akan menambah luka, karena itu aku memutuskan untuk menerima semuanya. Dan aku belajar untuk tidak menyalahkan siapapun termasuk kau, Jongdae”.

“Terima kasih Saera. Terima kasih untuk semuanya, bisakah setelah ini kita tetap menjadi teman?”.

“Tentu saja. Aku selalu ingin kita tetap bersama seperti sewaktu SMA dulu. Aku kau dan juga Baekhyun. Ku harap kau mau memafkannya, dia benar-benar merasa menyesal. Mungkin dia memang tidak mengatakannya padaku, tapi aku tahu bagaimana penyesalannya selama 10 tahun ini. Dia merasa sangat kehilanganmu sebagai teman baiknya”.

“Aku juga merasakan hal yang sama. Aku tak pernah menemukan teman sebaik dan sepengertian dia. Aku ingin sekali bertemu dengannya dan memperbaiki semuanya. Ku harap belum terlambat”.

“Bagaimana kalau sekarang kita mengunjunginya”.

“Sekarang?”, tanya Jongdae memastikan.

Saera mengangguk sambil tersenyum. Senyum ketulusan untuk sahabatnya. Dan tak lama kemudian mereka memutuskan untuk mengunjungi Baekhyun.

***

“Kau sudah pulang sayang”, kata seorang ahjumma yang tengah melihat putra semata wayangnya memasuki rumah. Putranya hanya diam melihat kehadiran sang ibu. Tidak biasanya ibunya mengunjunginya di malam hari. “Kenapa dengan wajahmu? Apa ada maslah?”, tanya sang ibu lagi. Sang putra hanya menggeleng. “Kau sudah makan?”, tanya sang ibu. Putranya hanya menjawab dengan gelengan kepala.

“Mandilah dulu, eomma akan menyiapkan makanan untukmu”. Sang putra hanya mengangguk lalu pergi menuju kamarnya.

“Kenapa dengan Chanyeol, ahjumma?”, tanya sang ibu pada pelayan rumah milik putranya saat sampai di dapur.

“Aku juga kurang tahu nyonya. Tapi sudah beberapa hari ini tuan muda murung. Dia bahkan jarang memakan makanan yang saya siapkan”, kata sang pelayan.

Ibu Chanyeol mengangguk paham dengan pernyataan sang pelayan. Dia menyuruh pelayannya membantunya menyiapkan makanan untuk putra semata wayangnya. Tak butuh waktu lama, makan malam untuk sang putra telah siap di meja makan. Sang ibu tersenyum pusa melihat hasil kerjanya bersama pelayannya. Dia kemudian duduk di salah satu bangku di ruang makan tersebut, menunggu sang putra datang.

Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki dari arah lain. Sang ibu menoleh ke sumber suara. Dilihatnya putranya berjalan ke arahnya. Dengan memakai kaos putih berlengan pendek dan jeans selutut, juga wajah yang telihat segar dari sebelumnya. Dia tersenyum melihat putranya duduk di sebelahnya.

Mereka berdua menyantap makan malam dalam keadaan diam. Namun chanyeol tak benar-benar menikmati makanannya. Dia hanya memaikan makanannya dengan sumpit, dan hanya sesekali dia menyuapkannya ke mulutnya. Sang ibu yang melihat kelakuan putranya mencoba mencari tahu apa yang tengah menimpa putra semata wayangnya. “Kau kenapa sayang? Apa ada hal buruk yang terjadi?”, tanya sang ibu.

Chanyeol menghela nafas panjang sebelum berkata, “Gadis yang bunuh diri itu ternyata adalah dia, eomma. Aku benar-benar menyesal telah meninggalkannya dulu”.

“Kau yakin sayang? Darimana kau tahu, apa kau sudah bertemu dengan istri jaksa itu?”.

“Ibunya koma karena kecelakaan itu. Temannya yang memberitahukan hal itu, dia memberikan kalung yang dulu aku berikan padanya”.

“Teman? Apa dia benar-benar tahu? Bisa saja dia membohongimu”.

“Itu tidak mungkin eomma. Dia sudah berteman dengannya sejak berumur 8 tahun. Kau ingatkan kalau aku meninggalkannya saat berusia 7 tahun”.

Aigoo, pantas saja putra eomma terlihat sangat kacau”.

***

Ting Tong, suara bel rumahnya membuyarkan lamunan Baekhyun. Baekhyun yang tengah melamun ketika menonton TV, segera bangkit dan meuju pintu rumahnya. Dilihatnya Saera tengah berdiri di depan pintu rumahnya. ‘Kenapa malam-malam begini dia kesini, apa dia tidak bekerja?’, pikir Baekhyun. Karena penasaran dia segera membuka pintu untuk sahabanya.

Dia melihat sahabatnya tengah tersenyum saat dia membuka pintu untuknya. “Selamat malam Bekhyun-ah. Apa aku mengganggu?”, tanya Saera.

“Tidak. Kenapa malam-malam kau kemari, apa kau tidak bekerja?”, tanyanya. Saera menggeleng. “Apa itu?”, tanya Baekhyun saat tahu jika Saera meneteng barang di tangan kanan dan kirinya.

“Ini ayam dan ini Soju”, kata Saera sambil mengangkat barangnya dan menjelaskan satu persatu barang bawannya.

“Sebanyak itu? Kita berdua tidak mungkin menghabisakannya Saera-ya”.

“Siapa bilang kita hanya berdua? Ada yang ingin bertemu denganmu?”, Saera lalu memanggil seseorang yang tengah sembunyi. Orang itu berjalan mendekati mereka berdua.

“Lama tidak bertemu Byun Baekhyun”, kata Jongdae. Baekhyun masih terdiam. Dia masih ragu antara percaya atau tidak, sahabat yang selalu ingin ditemuinya berdiri di depannya. Cukup lama dia terdiam hingga membuat teman gadisnya sedikit  kesal.

“Apa kau tidak akan mempersilahkan kami masuk”, suara Saera membuyarkan lamunannya.

“Ah, ne. Masuklah?”, kata Baekhyun yang sudah tersadar dari lamunannya. Saera dan Jongdae mengikuti langkah Baekhyun. Mereka menuju ruang tengah, disana TV yang tadi ditonton Baekhyun masih menyala. Baekhyun mempersilahkan mereka duduk. Saera meletakkan barang bawaannya di meja ruang itu, Baekhyun dan Jongdae duduk di sofa ruang itu.

“Aku akan mengambil gelas, kalian mengobrollah”, kata Saera dan segera berlalu menuju dapur. Suasana canggung masih menyelimuti mereka berdua. Tak ada yang mau memulai percakapan, baik Baekhyun maupun Jongdae mereka hanya saling menatap seakan menyuruh salah satu dari mereka untuk memulai.

“Kenapa kalian hanya diam”, kata Saera yang telah kembali dari dapur dengan gelas di tangannya. Saera segera manaruh gelasnya di meja. Dia juga membuka barang yang tadi di bawanya dan menatanya di meja. Jongdae dan Baekhyun masih terdiam. Saera tak tahan melihatnya, “Ayolah, kalian jangan seperti anak kecil. Mungkin kalian butuh waktu berdua. Baiklah, aku akan ke kamar mandi sebentar. Ku harap saat aku kembali kalian sudah baikan”. Saera kembali berlalu meninggalkan mereka berdua.

Mianhae Kim Jongdae. Maaf karena dulu aku sudah membuatmu salah paham”, Baekhyun memulai pembicaraan.

“Tidak, justru aku yang minta maaf karena telah salah paham denganmu. Saera sudah menceritakan semuanya padaku. Maafkan aku Baekhyun”, Jongdae berkata dengan tulus. Dia memang benar-benar menyesal telah salah sangka dengan sahabatnya.

Baekhyun tersenyum, “Ku harap setelah ini kita masih berteman”.

“Tentu, kau adalah sahabat terbaikku. Terima kasih Baekhyun-ah”. Mereka berdua tertawa bersama. Sebenarnya mereka ingin saling memeluk, namun mereka rasa itu terlalu kekanak-kanakan. Saera yang melihat hal itu dari jauh, diapun ikut tersenyum. Dia segera menghampiri kedua sahabatnya.

“Aku lega akhirnya kalian berbaikan”, kata Saera. Dia segera duduk diantara mereka berdua. “Saatnya berpesta”, Saera segera membuka tutup botol soju menuangnya dalam gelas dan memberikannya pada dua sahabatnya. Dia juga berniat meminum untuk dirinya sendiri, namun perkataan Baekhyun menghentikan niatnya. “Ingat Saera-ya, hanya tiga gelas tidak lebih. Aku tidak bertanggung jawab jika sesuatu terjadi padamu”.

Ne, arrseo dokter Byun. Aku tidak akan meminumnya, aku akan makan ayam saja”, kata Saera dengan nada kesal. Dia segera melahap ayam goreng yang ada di depannya.

“Kenapa dia tidak boleh minum soju?”, tanya Jongdae penasaran.

“Dia alergi alkohol. Dia akan sakit jika meminum banyak alkohol”, kata Baekhyun menjelakan. Dia segera meminum soju yang tadi di tuang Saera.

“Astaga, dia juga punya alergi lain. Ku kira hanya alergi kepiting”, kata Jongdae. Dia juga meminum soju yang di tuangkan Saera.

“Kau benar-benar tidak bekerja malam ini? Kau akan membuat Kim Dongman marah”, Baekhyun kemudian mengambil ayam.

“Ah, aku lupa memberitahumu. Kau pasti akan terkejut mendengarnya. Dia telah memecatku”, Saera kemudian melanjutkan aktivitasnya memakan ayam goreng.

Raut wajah Baekhyun berubah menjadi terkejut. “Jinjja, kau tidak sedang bercandakan Saera?”.

“Apa aku terlihat sedang bercanda?”, kata Saera sambil terus memakan ayamnya.

“Bagaimana bisa pria itu melepasmu begitu saja?”, kata Baekhyun penasaran. Dia memang cukup penasaran bagaimana Kim Dongman dengan mudah melepaskan Saera. Dulu sewaktu dia ingin melunasi hutang Saera, pria itu menolak dengan tegas.

“Aku juga tidak tahu. Dia bilang ada yang melunasi hutangku”, Saera berhenti memakan ayamnya. Raut wajahnya berubah serius, “Dia juga bilang jika aku mengenal orang yang melunasi hutang appa, karena dia salah satu pelangganku. Sialnya, pria tua itu tidak mau memberitahukanku siapa nama orang itu”, jelas Saera panjang lebar.

“Kau tidak punya bayangan siapa orang itu?”, tanya Jongdae.

Saera menggeleng. “Aku tidak pernah menceritakan hal itu pada pelangganku. Kecuali,……”, Saera tidak melanjutkan kata-katanya. Terbesit satu orang difikirannya, namun dia segera menepisnya karena memang itu tidak mungkin. Saera hanya bilang kalau dia dijual oleh ayahnya, tapi dia tidak memberitahukan alasannya.

“Kecuali apa?”, tanya Baekhyun penasaran karena Saera tidak melanjutkan kata-katanya.

“Ah, bukan apa-apa. Ku rasa bukan dia. Namja itu sangatlah dingin”, kata Saera.

“Park Chanyeol maksudmu?”, Jongdae lalu menuang soju pada gelasnya dan meminum kembali. Dia tidak menyadari perubahan raut wajah Saera yang terkejut, karena tebakan Jongdae benar.

“Kenapa kau bisa mengira jika namja yang ku maksud dia?”, Saera menatap Jongdae dengan serius.

“Tidak ada manusia sedingin Chanyeol”, jawab Jongdae enteng. Dia tetap melanjutkan minumnya. “Dia juga menanyakan tentangmu beberapa waktu lalu padaku. Ku lihat dia begitu penasaran, karena itu aku menyuruhnya bertanya pada Baekhyun. Apa dia datang menemuimu Baekhyun-ah?”.

“Ya, dia memang menemuiku. Tapi dia hanya bertanya dimana Han ahjumma dirawat”, jawab Baekhyun. Dia tidak memberitahu kedua temannya perihal kalung Saera.

“Kenapa dia begitu penasaran denganku. Sebenarnya apa yang ingin dia cari? Apa kalian tahu sesuatu?”, tanya Saera.

“Kau mengingatkannya pada teman masa kecilnya. Dia hanya ingin memastikan apa itu kau atau bukan, itu yang dia bilang padaku”, kata Jongdae.

“Tapi tidak mungkinkan hanya karena itu dia melunasi hutangku. Aku bahkan tidak bilang jika aku dijual karena hutang”, kata Saera.

“Mungkin saja iya, mungkin juga tidak. Dia susah ditebak”, kata Jongdae.

“Kau jangan membuatku semakin bingung Jongdae. Tapi, jika hanya melunasi hutang appaku tidak mungkin Kim ahjussi melepaskanku begitu saja”, kata Saera yang cukup bingung dengan masalahnya.

“Iya, kau memang benar Saera-ya”, kata Baekhyun.

“Maksud kalian?”, tanya Jongdae tidak paham dengan arah pembicaraan Saera dan Baekhyun.

“Dulu aku pernah ingin melunasi hutang Han ahjussi. Tapi Kim Dongman menolak dengan tegas keinginanku. Dia bilang jika Saera adalah tambang emas untuknya, karena itu dia tidak akan mudah melepas Saera”, kata Baekhyun menjelaskan.

“Ya, pria itu memang tekenal sebagai lintah darat”, kata Jongdae.

“Sudahlah! Itu hanya akan membuatku semakin pusing. Semoga Tuhan membalas kebaikan orang yang yang sudah membebaskanku. Sekarang kita lanjutkan pestanya, O.K.”, ajak Saera.

“Iya, baiklah. Terserah padamu nona Han”, kata Bekhyun.

Mereka kembali menikmati cemilan dan soju yang ada di depannya. Saera lebih memilih minum cola yang sengaja dia beli saat membeli soju.

***

“Bagaimana kalau setelah ini kita mengunjungi Sora”, ajak Saera pada Baekhyun dan Jongdae. Mereka yang kini tengah menikmati sarapan berfikir sejenak. Menimang-nimang usul sahabatnya itu. “Ayolah, lagipula ini hari minggukan. Kalian pasti tidak sibuk”, kata Saera lagi sebelum kedua makhluk yang ada di depannya menjawabnya.

“Iya, baiklah! Aku akan ikut. Bagaimana denganmu Jongdae?”, kata Baekhyun.

“Ok. Tidak masalah”, jawab Jongdae.

“Kalau begitu, cepat habiskan makanan kalian. Jangan sampai disisakan, tidak baik membuang-buang makanan”, Saera berbicara seperti seorang ibu yang menasehati anak-anaknya.

———

“Saera cepat. Kau yang mengajak, mengapa kau yang terlambat?”, keluh Baekhyun dari dalam mobil.

“Iya, sebentar”, teriak Saera dari dalam rumah. Terlihat Saera tengah terburu-buru memakai heelsnya dan segera saja menyusul Baekhyun dan Jongdae yang sudah ada di dalam mobil.

Setelah Saera masuk mobil, Baekhyun segera mengemudikan mobilnya menutu tempat yang direncanakannya tadi. Sepanjang perjalanan mereka saling diam. Baekhyun memilih berkonsentrasi menyetir. Jongdae yang duduk di samping Bakhyun sibuk memperhatikan jalan yang mereka lewati. Sedang Saera yang duduk di kursi belakang sibuk dengan ponselnya.

Ponsel Saera berdering tanda ada panggilan masuk. Dia tidak segera mengangkatnya, karena nomor yang menelfonnya tidak ia kenal. Hal itu membuat Baekhyun sedikit kesal, “Kenapa tidak diangkat, bukankah ada panggilan masuk di ponselmu”.

“Nomornya asing, haruskah aku mengangkatnya?”, kata Saera.

“Siapa tahu itu penting, lagipula kau itu seorang psikiater, bukankah wajar jika ada nomor asing yang menghubungimu”, kata Baekhyun lagi.

Saera mengangkat panggilan itu meski dengan setengah hati. “Yeobseyo”. Hening, dari seberang sana. Berkali-kali Saera mengatakan halo pada si penelfon, namun penelfon tak kunjung bersuara. Dia malah mematikan sambungan telfonnya, yang otomatis membuat Saera kesal. “Hanya telfon iseng”, Saera membuang nafas dengan kesal.

Tak lama kemudian mereka telah sampai di depan pemakaman tempat abu Sora disimpan. Setelah Baekhyun memarkirkan mobilnya, mereka segera turun. Suasana pemakaman tersebut cukup ramai, karena memang hari itu adalah hari minggu. Mereka segera memasuki tempat tersebut dan menuju makam Sora.

Dalam perjalanannya, Saera mendapat telfon dari nomor asing yang tadi menelfonnya. Saera mengangkat panggilan tersebut, namun lagi-lagi si penelfon hanya diam. Berkali-kali Saera berkata halo dan menanyakan siapa sebenarnya si penelfon itu, namun sambungan telefonnya malah dimatikan. Saera di buat kesal lagi oleh panggilan tersebut.

Mereka akhirnya sampai di depan tempat abu Sora. Mereka bertiga berdo’a dalam diam di depan abu Sora. Setelah selesai Saera menyapa saudaranya, “Sora-ya, aku datang kembali. Sekarang aku tidak sendiri, aku bersama Baekhyun dan juga Jongdae. Aku senang mereka sudah meluruskan kesalahpahaman yang selama ini terjadi. Ku harap kau juga senang disana, melihat mereka berbaikan”.

Setelah Saera berkata seperti itu, giliran Baekhyun yang menyapa Sora, “Saera benar Sora, kami sudah meluruskan kesalahpahaman kami. Kami bertambah bahagia sekarang, akan lebih bahagia lagi jika kau ada di samping kami”, Baekhyun membuang nafasnya sejenak, “Semoga kau juga bahagia disana”, lanjut Baekhyun.

“Sora-ya, bagaimana kabarmu? Semoga kau baik-baik saja di sana. Maaf karena aku langsung pergi saat itu, dan maaf karena aku langsung percaya dengan apa yang aku lihat tanpa ingin tahu apa yang sebenarnya telah terjadi”, Jongdae menghela nafas sejenak, “Terima kasih telah hadir dalam hidupku. Terima kasih telah mewarnai hidupku. Dan terima kasih telah mencintaiku. Aku tidak akan pernah melupakanmu. Semoga kau bahagia disana”.

Mereka kembali terdiam, tenggelam dalam fikiran masing-masing. Setelah cukup lama terdiam, mereka akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat itu. mereka terlihat bergitu gembira telah menjenguk salah satu sahabat mereka. Mereka bahkan bercanda sepanjang perjalanan menuju mobil. Mereka berniat mampir ke rumah makan yang sering mereka kunjungi sewaktu SMA dulu.

Namun tiba-tiba ponsel Saera kembali berdering. Dari nomor tak dikenal yang tadi menghubunginya. Saera berhenti sejenak, menatap layar ponselnya. Bingung antara menjawab atau tidak. Dia membuang nafasnya sejenak lalu mengangkatnya. “Yeobseyo?”, kata Saera. Sama seperti sebelumnya, panggilan itu tersambung namun dari seberang sana tidak ada yang berkata sesuatu. “Sebenarnya ada apa anda menghubungi saya? Apa ada sesuatu yang penting? Mengapa anda diam saja?”, kata Saera sedikit kesal. Namun orang tersebut tetap saja tidak berbicara. “Baiklah jika memang anda tidak ingin berbicara, ini terakhir kalinya aku mengangkat panggilan anda”. Tetap saja orang itu diam. Saera kemudian memutus sambungan telfonnya karena kesal.

Sementara Baekhyun dan Jongdae sudah sampai di tempat parkir mobil, sedang Saera masih jauh di belakang. “Kemana Saera?”, tanya Baekhyun. “Iya, kemana dia”, Jongdae balik bertanya. Dari kejauthan Jongdae melihat sahabatnya bersama ibunya, mereka berjalan ke arahnya. Setelah cukup dekat Jongdae menyapanya.

Annyeong haseyo, Park ahjumma!”, kata Jongdae sambil membungkukkan badannya. Sontak hal itu membuat Baekhyun menoleh pada orang yang di sapa sahabatnya. Dia tahu siapa yang disapa sahabatnya itu. Diapun ikut memberi salam hormat pada orang yang dipanggil Park ahjumma oleh Jongdae.

“Jongdae?”, tanya ahjumma tersebut memastikan.

Ne, ahjumma”, kata Jongdae sambil tersenyum.

“Wah, tidak disangka kita bertemu disini. Kau sedang mengunjungi siapa?”, tanya ahjumma itu kembali.

“Kami mengunjungi teman SMA kami, ahjumma sendiri sedang mengunjungi siapa?”.

“Aku mengunjungi kakakku”.

“Ow, begitu. Kami sudah mau pergi, bagaimana dengan ahjumma?”.

“Kami juga sudah mau pergi, benarkan sayang?”, kata ahjumma itu sambil menoleh ke arah putranya. Putranya hanya mengangguk. Dia tahu jika putranya dalam suasana hati yang buruk. “Kalian tidak mau mampir ke rumah kami”, kata ahjumma itu lagi.

“Tidak untuk hari ini ahjumma. Aku dan sahabatku berencana berjalan-jalan, sudah 10 tahun kami tidak jalan bersama”.

“Ow. Kalau begitu ajaklah Chanyeol. Dia terlihat murung akhir-akhir ini”.

Eomma”, kata sang putra.

“Kenapa? Itu benarkan? Kau juga tidak keberatankan Jongdae?”.

“Tentu saja tidak ahjumma”.

“Tu kan, mereka saja tidak keberatan. Ayolah sayang, hidup cuma sekali jadi nikmatilah”.

“Iya, baiklah. Setelah aku mengantarmu pulang, eomma”.

“Tidak perlu sayang. Aku akan membawa mobilmu sendiri. Kau ikut saja mereka. Tidak apa-apa kan Jongdae?”.

Ne. Kau bisa ikut mobil kami, Chanyeol”.

“Kalau begitu ahjumma pamit dulu. Bersenang-senanglah sayang”. Ahjumma itu menuju mobilnya setelah putranya menyerahkan kunci mobilnya padanya.

“Hati-hati ahjumma”, kata Jongdae dan Baekhyun secara bersama.

Ahjumma itu tersenyum. Dia segera menyalakan mobilnya dan meninggalkan mereka.

“Kemana Saera?”, tanya Jongdae.

“Itu dia?”, kata Baekhyun setelah melihat Saera berjalan ke arah mereka. “Yak, darimana saja kau?”, tanya Baekhyun setelah Saera berada diantara mereka.

“Mengangkat telfon”, jawab Saera. “Mana kuncinya? Biar aku yang menyetir”, lanjut Saera. Baekhyun segera memberikan kunci mobilnya. “Kita akan kemana dulu?”, tanya Saera lagi.

“Terserah kau saja nona Han. Kau akan bawa kami kemanapun, kami akan ikut”, jawab Jongdae.

“Baiklah! Jangan menyesal karena sudah menjatuhkan pilihanmu padaku”, kata Saera.

Setelah memastikan semuanya masuk mobil, Saera segera melajukan mobilnya menuju tempat yang tak akan pernah disangka oleh teman-temannya. Saera bahkan tidak sadar jika bertambah satu orang dalam mobil yang kini di kemudikannya.

*** TBC ***

 

Annyeong semuanya, saya kembali lagi. Semoga ini tidak terlalu lama. Terima kasih banyak buat yang sudah setia nunggu ff ini. Dan terima kasih juga buat yang sudah memberikan komentarnya. Semoga semakin suka dengan ff ini. Maaf jika kurang dapet feelnya, maklum masih belajar. Selamat membaca.

Salam hangat: DWI LESTARI

3 pemikiran pada “Promise (약속) – Chapter 8

Tinggalkan komentar