Pure Xiumin

Pure XiuMIN

pure xiumin4

By : EL (@chrscyn)

 

Main Cast: Kim Minseok as Xiumin, Yoon Inkyung (OC) || Support Cast: Xiumin’s father || Genre: Romance, Family, Fantasy || Rating: PG-15 || Duration: 3375 words

A/N: Pernah di post di wp pribadi dengan cast yang berbeda. Mian for many typos.

Happy reading!

Inspired by: Yuki

***

He lives without the “eyes” that see reality,

without the “ears” that hear lies,

and without “emotion” that feels a broken heart..

***

Senja memang waktu yang sangat tepat. Mereka berdua melangkah di jalan setapak berselimut salju mengelilingi Desa Heyri. Melintasi jembatan berkonsep unik di atas Sungai Han, menikmati hamparan kolam ikan yang hampir membeku. Seluruh lanskap alam itu menjadi teman seperjalanan saat mereka berkunjung ke pameran seni.

“Apa kau senang, Cho?” Kesunyian dari keduanya terpecahkan oleh pertanyaan dari seorang gadis kepada satu-satunya keluarga yang dimilikinya.

“Desa Seni ini indah, kan? Walaupun sepi manusia.” Lanjut gadis itu sebelum memberi kesempatan Cho untuk menjawab.

“Woof! Woof!” Cho menyalak-nyalak dan berlari dengan semangat.

“Pucho, mau kemana!?” Celetuk gadis itu refleks ketika terseret oleh tali yang melingkar di leher Pucho—yang semakin mengencangkan larinya.

Jalanan yang licin dan sedikit basah karena salju membuat gadis itu terpeleset sehingga tali yang semula digenggamnya erat terlepas begitu saja. Tak disangka-sangka ada sebuah mobil yang melintas dengan sangat cepat. Pucho yang tidak menyadari adanya mobil membuat kakinya sendiri terlindas oleh ban mobil itu. Ia terkapar di depan mata gadis itu dengan darah yang sudah mengalir di kakinya.

“Pucho!” Seru gadis itu histeris.

“Hei, kenapa kau menangisi anjing itu?” tanya seorang pemuda yang entah kapan berdiri di sebelah gadis yang berjongkok memeluk anjingnya.

“Pucho—ditabrak lari..” ucap gadis itu terisak kepada pemuda berpakaian musim panas di tengah hujan salju itu. Sungguh aneh.

“Ikut aku, biar ayahku yang tangani,” ajak si pemuda.

Gadis itu langsung mengikutinya tanpa ada rasa takut. Ia terpesona. Terhipnotis akan ketampanan yang tidak biasa dari pemuda itu.

***

“Ayah!” Panggil pemuda itu ketika ia sudah menginjakkan kaki di rumahnya seraya mempersilahkan gadis bersama anjingnya masuk.

“Xiumin?” Balas ayahnya dari sebuah ruangan.

“Ayah, ada anjing yang ditabrak lari,” kata pemuda yang ternyata bernama Xiumin itu.

Sosok pria muda langsung keluar dari ruangannya, dia Jungmin. Gadis itu begitu terkejut, bagaimana bisa seorang ayah dan anak terlihat seperti kakak dan adik. Jungmin tersenyum lembut dan memperkenalkan dirinya, “Jungmin imnida—” seraya mengulurkan tangan.

“Inkyung imnida. Ah, ahjussi, tolong—sembuhkan Pucho, satu-satunya keluarga yang kupunya,” jelas Inkyung yang tanpa sadar sudah mengeluarkan airmata.

“Jangan khawatir—” jawab Jungmin tersenyum lembut, lalu menghampiri Pucho untuk memeriksanya.

***

“Kakinya terluka berat, jadi harus diamputasi. Ayahku sudah memberinya kaki buatan,” kata Xiumin menjelaskan.

“Jeongmal kamsahamnida.. Kau dan ayahmu sangatlah baik,” ucap Inkyung.

“Tidak masalah.. Itu memang hobi ayahku. Dan, Pucho masih harus disini selama 2 minggu,”

“2 minggu? Bagaimana dengan bi-biayanya?”

“Gratis kok!” Timpal Jungmin.

“Apa benar!? Tidak kusangka, di desa seperti ini ada seorang dokter hebat dan dermawan,” puji Inkyung.

“Sebenarnya, aku ini bukan dokter, hahaha,” sahut Jungmin seraya terkekeh.

“Be-benarkah?” Ucap Inkyung tak percaya.

“Benar, ayahku adalah seorang ilmuwan dalam bidang mesin,” timpal Xiumin lalu menggeser tirai dalam ruangan itu, terdapat berbagai mesin dan robot.

“Woah! Ahjussi menciptakan robot?” tanya Inkyung yang terkagum-kagum saat melihat semua robot itu.

“Hehehe. Begitulah. Sepertinya kau sangat tertarik dengan robot ya?” balas Jungmin.

Inkyung tak bisa berkata-kata, ia hanya sibuk melihat semua koleksinya. Senyumnya mengembang menunjukkan serentetan giginya ketika melihat sebuah kerangka robot yang menyerupai kerangka manusia. “Ini keren sekali—” serunya.

“Itu robot gagal. Aku sudah membuat versi barunya..” sambar Jungmin.

“Dimana!?” tanya Inkyung sangat antusias.

“Robot Andromed tipe A-58, berdiri tegak di belakangmu,” jawab Jungmin.

Inkyung menoleh kebelakang, “Xi-Xiumin..?”

“Benar. Dia adalah robot yang kubuat saat musim panas lalu.” ucap Jungmin bangga.

***

“Inkyung, gomawo sudah percaya padaku..” ucap Xiumin di depan rumahnya.

“Percaya apa?” tanya Inkyung dengan perasaan aneh ketika diajak Xiumin bicara dalam jarak yang sangat dekat itu.

“Percaya dengan perkataanku. Selama ini manusia tidak menganggapku, kata mereka aku hanyalah robot, jadi aku tidak punya teman,” jelas Xiumin, walaupun kata-katanya sedih, di wajahnya tidak terlihat guratan kesedihan sama sekali.

“Mungkin itu karena kau tidak punya perasaan.. dan ekspresi..” balas Inkyung setelah ia memperhatikan robot itu.

“Aku bingung, semua manusia punya perasaan, kenapa aku tidak? Kenapa manusia bisa menangis, tertawa, sementara aku tidak bisa,” dengus Xiumin panjang lebar.

Inkyung hanya terdiam.

“Lalu, tadi kau juga menangis, kenapa?” lanjut Xiumin dengan bertanya.

“Hmm, itu.. Manusia menangis jika dia merasa akan kehilangan sesuatu yang disayangi atahu semacamnya..” jawab Inkyung seadanya.

“Memangnya kau kehilangan apa?” tanya Xiumin lagi.

“Aku takut akan kehilangan Pucho.. Appa, eomma dan oppa-ku sudah tiada.. Hanya Pucho yang aku punya..” jawab Inkyung sedikit terbata sambil menahan airmatanya.

“Maaf, aku membuatmu sedih, ya?”

“Ani—”

“Lebih baik kau tinggal di rumahku saja,” ajak pemuda tanpa ekspresi itu, tapi kali ini Inkyung tidak mau.

“Tidak apa, aku pulang saja. Dari sini ke Seoul hanya 6 kilometer, kok,” jawabnya seraya beranjak.

“Kalau begitu, aku antar,” balas Xiumin dengan sudut bibir yang terangkat naik, tersenyum, senyum yang kaku.

“Ti-tidak usah..” Inkyung berusaha menolak, dan tiba-tiba saja jantungnya berdegub dengan kencang.

“Kau membenciku ya?” tanya Xiumin.

Lagi-lagi jantung Inkyung memompa eritrosit lebih cepat. “Ada apa dengan dadaku ini? Rasanya sakit sekali,” ucap Inkyung dalam hati.

“Aku ingin jadi temanmu. Selama Pucho masih diperbaiki..” lanjut Xiumin.

Mendengar ucapan Xiumin barusan, Inkyung langsung kesal, “Apa maksudmu diperbaiki?” ucapnya sedikit membentak, ia pun salah tingkah.

“Maaf?” balas Xiumin dengan nada bingung. Bingung melihat ekspresi Inkyung yang seperti itu. Kemudian ia merasa kepalanya sangat panas.

“Aku tidak mungkin menyukai laki-laki robot yang datar dan dingin, kan?” Inkyung semakin gusar dalam hati.

“Maaf.. Kau tidak mau berteman denganku?” tanya Xiumin lagi.

“Aku mau—tapi, aku mau berteman dengan orang yang punya perasaan,” kata-kata yang menyakitkan itu mencelos begitu saja dari bibir mungil milik Inkyung.

Walaupun begitu, Xiumin tak merasakaan sakit dimanapun, dia memang tidak punya hati. Ia hanya mengendalikan otak mesinnya dan berusaha menggapai tangan Inkyung. Gadis yang wajahnya mulai memerah itu langsung menepisnya dan berlari sekuat tenaga, berusaha menjauh dari Xiumin, agar rasa sakit itu tak muncul lagi.

***

Pertengahan musim panas, tahun 2010, Inkyung meminta hadiah ulang tahun ke 20-nya. “Ayolah appa, eomma, jebaal—”

“Inkyung, Appa sedang menyetir! Jangan menginterupsi appa!” keluh Tuan Yoon.

“Sabar, Inkyung sayang,”

“Appa dan eomma jahat! Bilang saja kalau kalian tidak punya uang untuk membelikanku mobil audy itu!”

“Oppa sudah berusaha kerja paruh waktu, Inkyung. Tapi maaf, uangnya masih tidak cukup, lagipula kenapa harus beli mobil baru yang mahal itu? Mobil yang kita naiki sekarang bisa kau gunakan,”

“Asal oppa tahu saja, ini jelek, sudah model lama!”

Tuan Yoon pun semakin naik pitam. Ia bermaksud untuk memparkir mobilnya di bahu jalan itu. Tanpa disangka ada sebuah mobil yang lebih besar tengah melintas di bahu jalan itu dengan cepat.

Dentuman yang cukup keras pun terjadi. Tuan Yoon berusaha untuk membanting kemudi ke arah yang berlawanan, namun naas, mobil itu menabrak median jalan.

“Appa! Eomma! Oppa! Ireona..! Inkyung berteriak sejadi-jadinya.

“Lihat! Ada seorang gadis yang sadar!”

“Malang sekali gadis itu—”

“Huwa..!!” pekik Inkyung seraya terjaga dari tidurnya.

Posisi matahari sudah tinggi, tapi udara dingin tetap menyelimutinya. Matanya menerawang entah kemana.

Ia tersenyum kecut seraya bergumam, “Malang sekali gadis itu—”

Ia bangun dari ranjangnya. Menengok keluar jendela memastikan keberadaan Pucho. Ah, dia lupa jika Pucho sedang dirawat di rumah Xiumin. Tapi, sepertinya ada seseorang disana.

“Xi-Xiumin..!?” Gumamnya kaget. “Hey! Apa yang kau lakukan!?” Seru Inkyung ketika ia sudah mendekati robot manusia itu.

Xiumin tetap berdiam diri tak bergerak sedikitpun dan masih dengan pakaian musim panasnya. Mungkin robot memang tak bisa merasakan panas atahu dingin.

“Xiumin!” Panggil Inkyung lagi, memunculkan wajahnya di hadapan Xiumin.

“Ah, aku sedang berpikir..” jawab Xiumin. Inkyung terdiam, menunggu lanjutan perkataan Xiumin yang akan memperjelas kalimatnya.

Bruk! Tiba-tiba Xiumin terjatuh yang tak sengaja membuat Inkyung harus menopangnya dalam pelukan, aneh, tubuh Xiumin sangat panas.

“Maaf, aku hanya bingung. Kenapa semalam kau marah? Apa yang salah?” tanya Xiumin dengan volume suara yang kecil, sepertinya kehabisan tenaga.

“Itu—karena kata ‘diperbaiki’. Pucho itu bukanlah sebuah benda yang diperbaiki, kau tahu?” jawab Inkyung sambil menarik nafas, menahan berat badan Xiumin.

“Lalu aku harus mengatakan apa? Ajari aku,” pinta Xiumin.

“Yang benar ‘disembuhkan’.”

“Baik—disembuhkan. Maaf—bateraiku habis.” Trtt.. Tubuh Xiumin benar-benar limpuh saat itu.

“Ugh! Berat!” umpat Inkyung.

“Ah! Kalian disana rupanya!” Sahut Jungmin yang datang dengan motor bututnya bagaikan malaikat penyelamat Inkyung.

“Syukurlah,” ucap Inkyung dalam hati.

***

“Pucho harus berjalan dengan kaki buatannya. Jadi kau harus melatihnya, Inkyung,” ujar Jungmin.

“Aku akan menemanimu,” sahut Xiumin dengan posisi yang masih di-charge.

“Xiumin, sebenarnya kau juga perlu dilatih. Kuserahkan pada Inkyung ya! Dengan bersosialisasi, perasaan dan mentalnya akan berkembang,” ungkap Jungmin senang.

Deg-deg.

Xiumin menatap Inkyung dengan polosnya sambil tersenyum, sorot matanya itu membuat Inkyung tak bisa mengendalikan degup jantungnya.

***

“Dimulai dari menonton film. Darisini kau bisa mempelajari berbagai sifat manusia,” kata Inkyung.

“Ohh, aku mengerti..” dan Xiumin benar-benar memperhatikan film itu sampai 5 kali putar.

“Hmm, coba lihat film yang lain?” pinta Xiumin pada akhirnya.

“Akhirnya, kau bosan juga..” balas Inkyung lega.

“Ayo tonton yang ini!” ucap Xiumin dengan semangat.

“Wah, kau sudah bisa mengekspresikan semangatmu, ya?” Celetuk Jungmin dari ruang kerjanya.

“Benarkah?” tanya Xiumin dengan senyum yang mengembang.

***

“Ah, aku tidak mengerti maksudnya..” gerutu Xiumin selang beberapa menit kemudian. “Kenapa tokoh Sehoon mau saja melepas kepergian kekasihnya?” lanjut Xiumin semakin tak mengerti.

“Sehoon rela, demi impian kekasihnya,” jelas Inkyung sedikit ragu.

“Kenapa begitu?” tanya Xiumin lagi.

“Itu—demi orang yang di-dicintainya..” Jawab Inkyung yang tiba-tiba gugup.

“Orang dicintai itu seperti apa? Apakah kau pernah merasa jatuh cinta?” tanya Xiumin tanpa henti.

Deg-deg.

“Apakah jatuh cinta itu.. dada seperti bergetar?” tanya Xiumin lagi sambil memegang dadanya sendiri. “Apakah rasanya seperti angin musim panas yang merasuki hatimu dan menghangatkan?”

“Ani!” bentak Inkyung.

Xiumin mengerjap-ngerjapkan matanya bingung.

“Musim panas itu menyakitkan.” jawab Inkyung dengan mata menerawang, kilasan memori buruk berputar di benaknya, kembali pada musim panas beberapa tahun lalu.

“Kenapa? Padahal aku suka musim panas..” gumam Xiumin kemudian memikirkan apa maksud dari perkataan Inkyung.

***

“Mengajari Pucho berjalan seperti mengurus anak kecil, jadi kelak kau bisa berinteraksi dengan orang yang lebih muda darimu,” ucap Inkyung.

“Benar! Pucho seperti bayi. Rasanya ingin punya bayi betulan..” ucap Xiumin tersenyum lebar.

Senyum Inkyung ikut merekah. Tak peduli dengan gejolak di dalam dadanya.

“Tapi—bayi itu munculnya darimana?” Xiumin bertanya, matanya menatap awan, mungkin menunggu jawaban dari langit.

“Hahahaha!” Inkyung tertawa melihat tingkahnya, mengacuhkan jantung yang kini melampaui batas degupan jantung manusia normal.

***

Sudah genap 14 hari semenjak pertemuan pertama kali antara Xiumin dan Inkyung. Mereka pun terlihat semakin akrab. Ekspresi Xiumin juga semakin berkembang. Itu berarti juga, Pucho sudah bisa pulang. Tapi, ternyata, Pucho harus dibawa ke rumah sakit untuk perawatan yang lebih intens. Mungkin perawatannya membutuhkan waktu yang lama. Jungmin yang merasa bertanggung jawab langsung membawanya ke rumah sakit hewan di Seoul dan meninggalkan Xiumin bersama Inkyung di Desa Heyri.

“Kau pernah bilang, jika kehilangan sesuatu yang dicintai, kita akan sedih dan menangis. Tapi, kenapa aku tidak menangis setelah kepergian Pucho? Benar kan, setelah ini Pucho tidak akan tinggal disini lagi,” kata Xiumin panjang lebar.

“Ah, itu berarti—kau tidak mencintainya..” jawab Inkyung.

“Aku cinta kok!” timpal Xiumin.

“Cinta itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata..” jelas Inkyung.

“Aigoo, manusia itu sangat rumit!” Kesalnya.

***

“Tidak terasa, besok adalah tahun baru..” ungkap Inkyung di depan perapian.

“Memangnya apa yang dilakukan manusia saat tahun baru? Tahun lalu aku sendirian karena ayah pergi bertugas..” desah Xiumin.

“Biasanya aku bermain kembang api dengan—” ucap Inkyung menggantung.

“Kau bisa melakukannya bersamaku tahun ini!” potong Xiumin menyemangati.

“Benarkah?” Inkyung tersenyum senang. “Ayo kita ke Sungai Han!”

***

“Kenapa kau tidak bilang jika kau tidak punya kembang api?” kesal Inkyung.

“Maaf, aku tidak tahu..” gumam Xiumin. “Aku akan membelinya..” lanjutnya.

“Kau yakin?” tanya Inkyung ragu.

“Iya. Tunggulah disini sampai aku kembali.”

Akhirnya Inkyung menunggunya di pinggiran Sungai Han. Sambil menggigil ia melihat arlojinya. Arloji Inkyung menunjukkan pukul 12 malam lebih 20 menit, dengan kata lain momen tahun baru terlewatkan begitu saja.

“Xiumin lama sekali.. Apa dia tersesat?” gumam Inkyung kesal.

“Inkyung!” Panggil Xiumin dari kejauhan, uh, sangat terlambat.

Inkyung menoleh ke sumber suara. Desiran hangat menyapa hatinya saat Xiumin menatapnya sambil tersenyum, tidak lupa membawa berbagai jenis kembang api dan… kembang betulan.

“Akhirnya kau datang.. Tapi, apa itu?” tanya Inkyung menunjuk benda asing di antara kembang api itu.

“Oh, ini.. aku memetiknya di pinggir jalan. Emm, untukmu!” kata Xiumin malu seraya menyodorkan setangkai bunga plum berwarna pink.

Deg-deg!

Tangan Inkyung bergetar, tak kuasa menerima bunga itu. Xiumin yang tidak sabar langsung memetik beberapa bunga dari tangkai dan menyelipkan ke telinga Inkyung. Wajahnya bersemu, sewarna dengan plum-nya.

“Ayo kita nyalakan kembang apinya!” ajak Xiumin.

“Hah.. Acara menyalakan kembang apinya sudah lewat,” ucap Inkyung sedih.

“Tapi, aku sudah membeli banyak sekali. Kita nyalakan beberapa, lalu sisanya kita nyalakan tahun depan saja!” Ucap Xiumin berusaha menyemangati.

“Terserah kau saja,” balas Inkyung kesal, menyembunyikan senyum di dalam hatinya.

Dlar!!

Kembang api mereka terlukis di langit gelap memancarkan sinar yang menghangatkan hati keduanya.

“Inkyung.” Panggil Xiumin saat suasana menjadi canggung.

“Hmm?” Responnya.

“Aku suka tahun baru.” Jawab Xiumin.

“Kenapa?” Tanyanya.

“Karena aku menghabiskannya bersamamu.”

Deg-deg.

“Hentikan. Kau mencoba menggodaku ya?” Wajah Inkyung bersemu lagi, ia menggeser duduknya, takut jika degup jantungnya terdengar oleh Xiumin.

“Aku tidak perlu berusaha menggodamu, aku kan sudah menggoda..”

“Aish.. Dasar!”

“Hmm, aku juga suka musim panas.” Ucap Xiumin mengganti topik.

“Iya, aku tahu..” Gumam Inkyung malas.

“Karena itulah aku selalu menggunakan pakaian musim panas! Dan juga.. Musim panas adalah hari dimana aku diciptakan oleh ayah.” Xiumin tersenyum simpul.

“Itu berarti, ulang tahunmu adalah saat musim panas?” Inkyung berpikir sejenak. “Kau bercanda? Aku juga ulang tahun di musim panas..” Lanjutnya.

“Be-benarkah!? Tapi.. Kenapa kau selalu merengut saat aku bilang musim panas? Itu hari yang bahagia kan?”

“Tidak juga..” Ucap Inkyung menekuk wajahnya.

“Eh?” Xiumin kaget.

“Musim panas saat itu.. Semuanya pergi meninggalkanku sendiri di dunia ini..” kata Inkyung pelan.

Deg-deg.

“Maaf, aku membuatmu bersedih lagi..” Ucap Xiumin memohon seraya memeluk Inkyung. Dan tiba-tiba Xiumin mengecup dahi Inkyung.

“H-hey! Apa yang—” seru Inkyung terpotong.

“Bukankah adegan ini ada di film yang kita tonton dulu?” jawabnya sambil tertawa.

Ada suara gemuruh dari dalam dada Xiumin, Inkyung bisa mendengarnya.

“S-suara apa itu?” Tanya Inkyung.

“Aku juga tidak tahu. Dalam dadaku selalu bergetar saat ada kau didekatku. Yah, Mungkin system-ku yang error,”

 

Deg-deg..

***

Saat pagi telah menyapa, memasuki hari ke-5 di tahun baru, Inkyung terbangun karena mendengar gonggongan Pucho.

“Ah!? Pucho sudah kembali?” gumamnya.

Tapi, dia memilih tetap terbaring di tempat tidurnya dan mendengar pembicaraan Xiumin dengan ayahnya.

“Wah! Pucho sudah sehat!” seru Xiumin.

“Benar! Walaupun sudah tua, Pucho sangat lincah!” sahut Jungmin.

“Iya, ya.. Dia sudah terlihat sangat tua..” ucap Xiumin. “Hmm, ayah, apakah aku selamanya akan seperti ini? Tidak akan bertambah tua?” lanjut Xiumin terlihat sedih.

“Eh? Iya ya.. Nantinya, aku juga semakin tua—lalu mati. Sementara kau tetap muda. Hahaha. Sepertinya enak menjadi sepertimu,” balas ayahnya yang sepertinya merasa bersalah.

Deg-deg.

Jantung Inkyung berdetak cepat. Ia semakin pusing memikirkan perkataan mereka berdua. Benar juga, Xiumin tidak akan berubah. Selamanya ia akan seperti itu. Inkyung memutuskan menunjukkan dirinya, ia memilih diam dan menghindari tatapan Xiumin.

“Inkyung, kau kenapa?” tanyanya yang merasa dihindari.

“Aku sudah tidak bisa bertahan lagi disini.” gumam Inkyung dingin lalu menggendong Pucho dan berjalan menuju pintu keluar.

“Kau.. Ma-mau kemana?” Tanya Xiumin terkejut melihat Inkyung seperti itu.

“Asal kau tahu. Aku takut padamu, Xiumin!”

“Apa maksudmu takut?”

“Semakin lama, kau semakin mirip manusia. Aku takut..” ucap Inkyung lirih.

“Takut itu—mengundang tangis ya? Jangan menangis..” Xiumin mencoba mengusap airmata Inkyung dengan sapu tangannya.

Plakk!

“Jangan sentuh aku lagi! Aku bisa menghapus airmataku sendiri,” kata Inkyung sembari menghapus airmatanya dengan sapu tangan milik Xiumin. “Lagipula aku tidak menangis,” elaknya. “Aku benar-benar harus pergi.” Lanjutnya untuk yang terakhir kali.

Xiumin terdiam, memandang Inkyung nanar yang beranjak pergi meninggalkannya. Tiba-tiba airmuka Xiumin tampak sedih. Tidak aada yang bisa melihat tangisannya. Karena hati kecilnya-lah yang menangis.

Jungmin berusaha mencegah kepergiannya. “Inkyung, kenapa terburu-buru?” tanyanya.

“Aku takut, ahjussi. Hatiku sakit setiap melihatnya..” ucap Inkyung sembari menangis

“Ini salahku.. seharusnya aku tidak menciptakan Xiumin..” balasnya.

“Tidak, ahjussi. Kau tidak salah. Maaf. Aku hanya merepotkan saja. Aku tidak tahu cara berterima kasih pada ahjussi yang sudah menyembuhkan Pucho..” jawab Inkyung. “Tapi, ini—” Inkyung memberikan gelang rantai kepada Jungmin, “—pemberian terakhirku untuk Xiumin. Selamat tinggal..”

Lalu ia pergi begitu saja. Ia hanya takut dadanya akan semakin sakit.

***

2 tahun semenjak musim dingin itu.

“Aish! Liburan musim panas yang membosankan! Puchi, enaknya kita kemana?” tanyanya pada anak Pucho yang bernama Puchi, Pucho sudah meninggal sebulan yang lalu.

Ia kembali teringat. “Ke Desa Heyri? Puchi belum pernah kesana kan?” tanyanya lagi.

Kemudian matanya tertuju pada suatu objek. Objek itu ialah sapu tangan milik Xiumin yang kala itu terbawa olehnya.

“Xiumin..” batinnya seraya menggapai sapu tangan itu dari raknya.

“Dulu kita berjanji menyalakan kembang api di tahun baru berikutnya..” Batinnya menatap sapu tangan itu.

“Woof!” tiba-tiba Puchi menyambar sapu tangan itu.

Ia berlari-lari kecil membawa sapu tangan dengan giginya. Ia keluar rumah. Inkyung langsung menyusulnya. Puchi menyerahkan sapu tangan itu kepada seseorang. Seorang pria berpakaian musim panas, dengan gelang rantai di tangan kanannya.

“Inkyung..?” ucap pria itu setelah meraih sapu tangan dari Puchi, kemudian ia mendongak, terpaku memandang Inkyung yang berdiri dihadapannya.

“K-kau..?” balasnya pada pria berkumis tipis itu, penampilannya acak-acakan seperti tidak terurus berabad-abad, padahal beberapa tahun yang lalu pria itu terlihat sangat muda dan tampan.

“Kau ahjussi..?” tanya Inkyung.

“Benar. Hahaha! Aku berubah banyak ya?” balas pria itu, Jungmin.

“I-iya..” jawab Inkyung kecewa.

Pandangannya menyebar kesana-kemari mencari seseorang yang lain.

“Kau mencarinya?” tanya Jungmin. Inkyung mengangguk pelan. Jungmin menghela nafas. “Selama ini.. dia menunggumu..” lanjutnya. “Selama ini, setiap pagi ia berdiri di perbatasan Desa Heyri, dan saat malam tiba ia berdiri di depan rumah hingga pagi lagi..” desah Jungmin.

Inkyung tertegun.

“Dia sudah tidak mau mendengar perkataanku.. Dia menjadi kasar padaku setelah kau pergi.. Bahkan aku belum menyerahkan gelang darimu, maaf,” lanjutnya.

“Kau tidak salah ahjussi, untuk apa minta maaf? Bisakah aku tahu, dimana Xiumin sekarang?” Tanya Inkyung sangat cemas.

“Maaf, aku tidak tahu..”

***

Tap! Tap! Suara langkah kaki Inkyung berderap cepat seiring dengan degub jantungnya. Sungai Han ialah tempat yang menjadi tujuan utama Inkyung. Hanya berbekal sapu tangan dan gelang rantai yang hampir putus, ia nekat mencarinya.

“Xiumin? Kau kah itu?” tanya Inkyung kepada seseorang yang berperawakan mirip.

“Ah, maaf.” Ternyata bukan.

“Pasti itu dia!” gumamnya. Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihatnya bersama seorang gadis.

“Hey, kenapa aku cemburu? Aku hanya ingin bertemu dan menyerahkan sapu tangan dan gelangnya! Itu saja!” rutuknya pada diri sendiri.

Ia berjalan pelan, sepelan desir angin musim panas. Dan, bingo. Ia salah orang lagi.

“Xiumin!! Kau dimana!!” pekik Inkyung layaknya orang gila karena kesal.

“Ne?” Bisik seseorang dari belakang.

“Kya!!” Inkyung terkejut bukan main. Itu benar-benar Xiumin, tapi, dengan pakaian musim dingin. Sungguh aneh. “Kau masih aneh seperti dulu..” ucap Inkyung senang, tetapi airmatanya mengalir.

“Kau masih cengeng seperti dulu..” godanya.

“Aku tidak menangis!” Inkyung mengelak. “Ini terharu!” lanjutnya kesal.

“Aku sangat merindukanmu..” Ucap Xiumin pelan seraya memeluk Inkyung erat.

Deg-deg..

“Ah, aku hampir lupa. Ini, milikmu.. Dan ini hadiah ulang tahunmu,” ucap Inkyung seraya menyerahkan sapu tangan yang sedikit usang dan tidak lupa dengan gelang rantai yang seharusnya diberikan 2 tahun lalu.

“Go-gomawo.. Tapi.. Sebenarnya ini bukan milikku,” ucap Xiumin.

Inkyung mengernyit heran.

“Sapu tangan ini milikmu yang kau jatuhkan di awal musim panas tahun 2010,”

flashback

“Appa? Eomma? Oppa?” gumam Inkyung sedikit tak sadarkan diri. “Appa! Eomma! Oppa! Ireona..! panggilnya ketika melihat mereka tak sadarkan diri.

“Uhuk! Uhuk!” Inkyung terbatuk-batuk berkat asap yang sudah menyeruak di seluruh mobil.

“Appa! Eomma! Oppa! Ireona..!” pekiknya lagi sambil menggoyang-goyangkan tubuh mereka sekuat tenaga.

“Anjingnya sudah selamat. Tapi orang didalamnya tak sadarkan diri!” seru seseorang.

“Lihat! Ada seorang gadis yang sadar!”

“Nak! Cepat keluar! Mobilnya berasap!” seru seseorang.

“Aku harus menyelamatkan kalian semua!” bisiknya lalu ia mengeluarkan sapu tangannya untuk menghindari asap tebal yang masuk ke pernafasannya juga menghapus darah yang mengalir di atas permukaan kulitnya.

“Ayo nak!” paksa seseorang lalu mengangkatnya keluar.

“Andwae! Appa, eomma, dan oppa belum kuselamatkan!!” Pekiknya tertahan, sapu tangan dengan noda darahnya itu terjatuh di sebelah mobilnya.

DUARR!!!

Terdengar suara ledakan yang dahsyat. Inkyung kehilangan suaranya ketika ia melihat mobil yang ia naiki tadi terbungkus oleh api yang membara. Teriknya musim panas semakin membakar hati kecilnya. Ia semakin dijauhkan dari mobil yang meledak itu menuju tempat yang aman bagi fisiknya, tapi lain bagi hatinya.

“Maksudmu?” tanya Inkyung bingung.

“Ayah membuatku dari rongsokan mobilmu. Dia mengambil darah yang ada di dalam sapu tanganmu dan meneteskannya padaku..” balasnya.

Inkyung tak bisa berkata-kata, ia menangis dalam diam.

Xiumin langsung memeluknya.

“Maaf, aku membuatmu menangis lagi.. Sebagai gantinya, aku akan mengabulkan permintaanmu, sebagai hadiah ulang tahunmu juga tentunya..” ucapnya pelan.

“Aku tidak ingin sebuah hadiah. Aku ingin kau menjadi manusia.. Jika bisa..” bisiknya gemetar menahan tangis.

 

***Tamat dengan tidak elitnya***

14 pemikiran pada “Pure Xiumin

  1. Wow, beda banget cerita yang disuguhkan.
    Robot muktahir banget bisa punya otak dan perasaan begitu.
    Penggunaan bahasanya udah rapi, teruskan menulis dengan ide fresh begini yaa

  2. Mian bru bales, gomawo chingu ><
    Ada sih tp masih pemula bgt
    kpopfanficorner.wordpress.com
    Btw, aku mampir wp chingu, isinya keren 😀

Tinggalkan komentar