All Flowers in China (Chapter 3)

All Flowers In China (part 3)

 All Flowers In China

 

Author : Carla蓝梅花 (@iCarla3008)

 

Rate : PG

 

Length : Chaptered

 

Genre : Romance, Angst, Sad, Sad Romance.

 

Cast: EXO-M Chen / Kim Jong Dae

 

Kimberley Chen / Chen Fang Yu (can imagine as yourself)

 

Other cast : EXO members and many more

 

 

Chapter 3 released. Happy reading^^~

 

 

~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~

 

“My Love will always protect you and never let you go”

 

Seorang namja tengah mengayuh sepeda berwarna hijaunya menyusuri jalan di daerah Gangnam. Angin berhembus menerpa wajah tampan namja tersebut. Namja tersebut berhenti disebuah toko kue dan memarkirkan sepedanya di samping toko tersebut.

 

Terlihat namja tersebut melihat-lihat kue yang terpampang di etalase toko tersebut. “Permisi, ada yang bisa saya bantu, tuan?” tanya seorang pelayan dengan papan nama ‘Yoon Jihae’ di dada nya.

 

“Bisa kau ambilkan aku chicken pie, chocolate chip cake, dan fruit pudding?” ujar namja itu sembari menunjuk kue-kue yang disebutkan tadi.

 

“Baiklah, semuanya jadi 10.000 Won,” pelayan tersebut menghitung belanjaan namja itu di kasir dan menyerahkan belanjaan tersebut. Namja itu memberikan uang sebesar 10.000 Won dan beranjak pergi dari toko tersebut.

 

Ia mengayuh lagi sepedanya, dan berhenti di depan penjual bunga. “Ahjumma, 1 bucket bunga Lily?” teriak namja itu kepada ahjumma penjual bunga. “Wah, kebetulan sekali bunganya masih segar. Ini, bunga Lily segar di pagi hari jadi 2000 Won,” ujar ahjumma tersebut menyerahkan 1 bucket bunga.

 

“Gamsahamnida, ahjumma,” jawab namja tersebut sambil tersenyum dan meninggalkan tempat itu. Namja berkulit putih tersebut mengayuh sepedanya dengan tenang, menghiraukan tatapan terpesona para yeoja-yeoja yang berjalan searah dengannya.

 

Namja itu memarkirkan sepedanya di tempat parkir rumah sakit. Rumah sakit? Apakah dia sakit? Atau ada kerabatnya yang sakit? Terlihat namja itu melangkah kedalam rumah sakit, berjalan menyusuri koridor-koridor dengan menggenggam bungkusan kue dan bunga yang dibelinya tadi.

 

Kamar nomor 722. Namja itu membuka pintu kamar rumah sakit itu dan beranjak masuk kedalam. Ruangan serba putih dan bau obat-obatan yang menusuk hidung menghiasi ruangan tersebut. Terbaringlah seorang yeoja di ranjang ruangan itu. Wajah dan bibirnya pucat pasi, tapi hal tersebut tak dapat menghalangi kecantikan dirinya.

 

Namja tersebut duduk disamping ranjang dan menggenggam tangan dingin yeoja itu. “Lily, bogoshippeo. Oppa bawakan kue dan bunga untukmu. Cepatlah sadar ne? Sampai kapan lagi aku harus membiarkan bunga-bunga yang kubeli layu dan makanan kesukaanmu basi, hm? Jika kau sadar nanti, Oppa akan mengajakmu ke Namsan Tower dan Lotte World, eotte?” ia mengusap lembut pergelangan tangan Lily.

 

“Lily, mengapa selama ini kau tidak memberitahukan kalau kau mempunyai penyakit separah ini? Apa kau tahu seberapa sedihnya aku mengetahui penyakitmu ini?” Tampak ekspresi sedih dan khawatir dari wajah namja itu. Tak berapa lama, air mata menetes dari kedua mata indahnya, terus menatap wajah putri tidurnya, Lily.

 

“Permisi, waktunya kami memeriksa nona Lily,” seorang suster dan dokter datang, menghancurkan acara menatap yang dilakukan Chen. Ia segera menghapus air matanya dan mempersilahkan suster dan dokter tersebut memeriksa keadaan Lily. Namja itu duduk di sofa yang tak jauh dari ranjang Lily, memijat pelipisnya pelan.

 

~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~

 

Chen POV

 

“Permisi, waktunya kami memeriksa nona Lily,” seorang dokter dan suster masuk ke ruangan ini, menghancurkan lamunanku. Cepat-cepat kuhapus air mataku, tidak mau ketahuan menangis oleh dokter dan suster ini, mau kuletakkan dimana wajahku ini.

 

“Ah ye, silahkan,” kubiarkan mereka memeriksa keadaan Lily yang entah semakin memburuk atau membaik. Kupijat pelipisku, mencoba menghilangkan beban pikiran yang tidak kunjung hilang sejak tadi. Bukan, bukan sejak tadi, semenjak Lily kutemukan pingsan di halte bus dekat café 2 hari yang lalu.

 

Ternyata, aku baru mengetahui penyakit yang dialaminya selama ini. Setelah dijelaskan panjang lebar oleh dokter yang memunggungiku sekarang. Leukimia dan asma akut. Sungguh, kenapa malang sekali dirinya ini. Pertama, ditinggal oleh kedua orang tuanya secara tragis. Kedua, penyakit yang ditimpanya begitu parah, hingga dianjurkan di opname dan transfusi darah di China, bukankah itu bisa disebut parah?

 

Dapat kupastikan dia sangat shock karena mendengar dia hanyalah bahan taruhan konyolku dan teman-teman jelmaanku itu. Tapi sungguh, aku tak bermaksud seperti itu. Aku tulus mencintainya, dan aku membawanya ke café itu karena aku ingin memperkenalkan Lily kepada mereka sebagai yeojachingu-ku, bukan menjadikannya bahan taruhan.

 

Aku bersumpah aku bisa disambar petir sekarang juga kalau aku berbohong. Setelah mengetahui seperti ini keadaan Lily sebenarnya, aku paham kalau senyuman manisnya setiap hari itu hanyalah bentuk sebuah penutup kesedihan di dalam dirinya. Dan dapat kupahami pula bahwa dirinya sangat-sangat terluka.

 

Tapi, mengapa waktu pertama kali kutemui dirinya pagi itu saat berjualan di taman dekat apartemenku, senyumannya begitu tulus dan bahagia, seolah tak terjadi apa-apa di dalam hidupnya? Oh baiklah, dia memang pandai menyimpan kesedihannya. Bahkan, dia tak mau memberitahukan kepadaku penyakit apa yang menimpanya sekarang ini. Apakah dia takut aku khawatir?

 

“Tuan Kim, boleh kita bicara sebentar?” tiba-tiba dokter Lee mengagetkanku, sontak aku berdiri dan meninggalkan ruang rawat Lily. Kulirik sebentar tubuhnya dan menghela nafas berat, lalu membuntuti dokter Lee.

 

~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~

 

Author POV

 

 

“Kusarankan dia cepat-cepat transfusi darah di China. Aku akan bantu anda mencari dokter dan rumah sakit mana yang cocok untuk penyakitnya,” ujar dokter Lee kepada Chen setelah baru saja kembali dari ruangan Lily

 

“Apa sudah separah itu sampai harus ke China? Apa keadaannya semakin memburuk?” tanya Chen khawatir, pikirannya sangat kalut dan dapat dipastikan kepalanya bisa pecah sesaat lagi

 

“Eum, menurut pemeriksaan kami para dokter, penyakit leukemia yang diderita Lily cukup parah, dan alat-alat serta keterampilan kami di rumah sakit ini kurang canggih. Belum lagi, Lily menderita asma yang bisa dibilang akut. Maka saya sarankan, Lily dibawa ke China untuk transfusi darah dan penyembuhannya,” jelas dokter Lee panjang lebar

 

Terdengar helaan nafas panjang terhembus lemah dari mulut Chen. Praise the Lord, mengapa begitu rumit, batin Chen. Dipikiran Chen saat ini adalah kesembuhan Lily, dan dia ingin meminta maaf kepada Lily. Apapun akan ia lakukan untuk Lily, bahkan membayar semua pengobatannya. Toh, Chen mencintai Lily dengan tulus, bukan karena taruhan.

 

“Jika itu jalan terbaik yang anda sarankan, saya setuju,” ujar Chen mengangguk mantap

 

“Baiklah, kalau begitu kau dan Lily bisa berangkat ke China setelah Lily sadar,” jawab dokter Lee dan Chen kembali mengangguk menyetujui.

 

~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~

 

2 days later…

 

“Eh, nan eodiya?” erang seorang yeoja yang masih terkapar di ranjang yang terdapat di ruangan serba putih itu. Tangannya tertusuk infus dan hidungnya tertancap selang oksigen, wajahnya pucat pasi dan bibirnya memutih.

 

Tiba-tiba masuklah seorang namja berpakaian santai namun tetap terlihat rapi, membawa bungkusan plastik transparan besar yang dapat di tebak isinya adalah buah-buahan. Kedua matanya menatap yeoja itu dan segera berlari kearah ranjang yeoja itu.

 

“Lily, kau sudah sadar?” namja itu mengusap kening Lily, ekspresinya kecewa namun ada rasa sedikit gembira karena yeoja lemah di hadapannya ini telah sadar

 

“Chen..Oppa? Nan eodiya??” tanya Lily dengan suara pelan, hampir terdengar seperti hembusan nafas

 

“Kau di rumah sakit, Lily. Kau ingat? Aku menemukanmu pingsan di halte bus dekat café itu 5 hari yang lalu. Kau ingat?” jelas Chen khawatir

 

“Oh.. Oppa membawaku kesini?” mata Lily terbuka lebih lebar namun suaranya masih terdengar pelan

 

“Ne, Lily, mianhae, aku tak bermaksud membuatmu menjadi bahan taruhan. Oppa menyayangimu dengan tulus, jeongmalyo. Kalau aku berbohong, aku bersumpah petir akan menyambarku sekarang juga. Jadi, maafkan Oppa ne?”

 

“Eum, jangan menyumpah seperti itu, aku memaafkan Oppa,” senyum manis itu terpancar lagi dari wajah pucat Lily. Lain lagi dengan Chen, wajahnya tampak sangat amat gembira –walau tak sepenuhnya- melihat senyuman Lily dan ia mengecup puncak kepala Lily dengan penuh sayang

 

“Lily, kenapa kau menyimpan semua ini?” tanya Chen tiba-tiba yang membuat Lily terkejut dan mengernyitkan kedua alisnya

 

“Maksud Oppa apa?”

 

“Kenapa kamu tidak memberitahu Oppa kalau kau punya penyakit separah itu?” DEG. Apa yang harus kujawab? Bagaimana dia bisa tahu? Apa dokter yang memberitahunya? Gawat, teriak Lily dalam hati

 

“Oh, itu, karena, aku tidak-“ Lily mengusap tengkuknya, mencari kata-kata untuk menjawab pertanyaan Chen

 

“Aku hanya tidak ingin Oppa khawatir dengan keadaanku. Dan aku tidak mau Oppa jadi menyita waktu hanya untuk meladeni penyakitku, dan aku-“

 

“Lily, dengar, aku menyayangimu, kau tau, aku tidak suka kau tidak terbuka dan tidak berbagi semua penderitaan yang kau alami. Sekarang sudah terlanjur, Oppa akan dan harus membawamu ke China,” jelas Chen yang memotong penjelasan Lily tadi

 

“Mwo? Ke China? U-untuk apa?”

 

“Dokter Lee menyarankanmu untuk transfusi darah dan semacamnya disana. Dokter-dokter disini tidak seterampil di China,” tutur Chen sembari mengusap tangan mungil Lily

 

“Sebegitu parahnya kah penyakitku, Oppa? Setelah ditinggal Appa Eomma dengan cara yang tragis, menderita 2 penyakit sekaligus, lalu apalagi?” ekspresinya datar, terdengar hembusan nafas penderitaan disana

 

“Lily, mungkin dibalik semua ini, ada sesuatu yang indah yang direncanakan oleh Tuhan. Tuhan tidak akan pernah membiarkan umat-Nya menderita terlalu dalam, Lily. Percaya pada Oppa?”

 

“Tapi kenapa aku yang harus menderita seperti ini? Apakah di kehidupan sebelumnya, aku adalah orang yang jahat? Apakah sebegitu banyakkah dosaku di kehidupan sebelumnya?” ia berkata tanpa jeda sedikitpun, nafasnya tersengal, air mata sudah berkumpul memenuhi kedua matanya sehingga pandangannya menjadi sedikit berkabut.

 

“Bisakah aku merasakan sedikit saja kebahagiaan yang orang lain rasakan? Penyakit yang kuderita sudah terlalu menyiksa dan belum lagi sakit hati yang masih kurasakan jika mengingat tentang appa dan eomma. Lebih baik aku menyusul Appa dan eomma,” Lily hendak mencabut selang infus yang tertancap di tangan kirinya, namun ditahan oleh Chen dan merengkuh tubuh yeoja lemah itu kedalam pelukan hangatnya.

 

Tangis seorang Kimberley pecah dan tak dapat ditahan lagi. Air matanya membasahi baju Chen, namun tak menjadi masalah bagi Chen yang terus mengusap punggung rapuhnya, menenangkan yeoja cantik yang selalu memabukkan baginya, yang setiap malam membuatnya setengah gila, yang selalu menyimpan rahasia hidupnya dengan senyuman manisnya, yeoja menarik yang dapat meluluhkan hati seorang Kim Jong Dae.

 

“Lily-ah, gokjonghajimayo, aku akan mewujudkan semua impian terbesarmu dan membuatmu sembuh seperti sebelumnya. I will do anything for you, nae sarang-a, Lily,”

 

~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~

 

Kimberley / Lily POV

 

5 days later…

 

Aku disini, kembali lagi ke kota kelahiranku, China. Wo hen xiang nian ni. Rasanya senang kembali kesini, bisa kuhitung 10 tahun mungkin? Entahlah. Tapi, ada yang beda. Aku kesini bukan untuk bermain-main atau liburan, tapi aku kesini untuk pengobatan penyakitku yang bisa dibilang parah. Chen Oppa mengantarku kesini, ia yang membayari semuanya. Walau aku bilang tidak perlu mengurusiku, tapi dia tetap keras kepala, dan karena dia bilang, dia mencintaiku.

 

Aku dan Chen Oppa menginap di rumah bibiku, bibi Wu. Dia satu-satunya sanak saudara yang paling baik terhadapku. Bukannya aku tidak mempunyai saudara lain, tapi hanya saja, mereka –seperti– tidak menganggapku saudara lagi. Malang bukan? Begitulah. Tapi untung saja bibi Wu mengizinkanku untuk membawa Chen Oppa menginap disana.

 

“Lily, kau merindukan kota ini?” Chen Oppa mengagetkanku yang sedang melamun, sontak aku menoleh kearahnya

 

“Eum, tentu. Walau sekarang aku kesini dengan alasan yang berbeda, tapi aku tetap tidak menyesalinya, aku tetap dan selalu merindukan kota kelahiranku ini,” aku mengangguk mantap, menyetujui penjelasanku

 

“Boleh kau mengajakku ketempat kesukaanmu sewaktu disini?”

 

“Wah, Oppa ingin kesana? Baiklah, kajja~”

 

~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~

 

“Oppa, kemarilah!” teriakku kepada Chen Oppa. Kalian tahu aku dimana? Aku ada di taman bunga kesukaanku sejak kecil. Hah, rasanya sudah lama sekali tidak kesini. Taman bunga ini menjadi lebih cantik dan bunga-bunga yang ada semakin banyak. Udaranya masih sejuk dan menenangkan

 

“Ne, aku kesana,”

 

“Oppa, lihat ini. Ini bunga lily merah, pink, kuning. Eh, tunggu, nah ini bunga lily ungu kesukaanku. Eotte? Yeppeuji?”

 

“Em, geurae, neomu yeppeo,” Chen Oppa mencubit pipiku pelan, omo, kurasa wajahku sudah mirip udang rebus sekarang. Segera kupalingkan wajahku dan berlari kecil menyusuri taman ini.

 

“Eh, dimana bunga anyelir nya? Yak! Eodiga?” kutolehkan kepalaku ke kiri dan ke kanan, sesekali kuputar badanku. Jinjja, dimana bunga anyelir favoritku? Seharusnya tertanam disini, di dekat bunga lavender

 

“Waeyo, Lily-ah?” Chen Oppa mengikuti arah pandangku, ia juga ikut berputar-putar sepertiku, sedangkan aku masih terus bingung dan bertanya-tanya dimana bunga anyelir itu sekarang

 

“Yak, Lily-ah, marhaebwa, apa yang kau cari, eoh?” teriak Chen Oppa

“Oh? M-mianhae, aku mencari pohon bunga anyelir kesukaanku, seharusnya tertanam disini, tapi sekarang tidak ada. Ah~ jinjja, dimana sebenarnya?” kataku frustasi

 

“Apa kau yakin tertanam disini?” tanya Chen Oppa, lalu aku mengangguk dan terus mencari

 

“Yah, ternyata taman bunga ini sudah tidak ada bunga anyelir, payah,” ucapku putus asa, setelah hampir 15 menit aku berputar-putar mengelilingi taman ini, tapi tak satupun kutemukan tanda-tanda bunga anyelir

 

“Gwaenchana, kau menyukai bunga anyelir juga?” Chen Oppa menghampiriku dan duduk disampingku, memberikan sekaleng bubble tea dan membukakannya untukku

 

“Eum, dan biasanya sehabis pulang sekolah aku kesini, sekedar untuk bermain-main dan melihat bunga-bunga kesayanganku. Tak jarang aku juga membersihkan bunga-bunga yang berserakan dan telah layu, walau tak ada yang menyuruhku untuk melakukannya. Kadang, aku juga merasa sedih untuk membuang bunga yang telah layu. Dulu, mereka terlihat cantik dan anggun, tapi karena terkena sinar matahari yang berlebihan juga tidak disiram, mereka menjadi layu dan tidak layak untuk dipandang lagi. Dan sekarang aku berpikir, dulu aku adalah yeoja periang dan cantik, orang-orang selalu tersenyum dibuatku. Namun sekarang, aku bukan lagi Lily yang dulu, sekarang aku pucat, lesu, menyusahkan, lemah dan aku-“

 

“Ssst, kau tetap cantik dan periang. Walau aku tak tahu kau dulu seperti apa, namun semua perkataanmu itu tidak benar. Kau tetap cantik dan selamanya cantik. Kau juga milikku, dan selamanya milikku,” Chen Oppa memotong ceritaku, meletakkan jari telunjuknya di depan bibirku, mengucapkan sederet kata-kata yang indah tanpa jeda sedikitpun dan mengecup keningku penuh sayang. Aku hanya terdiam mematung, lidahku kelu tak mampu mengucapkan satu patah katapun. Kebahagiaan ini, apakah ini mimpi?

 

~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~

 

“Oppa, aku lapar sekali,” pintaku manja pada Chen Oppa

“Eum, nado baegopayo. Cha, kau mau makan apa hm?” Chen Oppa mengacak poniku pelan, sontak aku mem-pout-kan bibirku, dan ia hanya mencubit pipiku gemas

 

“Aku tahu restoran yang enak disini. Dulu, Appa dan Eomma suka mengajakku ke restoran itu. Oppa mau?” jawabku girang

 

“Jeongmal? Baiklah, aku mau,” ia mengeluarkan eye-smile nya dan tersenyum gummy. Aku juga ikut tersenyum manis dan segera mengamit lengannya. Sungguh, aku ingin selalu merasakan kebahagiaan seperti ini. Setelah 2 tahun lamanya aku tidak bisa tersenyum karena kejadian mengerikan itu. Namun, semenjak ia datang dan mengatakan bahwa ia menyayangiku, lagi-lagi aku bisa tersenyum seperti sedia kala.

 

Aku dan Oppa berjalan menyusuri kota Taipei yang semakin sore semakin ramai. Sejuknya udara siang mulai berganti menjadi dingin yang belum terlalu menusuk tulang. Dapat kulihat langit sudah mulai gelap dan lampu-lampu taman mulai menyala dan siap membanjiri Taipei malam ini dengan sinar lampu yang berkelap-kelip indah.

 

“Jie jie! Zhe shi wo, Lily! Ni hai ji de wo ma? (eonni, ini aku Lily. Apakah kau masih mengingatku?)” sapaku ramah kepada pelayan restoran ini yang memang aku sudah mengenalnya sejak kecil, Rainie jie jie

 

“Lily? Na yi ge Lily? (Lily? Lily yang mana?)” ia mulai bingung, aku hanya terkekeh kecil menanggapinya

 

“Kimberley Chen. Lily. Yak, Jie jie bu ji de wo? Duo me can ku? (eonni tidak mengenaliku? Sungguh kejam)” aku mem-pout-kan bibirku dan ia hanya terbelalak kaget dan menutup mulutnya dengan tangan

 

“KIMBERLEY? KYAAAA~ Wo hen xiang nian ni!” Rainie jie jie (eonni) berlari dan menghambur memelukku

 

“Hahaha, aku senang jie jie masih mengingatku. Wo ye xiang nian ni,” dia mengajak aku dan Chen Oppa –yang sedari tadi tersenyum melihat tingkahku– untuk duduk

 

“Ta shi shei? Ni de qing ren ma? (siapa dia? Namjachingu?)” Rainie menunjuk Chen Oppa, dan aku mengangguk malu

“Ya, Lily ku sudah besar rupanya eh? Dasar. Kau mau pesan apa?” jie jie menjitak pelan kepalaku dan aku segera mengusap kepalaku, walaupun pelan tapi rasanya sakit sekali jitakannya

 

“Seperti biasa,” aku mengerlingkan mataku dan ia tersenyum lalu berlari meninggalkanku.

 

“Nuguya? Temanmu?” tanya Chen Oppa, karena memang dia tidak mengerti apa yang sedari tadi aku dan Rainie bicarakan

 

“Oh, bukan. Dia eonni-ku. Aku sudah mengenalnya sejak kecil, dan aku sudah biasa memanggilnya eonni,”

 

“Wah, kurasa dia orang yang baik. Lalu, apa yang kau pesan tadi?”

 

“Oh, rahasia,” ucapku dan menjulurkan lidahku jail, dan Oppa hanya menatapku sinis

 

“Tadaa~ ini dia pesananmu,” Wah, akhirnya setelah sekian lama aku menghirup aroma ini lagi, aroma makanan kesukaanku

 

“Mwoya? Lily, ini banyak sekali? Kau yakin kita dapat menghabiskannya” kurasa Oppa bingung, hahaha, memang beginilah porsi makanku yang sebenarnya

 

“Kau tenang saja Oppa, kita pasti bisa,” kutepuk pundak Oppa dan segera memakan santapan yang sangat sangat kurindukan ini.

 

Kalian tahu apa masakan yang terpampang di hadapanku sekarang ini? 3 set dumpling besar, Szechuan shrimp, sesame chicken, ayam jahe, dan 2 gelas minuman khas Thailand, tri color.

 

Cukup banyak bukan? Entahlah, jika aku makan masakan favorit, pasti aku bisa makan sebanyak ini. Sungguh, rasanya masih sama seperti terakhir aku menyantapnya kurang lebih 10 tahun lalu. Lain halnya Chen Oppa yang sedari tadi kuperhatikan masih bingung ingin makan yang mana. Aku hanya terkekeh dalam hati, sebegitu terkejutnya kah dia?

 

~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~

 

Chen POV

 

Sungguh, beginikah porsi makan Lily yang sebenarnya. Omona, aku saja sudah tidak sanggup menghabiskannya, tapi, lihatlah dia, seperti orang yang sudah tidak makan 1 minggu. Segera aku mengambil tissue dan mengelap bibirnya yang penuh noda makanan. Dia hanya menatapku heran, tapi sepersekian detik kemudian ia melanjutkan makannya yang tertunda.

 

Melihat tingkahnya yang seperti ini, aku bukan merasa senang. Tapi bodohnya, aku merasa khawatir. Aku khawatir jika suatu saat nanti senyumnya akan hilang dan pudar dari wajah cantiknya itu. Aku ingin selalu melihat senyuman dan tingkah kekanak-kanakannya ini, entah kapan lagi aku dapat melihat senyuman ini.

 

“Lily, kau sudah selesai? Kajja kita pulang, besok kau harus mulai perawatannya,” tanyaku setelah beberapa saat melihatnya kekenyangan dan bersendawa beberapa kali.

 

“Eum, arraseo, aku sudah kenyang Oppa,” dia beranjak berdiri dan kelihatannya dia mengantuk, langsung kurangkul dirinya dan pamit dengan pemilik restoran ini. Setelah itu, kami segera pulang ke rumah bibi Wu.

 

TBC

 

5 pemikiran pada “All Flowers in China (Chapter 3)

  1. Lanjut dong ke chapter 4,aku udh nunggu nih.. :’) sumpah sedih bgt ampe aku nangis… 😥 please lanjut ya min???

Tinggalkan komentar