That’s How I Love You

That’s How I Love You.

Author: Ailes lee

Casts: Oh Sehun; Hwang Sehyun (OC) or you; Baro (B1A4); Buyong; Exo members… etc

Genre: marriage life, absurd, comedy (?)

Words: 11.266

Note: setelah berjuang keras memikirkan FF ini saat mengerjakan tugas bejibun… semoga suka. Kalo ada typo, maafkan ya J sedikit rabunan. Ide cerita murni dari otakku. don’t be silent-reader. Comment and likes yaaa. Terimakasih.

Minta doanya ya buat ujian praktekku~ terimakasih J

 

Once upon a time… in a far away land…

 

-Sehyun

Aku sedang mengalami mimpi buruk. Ya, 3 mimpi buruk untuk saat ini.

Pertama, aku masih SMA kelas 2. Kedua, aku baru saja dijodohkan secara paksa oleh appaku. Ketiga, pernikahanku akan terjadi pada minggu ke 2 setelah hari ini.

Aku menggigit bibir bawahku menahan geram. Kenapa?! Kenapaaaa???????

BAK~

“Sehyun-ah, Sehun dan keluarganya sudah datang.” Omma menyempulkan kepalanya dari balik pintu kamarku dengan ekspresi sumringah.

Aku menatap omma histeris. “aku segera turun.” Ucapkku gagu.

Mimpi buruk itu kini menjadi kenyataan.

Ingatanku kembali kepada kejadian seminggu lalu. Pada awalnya, appa hanya bercerita tentang masa SMAnya jaman dahulu kala kepadaku. Aku menyimaknya dengan semangat sampai appa bilang bahwa ia dan sahabatnya pernah membuat janji untuk menikahkan anak mereka setelah besar nanti dan sialnya ternyata sahabat appa itu adalah ahjussi kece yang sering menolong kakek dulu. Aku tidak kuasa untuk berkata iya pada appa saat itu sampai keesokan harinya appa collapse dengan tekanan darah 160/100. Hampir stroke. Aku sangat khawatir pada appa dan sial-sialnya lagi aku menerima perjodohan itu karena appa memintanya sekali lagi saat di rawat di rumah sakit. Thanks God, my teenage dream has been vanished.

Tap… Tap… rasanya gemuruh hujan dan petir sedang mengiringi saat-saat terakhir masa bebasku malam ini.

Aku menuruni tangga dengan langkah anggun berharap aku tidak akan pernah sampai ke ruang tamu.

“waaah~ cantik sekali…” puji calon mertuaku ketika aku sudah berdiri gugup di ambang pintu ruang tamu.

“SEHYUN?” suara itu. Aku sangat mengenalnya.

Aku mendaratkan pandanganku pada sosok jangkung idaman sejuta umat yang mendapat predikat the boy of the year di sekolah. Sosok yang sangat aku kenal. Sosok konyol dan aneh. Oh Sehun. Si trainee SME yang terkenal sampai ke seluruh penjuru sekolah. Aku tidak tahu bahwa Sehun yang di maksud appa dan omma adalah Sehun ini. Sehun si cassanova sekolah yang di incar seluruh siswi sekolah MANAPUN.

“kalian sudah saling mengenal?” appa dan aboji—calon mertuaku—sama-sama bangkit dari sofa dan menelanjangi kami, para anak yang akan di jodohkan, dengan tatapan bahagia dan excited sampai ada kembang api bertaburan di mata mereka.

Aku memutar tubuhku, memutuskan untuk kembali ke kamar dan teriak sekencang-kencangnya. Aku mungkin tidak cukup iman untuk menerima perjodohan ini, tapi ternyata imanku lebih tidak cukup ketika mengetahui calon suamiku adalah Sehun si Ulzzang idaman para remaja, dewasa, bahkan orang tua itu.

“AHAHAHAHA~ aku bahkan tidak pernah bermimpi akan dijodohkan denganmu.” Suara misterius itu kembali menusuk telingaku membuat darahku naik. Kali ini aku yang hampir stroke. Langkahku terhenti di dapur untuk menegak segelas air dingin yang mungkin akan membantu jantungku untuk bekerja lebih relax.

Aku menuangkan air dingin ke gelas kosong yang aku dapat secara seronok dari laci meja makan lalu membalikan tubuhku menghadap si sumber suara. “pergilah. Sebelum aku membunuhmu.” Kataku berusaha semenyeramkan mungkin sebari meneguk minumanku.

Sehun melirik ke belakang, kearah ruang tamu yang kini tengah ramai oleh suara tawa dari dua pasang orang tua bahagia itu. “aku diminta menyusulmu.” Ujarnya santai. “kalo aku kembali, aku malas sekali menjelaskan status kita sesungguhnya pada mereka.” Sehun menekankan kata ‘status kita’ sebari menatapku dengan tatapan ‘nakal’ yang membuatku ingin melempar kapak besar ke mukanya sampai terbelah 7.

Aku menatap Sehun tajam. Aku sungguh tidak bernafsu padanya. “ini adalah kejadian yang lebih besar dibandingkan bencana alam terberat sekalipun.” Aku menutup mukaku dengan kedua telapak tangan indahku yang dingin lalu menggeleng-gelengkan kepala panik. The real nightmare is upcoming.

Aku bisa merasakan aura mistik yang berasal dari tubuh seorang calon artis itu mendekat mengelilingiku. Sehun kini berdiri tepat dihadapanku. Aku tahu itu. Wangi parfum manly khasnya bisa aku cium dengan jelas. “hmm… apa kamu membenci perjodohan ini?” tanyanya lembut.

Aku membuka wajahku lalu menatapnya dingin. “maybe yes, maybe no.

Sehun mengangkat tangannya, membiarkan jari telunjuknya menyentuh dahiku lalu turun ke hidung sampai ke dagu. Sekarang kami benar-benar bertingkah seperti sepasang burung merpati yang di mabuk cinta dan penuh keromantisan.

Aku mematung atas perlakuannya. Aku yakin, semua orang akan merasakan gugup dan getaran aneh yang sama di dada ketika seorang Oh Sehun memperlakukan mereka seperti dirinya memperlakukan ku sekarang ini.

“maaf, aku tidak menolaknya.” Katanya membuatku sedikit bingung. “aku tidak bisa menolaknya karena omma yang memintanya. Omma yang memintanya dengan lembut sebagai permintaan terakhirnya di dunia ini.” Sehun menatapku dengan tatapan in pain yang aku tidak suka.

“m-maksudnya?” aku mendorong kecil dada Sehun yang semakin mendekat. Aku merasa Sehun seperti namja pervert yang haus kasih sayang dan siap menerkamku kapan saja, saat ini.

“kamu akan segera mengetahuinya.” Dan clear. Sehun menarikku kedalam dekapan tulangnya. Samar-samar aku bisa mendengar sesegukan halus darinya yang menenggelamkan wajahnya di bahuku. Oh god, kali ini aku harap ada seorang photographer profesional yang kebetulan lewat depan kami dan memotret kami dalam posisi seperti ini. Mungkin bisa di jadikan foto pra-wedding~ kkkk.

 

2 weeks later.

Aku sekarang mengerti kenapa kami di nikahkan lebih cepat, kenapa Sehun tidak menolak perjodohan ini dan kenapa aku tiba-tiba iba terhadap ommoni, mertuaku. Sehari setelah pernikahan kami kemarin, beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Aku pasti akan mengutuk diriku sendiri jika sampai ommoni meninggal sebelum kami menikah. Sebelum meninggal, beliau bertitip pesan kepadaku untuk menjaga Sehun seutuhnya dan sebagai istri yang baik tentu saja aku mengiyakannya dan Sehun pun mengiyakan bagiannya untuk menjadi suami yang baik bagiku dan APPA yang baik bagi anak-anak kami nantinya. Untuk kalimat terakhir, itu sedikit membuat bulu kudukku bukan sekedar merinding dan berdiri tapi nyaris kejang-kejang dan stroke kronis yang tidak tertolong. Aku tidak bisa membayangkan melakukan ‘hal’ itu dengan Sehun. Aku benar-benar tidak bernafsu padanya. Aku merasa seperti menikahi yeoja. Poor me.

Sekarang hari ke 20 aku menjadi istri Oh Sehun dan seisi sekolah kecuali Taeyong—konco rapetku—dan beberapa senior Sehun yang satu management dengannya, yang lainnya tidak tahu tentang pernikahan serius kami ini. Pernikahan kami masih di rahasiakan dari publik karena status Sehun yang akan menjadi artis dan umur kami masih terlalu muda untuk di sebut pasangan suami-istri. Selain itu aku belum cukup seterong untuk menerima caci dan maki dari fans-fans Sehun di sekolah kalau-kalau mereka tahu aku adalah istri sah-nya seorang Ulzzang yang tampan mempesona idaman sejuta umat dan calon artis keluaran manajemen terkemuka di Korea itu.

Aku dan Sehun sudah di migrasikan secara paksa di apartemen kecil di tengah kota sebagai hadiah pernikahan kami. Dalam kata lain kami sudah tinggal berdua. Hanya aku dan Sehun. Pada awalnya aku kira orang tua kami akan membiarkan Sehun ‘menyerangku’ dalam usia belum cukup matang ini dengan membiarkan kami tinggal berdua. Tapi ternyata Sehun sudah di beri warn penting dari appanya mengenai hal itu. Kami tidur di kamar yang terpisah dengan pintu yang bersebrangan. Ya, itu cukup membuatku lega karena ternyata aku baru tahun akhir-akhir ini bahwa si cassanova abadi itu ternyata sedikit yadong. Apa jadinya jika kami di sekamarkan? Bukan tidak mungkin aku akan terbius oleh rayuan… argh! Jangan bahas itu. Cukup. Aku belum cukup dewasa dan kuat iman untuk membahasnya.

CK~ aku membuka pintu kamarku slow dengan stelan sekolah lengkap, siap meluncur.

“loh, tempat nasi yang tadi di atas meja… kemana ya?” aku celingak-celinguk menelanjangi seluruh penjuru ruangan untuk mencari satu objek penting untuk pemadatan perutku saat makan siang nanti di sekolah.

Pandanganku freeze di satu objek bergerak yang sedang memakai kaus kaki di depan pintu masuk. Tersangka utama. “ya! Kembalikan bekal makananku!” aku berjalan mendekatinya.

Sehun menatapku datar. “ini milikku.”

“buatlah sendiri bagianmu!” aku meraih tasnya yang tergeletak liar di samping sepatunya yang langsung di cegah si pemilik tas.

“ini milikku, atau… bersiaplah nanti malam?”

Aku geram bukan main. Namja edan ini memang menyebalkan jika sedang mengancamku. Kalau saja aku tidak ingat Sehun punya duplikat kunci kamarku, aku sudah menerkamnya dan menelannya hidup-hidup saat ini. Eh… tapi kalau pun dia tidak punya kunci duplikat kamarku, aku tidak jadi menelannya hidup-hidup. Cukup aku menyandang status istri orang di usia muda, jangan sampai janda di usia terlalu dini.

arraseo!” teriakku garang. Moodku anjlok. Aku meringis keras seraya pergi meninggalkan Sehun seperti biasanya jika aku sedang kesal padanya. Menikah di usia remaja ababil seperti ini memang bukan keputusan yang tepat walau namja yang di nikahi seidaman Sehun sekalipun.

Aku tiba di sekolah terlambat 30 menit sedangkan Sehun sudah duduk manis di bangkunya dengan smirk kemenangan terlukis di wajahnya. Untuk sekilas info, aku dan Sehun itu sekelas. How perfect is my liiiiiiiiiife.

“YA! Hwang Sehyun! Kenapa terlambat?” Song sonsaengnim mengibas-ngibaskan penggaris kayu di tangannya ke depan mukaku dengan kibasan-kibasan tidak santai membuat perhatianku buyar berubah menjadi siaga 1 kalau-kalau beliau khilaf dan penggaris itu sukses mengenai wajah indahku. Tidak! Aku belum bertemu Lorenzo dan aku belum menika—well untuk yang satu itu lupakan.

“a-aku…” aku tidak bisa memfokuskan diri untuk mencari alasan karena penggaris kayu itu terus melayang-layang bebas di depan mataku. Sungguh mengerikan.

Song sonsaengnim mendesah panjang. “kamu! Ini adalah ke 1001 kalinya kamu terlambat.” Katanya lebaaaaay seperti biasanya. “kerjakan soal di depan ini, kalau kamu berhasil kamu bisa duduk.”

Aku melirik papan tulis. Disana… di papan tulis hina itu, berderet sejumlah soal dengan berbagai angka dan variabel mengerikan yang melambai-lambaikan salam kematian padaku. Matematika memang musuh terbesar dalam episode tahun ke 2 ini. Sempat terpikir, kalau saja aku adalah son goku di dragon ball aku akan sesegera mungkin berubah menjadi super saiya 4 lalu berfusion dengan bejita dan mengeluarkan jurus kamehameha maha dahsyatku untuk membasmi musuh-musuh salam kematian itu.

“Hwang Sehyun?” suara beliau membangunkanku dari mimpi di pagi hariku yang seru.

Aku menatapnya dengan tatapan menyerah. “aku… akan berdiri dengan tangan di telinga dan kaki di angkat di depan kelas, sonsaengnim.” Kataku pasrah. Hidup memang pedih, barudak. Tanpa di perintah aku berjalan menyimpan tasku di bangku kosong samping bangku Taeyong yang menatapku konyol lalu berjalan untuk memenuhi hukumanku pagi ini sesuai perkataanku pada sonsaengnim barusan.

Sekali lagi, hidup memang pedih, barudaaaak.

 

Baru kali ini aku sadar bahwa menikah membuat aku menjadi lebih menikmati hidupku di masa sekolahku yang sudah setengah jalan. Sebelumnya, aku selalu pemalasan dan menganggap bahwa menempuh pendidikan wajib 12 tahun adalah beban hidup terberat setelah beres-beres kamar.

Melihat Sehun membuatku bersyukur bahwa kami masih di bawah umur dan orang tua dari pihak manapun tidak ada yang menuntut untukku segera mengandung anak dariNYA. Aku masih bisa menikmati indahnya lika-liku kehidupan remaja ababil yang di rundungi daftar kecengan abadi di sekolah.

TENG~ istirahat. Jam favoritku sejak pertama kali mengenal sekolah.

Taeyong menarik kursinya merapat ke mejaku. “Sehyun-ah… kenapa kalian tidak berangkat sekolah bersama?” tanyanya dengan nada kepo khasnya.

“ogah. Mending aku berangkat sendiri. Sehu—” aku melirik keadaan sekitar. Ternyata suasana belum cukup aman untuk aku menyebutkan nama Voldemort secara terang-terangan. “… maksudku, supir baruku itu menyebalkan sekali. Kalo aku berangkat bareng dia, bisa-bisa aku terkena stroke di jalan.” Lanjutku gusar.

PUK~ sebongkah kepalan tangan mendarat bebas kepalaku. Kepalan tangan dari sang malaikat penjaga jamban. Sehun.

“supir baru?” si manusia menyebalkan itu bertengger di antara kami, aku dan Taeyong, menatapku intens dengan menirukan suaraku ketika menyebutkan kata ‘supir baru’.

Aku menatapnya datar. “kepo deh.”

Taeyong menahan tawa. “pergilah, Hun. Jongin dan Taemin sanbaenim sudah menunggumu di luar.” Taeyong menunjuk kearah jendela kelas paling ujung. Terlihat dua pemuda dengan tampang serupa sedang berdiri sebari mengibas-ngibaskan tangannya pada Sehun, menyuruhnya untuk segera bergabung dengan mereka.

Sehun menatap Taeyong datar lalu kembali melirikku. “annyeong, buin-ah.” Pamitnya genit kepadaku. Sehun memang hatam kalau masalah mempermalukan orang di depan orang.

Muka ku memerah. Taeyong tertawa.

 

-Sehun

Hwang Sehyun. Kecengan abadiku. Aku tidak pernah bisa berhenti untuk tidak mengecengnya, dia adiktif. Yeoja dengan lebih dari 1000 kepribadian, pemalasan dan menyebalkan. Aku benar-benar menyukainya sejak pertama masa orientasi siswa di sekolah ini.

Dulu, Sehyun dengan name tag ‘bulu ketek’, muka kusut, rambut berantakan datang padaku dan meminta tolong untuk di garukkan punggungnya yang sangat gatal. Aku tertawa sesaat lalu segera membantunya menggaruk punggungnya yang gatal itu. Ekspresinya lebih manusiawi ketika rasa gatalnya—mungkin—sudah mereda.

Ia menjabat tanganku secara paksa. “aku Hwang Sehyun. Terimakasih udah garukin punggungku.” Katanya saat itu dengan ekspresi sakaw.

Aku tersenyum. “nama kita hampir sama. Aku Oh Sehun. Senang berkenalan denganmu.” Balasku ramah.

Awal yang baik bukan? Yap. Awal yang sangat baik. Setelah kejadian itu kami sering bersama; makan siang bersama, bertukar cerita, saling mengeluh, dan masih banyak lagi. Hubungan kami semakin dekat ketika kami di kelaskan dalam satu kelas yang sama. Aku mulai bercerita tentang kehidupanku. Aku seorang trainee yang akan debut sebentar lagi, aku belum pernah mempunyai yeojachingu, aku ini… aku itu… bla… bla… bla… Sehyun menanggapi semua ceritaku dengan antusias dan memberikan timbal balik positif padaku.

Di tahun pertama semester 2, aku mendapat predikat Ulzzang. Rate fans ku meningkat drastis. Sehyun mulai jaga jarak denganku. Aku tidak menyukai caranya itu tapi seiring berjalannya waktu, kami menjadi jauh dan semakin jauh. Aku tidak tahu apa alasannya menjauhiku. Di tahun kedua awal, aku mulai membentuk hubungan baru dengannya. Aku mulai menjahilinya dan membuatnya geram sampai aku merasa kembali dekat dengannya.

Pada malam itu, 3 minggu sebelum pernikahan kami. Appa menawarkan perjodohan ini padaku. Aku tidak tahu siapa yeoja beruntung yang akan menjadi istriku nantinya, appa hanya bilang bahwa yeoja itu anak teman appa. Pada awalnya aku benar-benar menolak perjodohan ini. Tapi omma angkat suara dan aku tidak bisa menolaknya. Omma sakit keras dan aku tidak mungkin untuk tidak mengikuti setiap permintaanya karena bisa saja permintaannya itu adalah permintaan terakhirnya. Akhirnya dengan berat hati aku setuju.

Kami pergi mengunjungi rumah calon istriku sekaligus untuk membicarakan konsep altar kami—aku dan si yeoja beruntung itu—nantinya. Alangkah bahagianya ketika aku mengetahui bahwa yang akan menjadi istriku adalah Sehyun. Aku begitu bahagia sampai terbang ke langit ke 7.

Sehyun. Dia akan mendampingiku sampai mati. Aku benar-benar bahagia apalagi setelah appa memberitahu kami bahwa kami harus migrasi dan belajar tinggal mandiri di apartemen kecil di tengah kota, hadiah pernikahan kami. Aku tinggal berdua dengannya? Tidur sekasur? Aw aw. Sebagai namja normal, aku… sangat menyukai itu. TAPI…

“Sehun, ingat. Kalian belum cukup umur. Kalian tidur terpisah sampai lulus SMA. Jangan apa-apakan dia dulu, arraseo?” wasiat appa sebelum kami resmi migrasi.

ne, appa.” mau tidak mau aku harus mengikuti perintahnya dan melupakan pikiran kotorku yang sebenarnya manusiawi.

 

Skip.

Sepulang sekolah aku pulang lebih awal dari Sehyun. Aku mengajak Luhan hyung untuk menemaniku di rumah. Kami bermain playstation sampai nyaris mabuk dan Sehyun belum juga pulang. Aku akui, aku sangat khawatir. Sehyun memang bukan tipikal perempuan lemah seperti kriteria perempuan pada umumnya, harus dilindungi. Sehyun adalah master Aikido dengan tangan berotot ditambah muka sangar. Tapi bagaimana pun ceritanya, sekuat apapun Sehyun, dia adalah tanggung jawabku sekarang. Kalau sampai ada setitik cacat pada tubuhnya, itu akan menjadi tekanan batin besar untukku karena telah gagal menjaga istriku seutuhnya.

“kenapa, Hun?” tampaknya Luhan hyung menyadari tingkah gelisahku.

Aku melirik Luhan hyung dengan ekspresi cemas. “umm… kenapa Sehyun belum pulang ya?” tanyaku konyol.

Luhan hyung tertawa kecil sebari mengelus puncak kepalaku lembut. “sudah coba menghubunginya?” katanya gagu dengan bahasa Korea seadanya.

Aku sempat tidak mengerti dengan apa yang Luhan hyung katakan barusan, tapi aku meraba-raba dan memperkirakan kalimat yang mungkin keluar dari mulutnya sampai akhirnya aku memutuskan untuk berpura-pura mengerti. “emm…” aku hanya bisa mendengung panjang tanpa jawaban pasti. dan tampaknya lagi Luhan hyung mengerti bahwa aku tidak mengerti apa yang dikatakannya barusan. Ia meraih handphoneku yang tergeletak cantik di atas meja ruang tengah dan mencari nama Sehyun di kontak handphoneku. “ini…”

Calling Sehyung…

Aku reflek menggigit bibir bawahku keras selama proses menunggu-telepon-di-angkat berlangsung.

5 detik.

18 detik.

what’s wrong, Hun? You calling-calling me is so tumben.” Suara konyol itu akhirnya terdengar menyambut kegelisahanku.

Aku tidak bisa menjawab. Ada sepercik perasaan lega mendengar nada suaranya yang biasa saja. pertanda bahwa dia dalam keadaan aman damai tentram sejahtera sentosa.

“Hun? Hun? Se to the Hun? Hallloooohh???”

“hm… mau pulang jam berapa?” aku menahan geli ketika melontarkan pertanyaan tidak biasa yang keluar begitu saja dari mulutku ini.

Sehyun mendengung panjang. “aku udah di bis sih, mungkin 15 menit lagi aku sampe. Kenapa? Pengen nitip makanan?”

Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal dengan garukan ganas. “ani. Aku hanya takut… kamu…” aku berpikir sejenak. “… kamu lupa jalan pulang. Aku takut terlalu bahagia kamu tidak ada disini hahahaha~”

Sehyun langsung mereject sambungan telepon. Aku yakin dia geram. Ya setidaknya rasa gengsiku tertutupi.

gomawo, hyung.” Aku menepuk paha Luhan hyung keras.

Luhan hyung tersenyum lembut. Senyuman khasnya yang membuatnya semakin terlihat tampan dan angelic. “aku pamit kalau begitu.”

Aku mangut-mangut lincah. “sampaikan salamku pada seluruh member.”

Sepeninggal Luhan hyung suasana rumah menjadi sepi. Aku merebahkan tubuhku liar di atas karpet ruang tengah sebari menatap foto pernikahanku yang terpajang imut di atas televisi. Foto kami berdua dengan ekspresi datar yang terkesan dewasa. Aku jadi ingat komentar Sehyun saat foto itu baru datang 4 hari yang lalu…

“aaaah~~ ini… harusnya disini Lorenzo!” Sehyun menunjuk-nunjuk kasar wajahku yang terpampang menakjubkan di figura besar yang mempack foto pernikahan kami.

Aku mengerutkan keningku seraya meringis pelan. Terang saja tampangku kalah jika di bandingkan dengan tampang imut pembalap motor juara dunia itu.

“kenapa muka kita terlihat seperti muka habis ujian fisika ya…”

Aku ikut memperhatikan ekspresi kami dalam bingkai foto elegan yang kini sudah bertengger cantik di dinding di atas televisi.

“haaah~ apa jadinya kalo temen-temenku main kesini dan liat foto ini…”

Aku mulai riskan dengan mulut Sehyun yang terus bergerak mengomentari segala hal yang bersangkutan dengan foto pernikahan kami itu.

“Hun, ini… kenapa mata kamu keliatan sipit banget sih? Mataku jadi keliatan belo’ like an idiot try to figure something hard to figure…”

Sehyun memang pandai membuat orang frustasi.

 

-Sehyun

i’m cooommming hoooommeee… i’m coooommming home… tell the world i’m commiiiinnnggg home…” langkahku terhenti di ruang tengah dimana tergeletak sesosok malaikat penjaga jamban dengan mata terpejam dan badan meringkuk di atas karpet. “korban bencana apaaaa dia, ya tuhan. Mengkhawatirkan sekali.” Aku turut prihatin atas kenyataan yang di terima Sehun bahwa image Ulzzangnya punah saat ini.

“HATCHIII~~” Sehun terbangun dari tidurnya dengan mata dan hidung yang memerah.

“tidur di kamar, Hun.” Aku menyimpan tasku di atas sofa lalu beranjak menuju dapur untuk mencari setetes air teh hangat dan sebongkah gula yang akan aku campur aduk menjadi teh manis hangat.

Sehun menatapku sekilas lalu berjalan sempoyongan masuk ke kamarnya dan ambruk melanjutkan petualangan mimpinya. Wajahnya terlihat bodoh dan konyol. Seharusnya tadi aku mengabadikannya dalam bentuk selembaran yang mereka sebut foto, tapi sayang jarakku dengan polaroidku sangat jauh dan handphoneku habis batre. Nasib memang selalu berbeda pendapat dengan rencana di otak.

Aku mengaduk teh di gelas dengan pikiran kosong. Aku menatap Sehun yang terbaring asal di atas tempat tidurnya. Dia tidak menutup pintu kamarnya dan membiarkan aku menikmati pemandangan langka dari dapur.

Tanpa sadar, kakiku berjalan mengikuti kemauan hatiku menuju kamar Sehun. Aku duduk di samping tempat tidur dan membenarkan letak kaki Sehun yang sembarangan. Ku tarik selimut sampai menutupi setengah tubuhnya. Wajahnya terlihat konyol dan damai. Alisnya saling bertautan, giginya menggertak pelan. Seperinya ia sedang bertempur melawan pasukan hamtaro kesurupan di alam mimpinya. Aku menggerakkan tanganku menyentuh kepalanya, mengelus rambut lembutnya, pipinya, tulang rahangnya, lehernya sampai punggungnya. Aku mengecup keningnya lama. Gosh, i can’t keep it anyMOOOORRREEE. Perasaan konyol itu selalu datang tanpa diundang dan mericuhkan detak jantungku, menaikkan suhu tubuhku serta merta memacetkan kerja otakku.

Dulu, aku dekat dengannya. Sangat nyaman berada di sampingnya, mendengar ceritanya, keluhannya… tertawa bersama, konyol bersama… sampai aku menyadari satu hal yang tidak mungkin terwujud terjadi dalam diriku. Aku ingin menjadi seorang yang spesial baginya di saat banyak orang-orang yang lebih baik bersaing denganku untuk mendapatkannya. Aku mundur sampai nyaris tidak melihat jalan di belakangku dan jatuh ke jurang penuh duri yang menusuk dadaku bertubi-tubi. Dramatisir memang. Tapi itulah yang aku rasakan sampai saat ini. Aku masih mencintainya. Dan membencinya karena aku selalu gagal move on darinya.

“Seh…” Sehun terbangun dan aku masih mengecup keningnya.

Aku melepas ciumanku di keningnya lalu tertunduk dan bangkit beranjak keluar kamar. “selamat tidur.” Kataku sebelum aku menutup pintu kamarnya.

Oh Sehun. When love is just a word. When love is not a feeling. When love doesn’t even exist. I still can feel you ruin every piece of my day. Thank you.

Hari ini secara tiba-tiba aku merasa mabuk tanpa pengaruh alkohol.

***

 

 

A months later.

Tak terasa, sebulan sudah aku menjalani lika-liku hidup berumah tangga dengan manusia yang di juluki milky skin oleh teman seartisnya itu.

Lambat laun hubungan kami menjadi aneh. Terkadang so sweet, kadang penuh ketegangan dan kadang datar. Tergantung mood. Biasanya aku selalu menularkan bad mood pada Sehun dan Sehun selalu menularkan yadong moodnya padaku sehingga kami menjadi bergosip yadong tentang anak-anak sekolah, seperti dulu. Dulu, saat kami masih dekat. Sangat dekat.

Sinar mentari pagi menerpa wajahku bertubi-tubi tanpa toleransi. Ingin rasanya aku teriak pada matahari ‘INI HARI MINGGU GEMBEEEEEL!!!’ tapi percuma. Hanya orang bodoh yang melakukannya dan aku bukan salah satu dari orang bodoh tersebut.

Aku merasakan deruan nafas ekstrem seseorang menerpa leher jenjang indahku dari belakang. Radar bahaya berdering keras di otakku dan perutku. Untuk bagian perut… itu aku lapar.

Aku berbalik perlahan untuk memastikan bahwa deruan nafas itu berasal dari hidung manusia dan bukan dari hidung seekor naga. Sehun terlelap dengan damai meringkuk di belakangku. Mukanya memerah dan bibirnya semi menggigil.

“Hun?” aku menepuk pipinya pelan.

Matanya terbuka histeris. “aku hari ini ada latihan jam 2 siang. Tapi aku kurang enak badan, Seh.” Keluhnya tanpa diminta.

Aku menatapnya iba. “kamu dari kapan pindah ke kamarku?”

“tadi subuh. Dingin, Seh… kaya di kutub.”

Aku meraba keningnya dan mendapati suhu teko mendidih yang membuatku sedikit panik. “kamu panas, Hun. Aku telepon Junmyun oppa deh ya? Kamu tidur aja hari ini.” Aku bangkit dari tempat tidur dengan terburu-buru untuk mencari handphone Sehun.

“Seh, aku latihan aja. Bulan depan aku debut, kalo aku hari ini absen… mati aku.” Sehun menahan tanganku kuat. Tenaganya masih sama dalam keadaan apapun.

“terus gimana dong?”

Kami terdiam. Sepintas aku ingat perkataan Taeyong yang menyeramkan beberapa minggu lalu.

“Seh, kemarin aku cerita-cerita sama Hyori. Katanya kakaknya sakit pas besoknya mau sidang skripsi, eh pacarnya dateng nengok terus mereka ppoppo dan kakaknya baikan dong. Katanya ppoppo itu selain enak juga mengobati.”

Serasa ada bunyi gong besar menjadi backsound pikiranku saat ini. Ah~ aku tidak mungkin meppoppo Sehun. Yeoja macam apa yang nyosor duluan seperti itu. Tapi sebenarnya okay aja sih aku nyosor duluan wong aku istrinya. Tapi tetap saja!!! harga diriku bakalan turun bermilyar-milyar kalau itu terjadi.

Aku melirik Sehun yang masih menggigil. “Hun, udah minum obat belum?”

Sehun mengangguk cepat. “penurun panas sama vitamin C. Aku tidak tau apakah kedua obat itu bisa di minum bersamaan atau tidak, tadi aku panik. Jadi di minum dua-duanya.” Jelasnya panjang lebar.

“jam berapa kamu minum? Udah ukur suhu belum?”

Sehun kembali mengangguk. “tadi 39˚, minumnya sejam yang lalu ada-lah.”

Harusnya panasnya sudah turun. Tapi sepertinya tidak menunjukkan adanya penurunan. Suhu efektif tubuh untuk mengabsorbsi obat itu 38˚ dan suhu Sehun 39˚. Berati bukan suhu efektif dan ada infeksi serius di tubuhnya.

5 hours later. 01:18pm. Living room.

Suhu tubuhnya menurun setelah makan semangkuk penuh bubur buatanku dan minum 8 gelas air hangat. Sehun tidak mau di kompres karena basah dan dingin. Tingkahnya manja saat sakit dan menjadi lebih childish. Tapi aku terima dengan lapang dada karena dia sekarang sudah menjadi tanggung jawabku untuk di rawat sebaik mungkin.

“kamu perlu istirahat hari ini.” Kataku ketika manusia menghenaskan di hadapanku ini membuka mata merahnya pelan.

Sehun menggeleng pelan. “bulan depan, Seh. Aku takut aku mengecewakan nanti kalo hari ini tidak latihan.”

“masih ada hari-hari besok. Jadwal latihanmu padat, kan?”

“aku tetap latihan hari ini.” Manusia keras kepala itu bangkit dari tidurannya di sofa dengan kedua tangan memegangi kepala seraya meringis pelan.

Kata-kata Taeyong kembali berkulibat di otakku. Ppoppo juga mengobati. Tentu saja ppoppo yang di maskud bukan hanya sekedar ppoppo yang 2 detik sudah beres.

Aku menatap Sehun sedih. Sehun terus memegangi kepalanya yang aku bisa yakini sangat pusing. ARGH! Tapi bagaimana jika ternyata perkataan Taeyong itu tidak berefek pada Sehun? Mau di taruh dimana mukaku?!.

Sehun beranjak kembali ke kamarnya untuk berganti baju dan mengambil tas. Aku menunggunya didepan pintu masuk rumah dengan gugup. Aku tidak mau dapat kabar Sehun pingsan saat latihan. Nanti teman-temannya pikir aku menterlantarkannya yang sedang sakit untuk pergi latihan. Oh… my. Berikan aku penerangan seterang-terangnya, oh tuhan.

CK. “aku pergi ya.” Sehun keluar dari kamar sudah lengkap dengan stelan kecenya ditambah muka super pucatnya yang membuatnya terlihat seperti mayat hidup ketimbang pangeran sedang sakit. Ia berjalan kearahku dengan langkah gontai. Sesekali ia meringis memegangi kepalanya yang terasa pusing.

Baiklaaaah. “Hun. Jangan berpikir macam-macam. Ini sebuah saran untuk menyelamatkanmu dari kutukan maut yang mereka sebut demam.” Aku mengunci kepala Sehun dengan kedua tanganku.

Sehun menatapku sayu. Ia tidak tersenyum sama sekali. Wajahnya sangat pucat dan terlihat tidak bersemangat.

Aku mendekatkan wajahku sampai hidung kami bertemu. Sehun masih pada ekspresi yang sama.

mwo?” tanyanya mabuk.

Aku menggigit bibir bawahku lalu menelan ludahku bulat-bulat seraya menutup mataku paksa.

Chu~

Aku tidak mendaratkan ciuman di bibirnya. Tapi si orang sakit yang inisiatif bertindak lebih dulu. Syukurlah, harga diriku tidak jadi turun seribu.

Sehun menciumku lembut. Ya rongga mulutnya PANAS! aku serasa meminum air panas tanpa mencampurkannya dengan air dingin. Tapi jujur… aku me-nik-ma-ti-nya. Dan aku rasa suamiku juga menikmatinya. Blushing——extra!.

Our first-kiss, didepan pintu masuk rumah dalam keadaan darurat.

Sehun mengakhiri ciuman kami dan wajahnya tampak lebih manusiawi sekarang. Ia tersenyum menatapku dan mengecup sekali lagi bibir indahku. AW MYYYYYY!!!!! Kenapa aku begitu senang? Aku harap Sehun sakit setiap hari hahaha~ ups! Doa sesat. Seharusnya aku mendoakannya sehat setiap hari. Yaaaaa! Ada apa denganku! Kenapa semua menjadi capruk begini?!.

thanks fo yo help, darl.” Ujarnya pelan sebelum pergi meninggalkanku yang masih mematung menatapnya dengan tatapan memuja. Sepertinya Sehun tau tentang pengobatan ppoppo itu.

Pintu tertutup, Sehun sudah pergi. Aku melirik jam. Kami ppoppo selama… 19 menit dan rasanya seperti gempa bumi. Aku menari-nari seperti orang idiot, tersenyum seperti orang bodoh dan tertawa seperti orang gila. Ternyata menikah tidak seburuk perkiraanku, apalagi yang jadi suaminya Oh Sehun. Lorenzo? Lewaaaaat hahaha~

Aku mulai kehilangan akal sehatku.

 

11:00pm.

Sehun belum pulang. Aku panic at the disco. Apa Sehun tidak bisa pulang lebih cepat dari yang lain? Dia masih sakit.

Aku duduk di atas tempat tidur Sehun sebari mengetuk-ngetukan kaki, gelisah. Aku ingin meneleponnya tapi mengingat kejadian sebelum dia pergi tadi, aku malu menghubunginya. Sangat malu dan begitu malu untuk sekedar mendengar suaranya.

Aku menatap langit-langit kamar Sehun yang aku hiasi dengan sticker dinosaurus. Tiba-tiba aku teringat tugas fisika yang belum aku kerjakan sedikit pun. Ah, akan lebih baik menunggunya sambil mengerjakan tugas.

3 hours later.

Mataku sudah tidak bisa diajak kompromi. Aku sudah tidak sanggup menghadapi kenyataan ini.

“ah~” aku menutup buku fisikaku yang sudah keriting karena kehujanan lalu melirik pintu masuk yang masih tertutup. Kapan dia pulang?!.

Aku menenggelamkan wajahku di antara lipatan kedua tanganku di atas meja dan terlelap.

 

 

DRRRT~ DRRT~ Taeyong is calling…

“um?”

“udah jam setengah 7 masih tidur aja?”

Aku melirik jam dinding di kamarku. Jam setengah 7. Oh sh*t maaaan!!!.

“aku meluncur!”

Aku bangkit dari tempat tidur dengan tergesa-gesa. Eh… aku di kamar? Kapan aku pindah? Apa aku sleep walking? Atau Sehun… OOOOOOWWWWWW. Aku menutup mulutku seraya menyipitkan mataku konyol. Sehun menggendongku sampai ke kamar?

“Hun?” aku berjalan keluar keluar kamar dan membuka pintu kamar Sehun pelan untuk memastikan si pemilik kamar sudah pulang dan masih meringkuk.

Benar. Sehun masih tertidur dengan posisi… mengerikan; Selimut terjuntai menutupi bagian kiri tubuhnya, bajunya terangkat sampai perutnya liar kemana-mana, mulutnya menganga dan ada air terjun menghiasi sudut bibirnya. Tampaknya dia sudah baikan.

“HUN! SEKOLAH?” aku mengguncang-guncang tubuhnya ekstrem.

Sehun membuka kedua matanya tanpa merubah keadaan tidurnya. “iya.” Katanya serak.

Sssrrrt.

Sekarang kami berdua sudah siap berangkat sekolah. Jam dinding menunjukkan pukul 8 lebih 15 yang menandakan kami mustahil masuk dalam pelajaran pertama.

Aku memakai sepatuku tidak santai sedangkan Sehun sudah siap, berdiri di sampingku, menatapku datar. Suasana sedikit awkward ketika aku teringat kejadian kemarin di tempat dan posisi yang sama dengan tempat dan posisi kami saat ini.

kaja.” Aku menarik tangannya rusuh. Untuk pertama kalinya, kami… berangkat sekolah bersama.

Setibanya di sekolah, ternyata guru tidak ada dan posisiku sebagai siswi teladan (baca: sebaliknya), aman.

“ada tugas?” aku menarik kursiku di samping Taeyong sangar.

Taeyong menggeleng cepat. “kita murni bebas. Ada pelajaran nanti setelah istirahat, tapi kita tidak diijinkan keluar kelas.” Jelasnya.

“Seh,” seseorang menepuk bahuku keras, mengalihkan perhatianku.

Aku melirik si penepuk yang ternyata Buyong, siswi terimut satu sekolah yang juga teman sekelasku. Kelasku memang kelas idaman para remaja ababil. Ada 2 Ulzzang di kelas kami yang selalu di jodoh-jodohkan karena mereka memang cocok dan belakangan ini selalu bersama. Ya… co——-cok dan selalu ber—-saaaaaa—-ma. Sainganku terlalu berat. Saingan? Oke, aku harus mulai menerima kenyataan bahwa aku sedang berencana memperjuangkan Sehun untuk menjadi pacarku. Maksudku, untuk kembali dekat denganku seperti dulu.

ne?” aku balas menatapnya serius.

“kamu tadi pergi sekolah bareng Sehun?”

AAAAAW. Tiba-tiba hatiku menjerit ekstrem. Padahal kami sudah sebisa mungkin berjalan berjauhan agar tidak terkesan berangkat bareng, tapi kenapa Buyong masih menyadarinya? Bahkan Taeyong si miss Kepo aja no comment.

Aku melirik Sehun yang kini tengah mengobrol dengan beberapa konconya di kelas. Mereka tertawa lepas dan Sehun terlihat bahagia hari ini. Dia sudah tidak sakit. Obatku mujarap hahaha~

“umm… tidak. Kenapa?” aku kembali menatap Buyong yang mengerucutkan bibirnya.

ani. Oh ya… dari kemarin Sehun susah aku hubungi…” ia menarik bangku didepanku dan Taeyong. “aku khawatir. Biasanya ia membalas pesan atau mengangkat teleponku… tapi kemarin tidak. Tadi pagi aku menunggunya di halte bis, tapi tidak datang-datang.”

Bunyi ribuan panci jatuh ke lantai menjadi backsound perasaanku saat ini. Menghubungi? Membalas pesan? Mengangkat telepon? Nunggu di halte bis? Ada apa dengan mereka? jangan-jangan mereka….

“k-kalian… pacaran?” tanyaku hati-hati.

Buyong mengangguk cepat. “sudah dari 2 bulan lalu. Hehe…”

Aku baru tau rasanya patah hati yang paling menyakitkan. Rasanya seperti… melihat omma membakar akte kelahiranku di depan rumah dengan tawa mistik a la nenek-nenek penyihir di kartun-kartun.

jinjja? Siapa yang menyatakan perasaan?” Taeyong menarik tangan Buyong yang hendak berdiri dengan segenap rasa kepo melandanya. Ya, kepo memang sudah mendarah daging pada diri Taeyong.

“… tanya aja Sehun.” Ujar Buyong misterius yang membuatku ingin membakarnya hidup-hidup.

Buyong pergi meninggalkan aku dan kegalauanku. Aku melirik Sehun yang ternyata sedang menatapku dengan tatapan oh i’m so curious yeaaaaah atas obrolanku dengan Buyong.

God… imma Buyong’s boyfriend’s wife. How could it be?

Taeyong menepuk pundakku ke bapakan (?). “aku ada gosip tentang dia. Sebenernya aku udah tau berita Sehun dan Buyong dari 3 minggu lalu, sebelum kalian resmi meni—njalin hubungan formal yang sakral itu. Jongin sanbaenim bilang itu bohong. Sehun tidak pernah menerima ajakan kencan Buyong, tapi mereka pernah kencan sekali dan itu karena Sehun berhutang pada Buyong. Mereka tidak pacaran. Tenanglah.”

Perkataan Taeyong memang 100% bisa di percaya. Kekepoannya membuahkan hasil memuaskan, tapi itu bukan akhir dari sakit hatiku. Jika di bandingkan secara fisik dan bla… bla… bla… aku dan Buyong bagaikan pinang di blender. Begitu mirip jika dilihat dengan mata tertutup.

Aku melihat Sehun berjalan keluar kelas dan Buyong mengikutinya dari belakang. Aku kepo cyiiiin, ikutin aaaaah~~.

“Tae, aku ke tiolet dulu ya” aku menepuk punggung Taeyong yang masih menatapku dengan tatapan kebapakan (?).

“baiklah, nak.”

Aku berjalan pelan mengikuti mereka berdua. Sehun berhenti di balkon dekat tangga lalu berbalik dan nyaris menatapku kalau saja aku terlambat 1 detik untuk berlindung di balik dinding yang bisa di pakai untuk berlindung.

“kenapa?” tanya Sehun datar pada Buyong yang berdiri di hadapannya.

“kamu berangkat bareng Sehyun?” suara Buyong terdengar bergetar.

Mungkin Sehun mengangguk atau bagaimana, aku tidak bisa melihat wajahnya karena perlindungan maksimalku.

“aku menunggumu di halte bis dari jam 6 sampai setengah 7 tau.” Buyong menghentak-hentakkan kakinya manja.

Sehun berdehem pelan. “mianhae.”

APA?! Sehun meminta maaf? Ini pertanda buruk.

“lain kali balas pesanku jangan menghilang lagi. Aku khawatir.”

Aku mengintip sedikit untuk memastikan aku tidak salah orang. Mungkin saja nama Sehun ada 2 di sekolah ini, kan?

Sehun mengelus puncak kepala Buyong lembut lalu tersenyum. “arraseo. Jangan cemberut lagi?”

Buyong mengangguk cepat.

Hidup memang pedih, barudak.

Mereka berjalan mendekat kearahku dengan tangan Sehun melingkar di pinggang Buyong. Mereka melewatiku begitu saja. Sehun brengsek, atau mungkin aku yang tidak tahu diri?

Aku berjalan lesu menuju kamar mandi. Kenapa jalan hidupku rumit sekali? Terjebak dalam cinta terlarang dan pernikahan konyol hasil perjodohan orang tuaku? Sekarang… aku harus menerima kenyataan riskan bahwa suamiku sudah punya PACAAAR? HEEEEEEE!!! Dalam keadaan aku mulai mamprang mencintainya!.

And when my world has fallin’ apart and there’s no light to break up the darks, that’s when i… i look at you.

Aku… cemburu. I’m jealous. Would he notice my jealousness?

Aku berlari kembali ke kelas dengan muka lusuh. Keadaan kelas masih sama. Ribut dan hebring.

“Tae, pulangnya kita ke Lotte yu?” Aku memeluk tubuh Taeyong dengan pelukan excited.

“ah, aku harus bantu omma jaga toko. Mending temenin aku, kita ngeceng om-om kece lagi.” Taeyong memutar-mutar ballpoint di tangannya khusuk.

Mataku berangsur memanas dan berkaca-kaca. “Tae…” aku menenggelamkan wajahku di bahu Taeyong yang mengerti atas tingkahku.

Taeyong menggiringku menuju tempat nongkrong anak gaul di atap sekolah yang super gersang. Ia memang sahabat tiada dua. Aku menangis dalam diam dan Taeyong ikut menangis karena merasakan apa yang aku rasakan. Kebetulan, kita memang sepengalaman dalam hal sakit hati. Kurang klop apa coba persahabatan kita….~~~!

Aku sudah menceritakan semuanya secara lengkap dan akurat pada Taeyong. Dia sempat mengutuk Jongin karena berbohong. Tapi mungkin Jongin berbohong karena Sehun yang menyuruhnya. Bisa jadi. Ya, ambil positifnya saja walau kenyataan memilih negatif.

“aku pengen cerai, Tae.” Secara mengerikan, kata-kata terlarang itu keluar dari mulutku. Wajar saja kata-kata itu meluncur lepas dari mulutku. Aku masih remaja dan emosiku labil seperti anak-anak.

“jadi sudah memutuskan untuk kembali mencintainya?” tanya Taeyong di sela sesegukannya.

Aku mengangguk. “kemarin kami berppoppoan. Kemarin Sehun sakit dan maksa untuk latihan.”

you did the ppoppo medicine? Wow! Gimana rasanya ppoppo sama suami sendiri?”

Aku menatap Taeyong geli. Seketika rasa sedihku hilang. Taeyong memang selalu membuat kesedihanku hilang terbawa angin, tapi mungkin kali ini kesedihan itu akan kembali lagi. “amazing. Walau bukan yang pertama tapi kaya yang pertama hahaha~ envy me, hu?

“umm… aku belum bilang ya? Aku sama Junmyun, temen Sehun yang waktu di acara resepsi pernikahanmu numpahin spagetinya sepiring penuh ke dalem tasku, lagi pendekatan.” Segurat garis merah mewarnai kedua pipi chubby Taeyong yang selalu chubby walau tubuh Taeyong sekarang hanya sebesar sapu lidi.

“Junmyun? Oh leader member M1 eh, Exo K? Aku lupa mukanya. Yang aku ingat cuma Jongin.” Terang hanya Jongin. Manusia kelabu itu selalu berkeliaran liar di sekitar kelas kami dan mengganggu Sehun. Dia adalah senior gila kami yang baru saja kehilangan akal sehatnya karena bulan depan akan debut.

Taeyong mengeluarkan handphone dari sakunya dan menunjukkan foto si Junmyun yang menjadi screen handphonenya. “angelic banget kan mukanya? Ngeliat dia tuh serasa dunia tanpa perang… rumah tanpa amarah omma dan sekolah tanpa guru matematika-fisika.” pujinya lebay.

“lumayan.” Responku. “masih bagusan lakiku kemana-mana.”

DRRRT~ you have one message from X factor! Yang baru saja di puji, mengirim pesan.

Bip.

 

Dimana? Kelas bubar, hari ini tidak ada mata pelajaran. Guru rapat dadakan.

 

Aku melengos pelan. Tiba-tiba kesedihanku kembali mendarat padaku. “Tae, ini Sehun yang selingkuh apa aku yang selingkuhan?”

Taeyong menatap mataku dengan tatapan aneh. “kalo jadiannya dari 2 bulan lalu… kamu kayanya selingkuhan deh.”

Aku tertawa kecil. “ke kelas yu, kata Sehun hari ini tidak ada mata pelajaran. Kita pulang.”

 

Aku berjalan sempoyongan sebari menendang batu-batu kecil di sepanjang perjalanan pulangku menuju rumah aboji. Hari ini aku memutuskan untuk pulang ke rumah mertuaku dan tidur di sana untuk beberapa hari karena orang tuaku sedang di luar kota dan aku tidak punya tempat galau lain selain rumah keluarga Sehun yang baik sekali.

“kenapa tidak mengajakku?” suara Sehun tiba-tiba terdengar tepat di samping telingaku dengan volume menggelegar yang bisa membunuh orang.

“AISH!” aku menutup kedua telingaku kesal. Manusia ini memang menyebalkan. “ngajak apa?”

“ngajak pulang ke rumah appa.” sekarang kami berdua berjalan berdampingan.

“aku sedang ingin sendiri.” Aku berjalan lebih cepat.

Sehun menggenggam pergelangan tanganku keras. “aku tau kamu nguping waktu aku dan Buyong bicara di dekat tangga.”

Aku berbalik, menatapnya datar. “so?

Sehun melepas tanganku perlahan. “…dan kamu menangis di atap sekolah dengan Taeyong. Aku mendengar semua percakapan kalian.”

Aku terdiam. “itu… aku…” kataku gagu. Dia mendengar percakapan kita? Dia dengar ketika kami membahas soal ppoppo spectacular kemarin? Aku pengen cerai? Aku mencintainya daaaaaan…. masih banyak lagi?!. Tuhan, cabut nyawaku sekarang!

“dan mendengar kamu ingin… kita ber… cerai.”

Aku menatapnya sedih. “itu… lupakan saja. Aku tidak akan menceraikanmu,” karena aku mulai menyukai statusku sebagai istrimu. “maklum ababil.” Lanjutku datar. Tanpa sadar aku mengakui bahwa aku galau karenanya sampai ingin bercerai.

Sehun terdiam dan menatapku dalam. Tatapan yang mudah diartikan tapi sulit dijabarkan. Tatapan dalam yang aneh dan selalu membuatku tegang. Melihat Sehun marah memang bukan kali yang pertama, sebelumnya Sehun pernah mengamuk karena celana kesayangannya kelunturan saat aku cuci asal. Dan amukannya sungguh… maha dahsyat mengerikan. Seperti anak kecil yang kesurupan sekaligus kehilangan otaknya. Seperti son goku saat berubah menjadi great ape. Tapi kali ini… berbeda. Dalam diam aku bisa merasakan ada aura aneh yang menakutkan keluar dari tubuhnya.

“jangan marah.” kataku pelan membuat Sehun mengubah tatapannya. “semuai ini adalah kewajaran yang akan dialami seorang istri ketika mengetahui suaminya…” lanjutku menggantung.

Sehun menarikku kedalam dekapannya. Sekarang kami seperti pasangan ababil yang sedang bertengkar dan bermaafan di pinggir jalan. Apa Sehun tidak berpikir ini masih dekat dengan sekolah? Bisa saja teman-temannya melihat ini semua? Bisa saja Buyong melihat ini semua.

mianhae.” Ujarnya pelan dengan nafas cepat.

Aku bisa merasakan detak jantung Sehun yang tidak santai. “mwoga mianeunde?”

“aku hanya membayar hutangku padanya.” Jelasnya tiba-tiba yang membuatku bingung. “Buyong. Dia tau aku denganmu dijodohkan dan sekarang sudah menikah.”

Kalau ini sinetron atau drama series, mungkin backsound kami sekarang adalah JENG JENG!! Dengan mukaku yang terkejut di close up lalu zoom in-zoom in-zoom in sampai penuh menghiasi layar TV.

Aku melepas pelukan Sehun. “gimana bisa tau?”

Sehun tampak frustasi. Keadaan mencair. “kaja, aku ceritakan di rumah appa.”

Kami berjalan dengan langkah rusuh menuju rumah aboji. Ah, Buyong memang pintar memanfaatkan situasi.

 

“pada awalnya, Buyong pernah bertemu mendiang omma di mini market dekat rumah dan omma tanpa sengaja menceritakan aku, kamu dan perjodohan kita. Sempat tidak percaya, beberapa hari lalu dia melihat aku dan kamu pulang ke tempat yang sama. Dia menanyakan pada ahjuma tetangga kita tentang kita dan ahjuma itu menjawab dengan manisnya, mereka pasangan muda yang baru saja menikah dan pindah disini.” Sehun menirukan suara ahjuma itu dengan nada lucu dan segenap rasa kesal mengelilinginya.

“dan hubungan kalian adalah bayaran tutup mulut?” tebakku histeris.

Sehun mengangguk dengan mata menerawang luasnya langit diatas.

g-gomawo” ya. Aku memang harus berterimakasih padanya karena menyelamatkanku dan statusku.

Kami tiba di tempat tujuan dengan cepat. Aku memutar kenop pintu masuk rumah aboji dan mendapati keadaan rumah seperti kapal pecah.

appa?” Sehun berjalan masuk meninggalkanku yang masih membuka sepatu.

“AH! SEHUN, dengan Sehyun kesini?” suara aboji terdengar excited, mirip suara dubbing santa claus di film-film dubbingan. Lama-lama namaku terdengar seperti versi alay dari nama Sehun.

Aku beranjak menyusul Sehun untuk menyapa mertuaku yang baru menduda itu kemudian kami diusir secara menghenaskan untuk stay di kamar Sehun karena ternyata rumah sedang dalam proses pembersihan. Memang tidak tepat waktu.

Kami berdua mendarat cantik di kamar Sehun yang berantakkan dan aku kegirangan sendiri bisa masuk secara mentah-mentah ke kamar Sehun yang mendapat predikat tempat no 1 yang ingin di liput sekolah. Kamar Ulzzang kami hahaha.

“kenapa senyum-senyum?” Sehun melempar tasnya keatas tempat tidur lalu menarik kursi meja belajarnya dan mendudukinya tidak santai.

Aku menggeleng cepat. “kita beresin kamar kamu yuk? Sebelum lanjutin gosip tadi.”

Sehun menatapku malas. “ah~ nanti aja”

Aku menarik tangan kurusnya untuk berdiri. “kaja!!!”

A few minutes later.

Sehun is perfect. Perfect guy i’ve ever found. He got everything on him; Tall, milky skin, drop-dead gorgeous face, tasty lips, nice forehead, silky hair, lovely smile, lovable smirk and… he’s good kisser tho~.

Entah otakku yang mulai turun kapasitas atau yadongku yang semakin meningkat. Melihat sosok Sehun dengan rambut semi basah karena berkeringat, pipi memerah dan nafas terpengah-pengah membuatku… ahahahahaha~ ingin menciumnya. Okay, mungkin ini terdengar gila. Well, siapapun yang melihatnya dalam keadaan seperti ini, pasti akan merasakan hal yang sama. Pasti mereka juga akan ter… rang… sang. Argh!

Kami baru saja selesai membereskan kamar Sehun yang semula lebih mirip kandang sapi ketimbang kandang manusia. Sekarang kamarnya lebih kamar-wi (kalo manusia, manusiawi).

“apa yang Buyong katakan padamu pas di kelas tadi pagi?” Sehun membuka topik tanpa basa-basi, seperti tidak mengijinkanku menikmati lebih lanjut sosok eksotisnya.

Aku mengangkat kedua alisku tinggi-tinggi. “katanya kamu sama dia udah jalan 2 bulan.”

Sehun melirikku terkejut. “2 bulan?”

Aku mangut-mangut sok imut. “ho’oh.”

Sehun meringis jijik. Entah jijik pada Buyong atau jijik pada ekspresiku saat ini. “kita baru seminggu.”

“seminggu?” ulangku pelan. “udah ngapain aja kamu seminggu selingkuh sama dia?” aku menendang kakinya pelan.

Sehun menatapku dengan tatapan aneh. Kedua pupilnya yang membesar terlihat jelas karena posisi duduknya kini berlawanan dengan sinar matahari sore yang masuk lewat jendela kamar, membuatku sedikit heran. Seharusnya pupil mengecil saat tertimpa cahaya, ini… kenapa malah membesar. Ah~ aku harus segera konsul pada mbah Taeyong yang tahu segala-galanya.

 

-Sehun

Aku menatapnya yang kini tengah duduk dengan kaki menyilang diatas tempat tidur. Manis. Tidak ada garis cantik sepersenpun pada wajahnya. Ekspresinya membuatnya terlihat aneh—unik. Senyumnya yang lebar membuatku selalu ingin menggigit pipinya yang lumayan chubby.

“seminggu?” ulangnya pelan. “udah ngapain aja kamu seminggu selingkuh sama dia?” Sehyun menendang kakiku pelan.

Aku merasakan seperti ada sengatan listrik menjalar dari kakiku lalu ke bagian perutku membuatnya terasa geli. Aku menatapnya datar. Oh God, i’m so thankful to having a beautiful relationship with her.

“Hun, jangan liatin aku dengan tatapan memuja gitu dong.” Sehyun mengibas-ngibaskan tangannya didepan mukaku dengan kibasan tidak manusiawi.

Aku tersenyum kecil. Memuja? Yes, i do. “Buyong sedikit agresif, tapi kami belum ngapa-ngapain.”

“belum?”

Aku tertawa kecil melihat ekspresinya saat ini.

BUK~ appa membuka pintu kamar kasar. Wajah bundarnya terlihat excited sebari mengibas-ngibaskan spatula di tangannya. “appa tau ini belum masuk jam makan malam, tapi appa sudah selesai masak. Kaja! Kita makan.”

Sehyun tersenyum super lebar seraya bangkit dari duduknya dan meluncur dengan kecepatan cahaya menuju meja makan. Baginya, kalau masalah makan memang tidak bisa di kesampingan. Apalagi aku pernah memberitahunya bahwa masakan appa itu 1000x lipat lebih enak dari masakan restoran di hotel bintang 5 sekalipun.

DRRT~

Sebelum aku beranjak menyusul ayah dan istriku ke meja makan, tanpa sengaja pandanganku terusik pada satu sosok barang elektronik yang berkedap-kedip diatas tempat tidurku. Handphonenya.

Baro is calling…

“Baro?” aku menutup mataku rapat-rapat berusaha mengingat sosok bernama Baro yang familiar di benakku. “Baro… Baro…”

BIP~ you have one message from Baro~

Okay, aku kan suaminya… ini sudah menjadi bagian dari hak ku untuk sedikit kepo… tentang manusia bernama Baro ini. Maka aku buka kunci layar handphonenya dan JENGJENG~

 

Seh? Apakabar? Sedang sibuk ya?

Umm… bogoshipoyo… :’-( did you still… loving me?

 

DAG DIG DUG DER!

Sehun merasa tiba-tiba ia terserang gagal jantung. Ia merasa tidak ada darah mengalir ke jantungnya sampai membuat dadanya sakit dan sesak setelah membaca kalimat terakhir pesan tersebut.

“SEHUUUUNN-AAAAAAAH! Ppaaaalllii?!” suara si pemilik handphone terdengar menggelegar dari arah ruang makan.

Sehun menggigit bibir bawahnya. Sekarang ia ingat. Siapa itu Baro.

 

/flashback/

Suatu siang di kafetaria sekolah.

“oke, jadi sekarang giliranmu cerita tentang… love-stuff yang pernah kamu alami.” Sehun menyilangkan sendok dan garpunya diatas piring ceper yang sudah tak berpenghuni dihadapannya.

Sehyun menatap Sehun dengan tatapan random yang sulit diartikan. “waktu SMP, dari tahun pertama sampai tahun ketiga semester awal aku pacaran sama manusia yang diberinama Baro oleh orang tuanya.”

Sehun menyimak cerita gadis dihadapannya dengan antusias. Saat ini rasa penasaran tentang kehidupan cinta Sehyun menguasai seluruh jiwa dan raganya. “terus?”

“kami putus secara tidak baik. Yaaa, masalah anak ababil. Baro selingkuh sama sahabatku sendiri. So far sih aku fine-fine aja kalo dari awal Baro bilang dia move on ke Jieun—sobatku yang selingkuh sama Baro—daripada aku harus tau dengan cara menghenaskan?… ya, tapi… takdir berkata lain. Mungkin dulu aku punya dosa yang besar sampai dibalas dengan penghianatan seperti itu. Setidaknya dosaku berkurang karena sebagian sudah terbalaskan.”

Seperti yang Sehun sudah ketahui, Sehyun adalah wanita terbijak dan terpikir panjang yang pernah dikenalnya. Tapi Sehyun bisa saja berpikir lebih pendek dari panjang tubuh semut kalau otaknya sedang dalam perbaikan maksimal yang memakan waktu lama seperti mendownload video dengan durasi 1 jam dalam kapasitas internet pas-pasan. Menahun.

“kamu masih mencintai… emm… udah move on dari si Baro-Baro itu?”

Sehyun menggeleng dan mengangguk sekaligus. “bisa iya, bisa belum. 2 tahun setengah itu tapaknya terlalu tebal dan dalam. Terlalu banyak kenangan yang sulit dilupakan mentah-mentah.”

/falshback/

 

Delete? Message has been deleted.

Aku tersenyum kecil. Sepertinya aku harus benar-benar mengawasi Baro-Baro ini untuk tidak mendekati ISTRIKU. Atau… aku harus mencari cara agar Sehyun tidak berpaling dariku. Berpaling dariku? Dia membalas perasaanku atau tidak saja aku tidak tahu. Ya, persetan dengan tidak tahu. Pura-pura saja Sehyun juga mencintaiku seperti aku mencintainya. Aku harus menunjukkan padanya bahwa aku mencintainya.

“SEHUUUUUUNNN!!!!” kali ini suara appa yang meraung-raung memanggil namaku.

NEEEEEEE!!!!” aku menyelipkan handphone Sehyun kedalam tasku lalu beranjak menuju meja makan untuk bergabung bersama appa dan istriku.

Tunggu! Sehyun mencintaiku. Aku tahu itu. Sehyun mengangguk saat Taeyong bertanya ‘jadi sudah memutuskan untuk kembali mencintainya?’. Wuuuhuuuuuwww~~~ jadi cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Yaaaa… akan lebih mudah membuatnya untuk tidak berpaling dariku, bukan?.

***

 

 

 

-Sehyun

Sehun debuted dan menjadi super sibuk, meninggalkan aku sendiri dalam kehidupan kejam ini. Aku menjanda selama masa promosi album karena Sehun tidur di dorm yang SM sediakan sampai goodbye stage. Ah~ betapa berartinya Sehun di rumah untuk sekedar mengganti lampu dan menjemur pakaian.

Aku berjalan lesu mengarungi kejamnya jalan raya sore ini. Rasanya tidak semangat untuk pulang kerumah mengingat Sehun baru pulang mungkin 2 bulan lagi. LDR (long distance relationship) memang mimpi buruk.

“Sehyun?” suara familiar yang lumayan aku rindukan, terdengar menggetarkan hati, jiwa dan ragaku sekaligus. Membuatku enggan untuk tidak mengacuhkannya.

Aku berbalik seiring dengan angin membelai rambutku membuatnya berterbangan mendukung suasana drama series ku saat ini. JENG JENG! “B-baro?”

Okay, bagaimanapun ceritanya. Tapak Baro masih tebal dibenakku walau kisahku dengannya itu sudah hampir 3 tahun yang lalu apalagi sekarang aku sudah secara sakral milik seorang Oh Sehun tapi… kenangannya masih terukir jelas bercampur dengan kisah hidupku.

“apakabar?” sosok imut itu tersenyum lebar, menatapku lembut. Tatapan yang aku rindukan. Oh gosh! Inget Sehun!!! SEHUN!!!.

Aku menggigit bibir bawahku seraya menautkan alisku sampai nyaris bersatu. “baik.”

not asking me, how is mine?

Aku mengangkat kedua bahuku playful. “do i need to asking you.. how are you? I think not. I can see that you’re not in trouble or kinda.

Baro tersenyum geli. “masih yang dulu.” ujarnya membuatku mengingat kembali lembar demi lembar masa laluku dengannya.

i’m married.” Kataku tiba-tiba. Well, mau tidak mau aku harus mengatakannya. Aku harus menghargai Sehun sebagai suamiku walau harganya tidak akan lebih dari 1 sen.

Baro menatapku intens. “you must be… kidding me.

Tiba-tiba suasana menjadi aneh. Aku merasa sedang berakting dalam sebuah film barat dengan theme romantis-eksien (action).

Aku mangut-mangut. “no, i’m not joking. I’m married.

Baro melirik kebawah, kearah perutku yang semakin membuncit. Tolong!!! Bukan karena aku sedang hamil karena Sehun telah melaksanakan tugasnya sebagai seorang suami, tapi karena jatah makanku yang tidak terkontrol. Sekali lagi, TOLONG! Aku belum mengandung anak. Aku masih jalan 19 tahun.

“dan… hamil?”

Aku menggeleng cepat. “babo! Aku masih terlalu muda untuk melahirkan atau bahkan mengurus anak. Untuk itu masih coming soon.”

Baro tampak mengelus dadanya pelan. “hmm… beberapa minggu yang lalu aku menghubungimu dan tidak ada jawaban, aku mengirimimu pesan dan tidak ada yang dibalas. Kemana?”

Aku memincingkan sebelah alisku. “tidak ada tanda-tanda missed call atau notification dari kamu.” Yaaaaa… seingatku begitu. Dulu selama seminggu Sehun meminjam handphoneku karena handphonenya rusak dan tidak bisa menyala. Saat aku buka nomerku, tidak ada tanda-tanda orang dihadapanku kini berusaha menghubungiku. 0 messages, 0 voice messages and 0 missed-call, from Baro.

“apa nomermu ganti? Boleh aku memintanya? Aku ingin menghubungimu dan… seperti dulu.” kata-katanya membuatku bergidik. Apa Baro lupa dia pernah menyakitiku sampai sesakit-sakitnya? Atau dia pura-pura bego’?

Aku berlalu meninggalkan sosok imut yang masih menatapku penuh harap itu secepat mungkin sebelum aku kembali terkena peletnya dan… okay, aku bisa jamin tidak akan terjadi perceraian diantara aku dan Sehun.

Aku harap Sehun cepat-cepat melewati masa debutnya dan kembali pulang. Selain merindukannya, aku takut Baro memanfaatkan kesempatan ‘Sehun is not-home’ untuk… menjeratku kembali? Sepertinya aku terlalu ge-er. Tapi… setidaknya aku sudah prepare kalau-kalau kege-eran ku itu ternyata benar adanya.

Sehun… Sehun… apa aku harus menceritakannya?

chakkamanyo.” Baro menggapai telapak tanganku dengan sukses dan menggenggamnya erat membuatku kembali terlarut dalam luka lama.

Aku menepis tangannya. “apa belum puas menyakitiku? Masih mau lagi? Apa selanjutnya? Kamu mau homoan dengan suamiku? Atau menghancurkan rumah tanggaku?” bentakku bertubi-tubi.

Puji tuhan, Baro tampak freeze dan tercengang menatapku dengan ekspresi terkejut. Aku bisa meninggalkannya sekarang.

 

Aku menutup pintu masuk rumah tanpa toleransi sampai membuahkan suara keras yang cukup membuatku kaget sendiri. Aku jadi kesal sendiri. Kenapa Baro harus muncul disaat aku tidak pernah sekali pun mengharapkannya kembali mencampuri kisah hidupku?! Baru saja masalah Buyong selesai, sekarang muncul Baro, nanti setelah Baro? Mungkin aku akan berniat selingkuh dengan teman segroup Sehun? Mungkin Jongin sanbaenim? Ah, tidak. Tunggu, Jongin… dia bukan sanbaenim. Kita sama-sama 94line.

Aku mengacak rambutku frustasi seraya merebahkan tubuhku diatas sofa di ruang tengah. Benar-benar. Ini benar-benar menyebalkan. Rasanya stressku belum hilang memperjuangkan sebutir Sehun untuk putus dengan Buyong dengan melakukan berbagai cara fisik maupun mental (?) sekarang malah ada pemancingan usaha baru untukku menjauhkan manusia bernama Baro dari rumah tangga kami. Well, sebenarnya Buyong putus dengan Sehun itu karena Sehun mengabaikannya selama 2 minggu. Sama sekali tidak ada campur tanganku didalamnya. T.T~

Aku terlarut dalam galauku untuk beberapa menit. Aku galau. Super galau.

BIP~ “SEHYUN-AAAAH!!!” dan apa sekarang? Ada suara Sehun memanggil namaku? Hoalaaaah!!!!. “YA!!!!!!” Sehun berdiri disampingku dengan muka lusuh kecapekan plus 2 tas jinjing di tangannya yang memberikan salam horror padaku.

Aku menatapnya bahagia. “ah~ kamu pulang…”

Sehun melengos pelan. “untuk hari ini aja. Besok siang aku udah harus pergi lagi.” lalu sosok jangkung yang semakin kurus itu mengasongkan 2 tas jinjing di tangannya kepadaku. “cucian.” Dan memasang tampang aegyo yang menjijikan.

“cucian?” ulangku lirih.

Sehun mengangguk. “ini adalah tanda cintaku kepadamu. Begitu besar bukan? Sebesar ini cintaku padamu, yeobo.” Katanya dengan raut wajah… seirus. Aku bisa melihat matanya yang melebar dan pupilnya yang membesar. Ia tersenyum tulus dibalik smirk jahilnya.

Aku menatap 2 tas jinjingan di tangannya ngeri. “tanda cintamu? Besar cintamu? Yeobo?”

Sehun mengangguk. “aku mencintaimu.” Katanya lalu tersenyum. Ekspresinya terlihat sungguh-sungguh.

Aku mengeluarkan smirkku. “jadi kamu baru saja menyatakan perasaanmu padaku?”

Sehun tiba-tiba menjatuhkan 2 tas jinjing di tangannya dan tersenyum kikuk. “aku mandi.”

KYAAA~ setelah~~ setelah sekian lama aku berusaha membuatnya salah tingkah!!! AAAAKKHHIIIRRNYAAAA!. “Sehun-ah, tidak perlu malu-malu… akui saja.” godaku. Aku tidak kuat iman untuk menahan hasratku untuk membuatnya lebih salah tingkah lagi.

Sehun berjalan kaku menuju kamar mandi. Dia bahkan tidak membawa handuk serta pakaiannya. Kita lihat. Aku cukup siap iman melihatnya berlari dengan ‘polos’ menuju kamar dan menertawakannya. Eiitttss! Jangan polos juga, setidaknya privacy miliknya terlindungi oleh apapun itu yang ia dapat dari dalam kamar mandi.

BUK~ Sehun menutup pintu kamar mandi kasar. Dia benar-benar salah tingkah.

Aku membuka isi tas jinjing Sehun dengan segenap rasa berat hati mengerubuni hatiku. Seragam sekolahku saja belum aku cuci semua, sekarang aku harus mencuci 2 tumpuk pakaian orang lain? Sepertinya aku mulai menghargai suka duka masa singleku dengan hanya mencuci seporsi pakaian, punyaku saja.

Aku memisahkan baju-baju yang akan di cuci dengan mesin cuci dan yang akan di cuci dengan tangan dengan bibir mengerucut. Kenapa semuanya bau keringat. Apa Sehun ganti baju 2 hari sekali?.

15 menit kemudian.

“AAH~ SEHYUUNNN, AMBILIN ANDUK!” suara itu terdengar membahana dari balik pintu kamar mandi, membuat smirkku kembali muncul.

Aku berjalan pelan mengambil handuk yang tergantung di jemuran lalu menyembunyikannya di balik tubuhku dan beranjak mendekati pintu kamar mandi yang tertutup. “mwoya?

Sehun membuka pintunya sedikit. “anduk… anduk! Cepetaaaan, dingin!”

Aku menyipitkan kedua mataku seraya tersenyum evil. “coba akui dulu kalo kamu cinta sama aku…” ahahaha~ ini menyenangkan.

Sehun melengos keras. “YA! Kamu akan membiarkan suamimu mati kedinginan? Kamu siap menjanda?” ujarnya rusuh.

Aku menggeleng. “aku bukan mau membiarkanmu mati kedinginan, aku cuma ingin mendengar… saranghae dari mulutmu ituu~~”

Sehun menggertakkan giginya keras. “Ergh!” tanpa kuduga, manusia itu sepertinya kehilangan akal sehatnya dengan menarikku masuk kedalam kamar mandi.

Aku spontan menutup kedua mataku dengan tangan dan berteriak histeris. “BABO!

Sehun terkikik kecil. Ia merebut handuk yang terselip di bagian belakang celanaku lalu membuka tanganku yang menutupi hampir semua bagian wajahku. Kedua tangan dinginnya mengatup secara biparietal (bagian kiri dan kanan kepala) mengunci gerak kepalaku dan aku merasakan hembusan nafasnya yang harum pasta gigi mendekati wajahku. Aku ingin membuka mataku, tapi terlalu beresiko. Cukup aku teriak-teriak menghenaskan karena melihat ‘milik pria’ di film-film yadong yang pernah aku tonton. Itu membuatku bergidik takut dan tidak sekarang untuk melihat yang asli.

saranghae~” bisiknya lembut membuat ketegangan di seluruh tubuhku hilang tapi jantungku berdetak kegirangan dan mukaku memanas.

Lambat laun aku merasakan bibir dinginnya menyentuh bibir seksiku untuk yang kedua kalinya. Kali ini rasa pasta gigi. Okay, we officialy married. Secara hati. Sehun tentu sudah mengetahui isi hatiku dari cucol di atap sekolah dulu dan sekarang… Sehun baru saja memberitahuku miliknya yang ternyata sama.

Sehun melepas ciumannya lalu terkikik. Aku masih menutup mataku sampai aku merasakan sentilan kecil di jidatku. “kalo aku tidak mencintaimu, buat apa aku menikahimu. Babo.” Katanya sebelum berlalu dengan gulungan handuk di pinggang, menuju kamar.

“ahh~~ hari ini aku sedih dan bahagia secara bersamaan…” desahku pelan.

Aku berjalan kembali menuju tumpukan baju Sehun yang semula sedang aku pisahkan. Aku… tidak pernah merasa bahagia seperti ini sebelumnya dan… aku masih sedih+kesal karena Baro. Manusia itu kembali datang di kehidupanku. Untuk beberapa saat aku tertawa sendiri, kembali kehilangan akal sehatku. OH TUHAN!!! Sehun mencintaiku. Engkau harus tahu itu tuhan…. harus!.

45 minutes later.

Aku selesai mencuci semua pakaian dalam Sehun dan menjemurnya sedangkan si pemilik pakaian dalam sedang asik dengan PSvitanya di meja makan. Aku masih tidak percaya dengan perkataannya tadi.

Aku membawa ember kosong bekas menampung seluruh pakaian dalam Sehun ke kamar mandi setelah itu aku beranjam menuju dapur untuk meneguk segelas air dingin.

“Hun,” aku membuka topik dengan nada sedikit canggung.

Sehun mengangkat dagunya, mengisyaratkan untuk aku melanjutkan perkataanku.

“kamu inget Baro?” tanyaku hati-hati.

Sehun melirikku sekilas. “yang jaman SMP itu?”

Aku mangut-mangut. “tadi aku ketemu dia.”

Sehun menyimpan PSvitanya diatas meja makan lalu bangkit dan berjalan mendekatiku. “dimana?”

“di jalan mau pulang, dari sekolah. Bikin kesel aja tu anak.” Curhatku.

Sehun menatapku intens. “hm…” aku tidak tahu apa yang ada di otaknya saat ini. Tatapannya sulit diartikan dan dirinya malah merespon perkataanku dengan mendengung panjang. Sungguh… mengherankan. “aku sakit badan. Pijitin, bisa kan?”

Aaah! Sudah kuduga. Sehun selalu menghindari masalah tapi secara diam-diam memberskannya tanpa mempertimbangkan tenagaku yang bisa membantunya. “yaaah! Tapi ini… aku…”

Sehun menarik tanganku untuk mengikutinya berjalan menuju kamar. “nanti lagi aja. Masih banyak waktu buat bahas dia.”

 

-Sehun

Aku tidak sanggup membahas soal Baro saat ini. Ketakutanku akan membuat otakku tidak relax dan bisa menghancurkan debutku. Jadi aku memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan. Aku memintanya untuk memijat punggungku atau kakiku atau tanganku, terserah padanya, daripada membahas soal Baro. Aku akan mengurusnya, kalau dia sudah mulai bertingkah.

“aku pijitin apanya?” Sehyun berdiri lesu disamping tempat tidur menghadapku yang sudah terlentang merdeka.

“hatinya.” Jawabku asal, berhasil membuat segurat garis merah mewarnai pipinya.

Ia meringis kecil. “jadi sekarang kita kayak remaja ababil baru jadian? Gombal-gombalan, malu-maluan teru cium—ahem… nevermind.

Aku tertawa melihat tingkahnya. “punggung. Pijitin punggung.” Aku terduduk diatas tempat tidur.

Sehyun naik ketempat tidur dan mulai memijat punggungku lembut. Tangannya menelusuri seluruh punggungku dengan lembut dan lihai, sepertinya Sehyun pernah dapat training massage. Pijatanya benar-benar enak.

Aku menutup mataku menikmati pijatanya.

“Hun, aku baru liat teaser dan MV kamu kemaren lho. Aku download.” Sehyun kembali membuka topik pembicaraan, memecah keheningan diantara kami.

“keren kan?”

“kamu chic banget disana. Tapi Chanyeol ganteng banget ya? Boleh dong dikenalin.”

Aku melengos pelan. Apa dia lupa bahwa dirinya sudah bersuami. “siapa? Sehun? Kan udah kenal.”

Sehyun menoyor punggungku pelan. “Chanyeol. Bukan Sehun. Sehun itu pembantu aku, tau.”

“oh ya? Pembantu? Kok pembantunya ganteng banget ya? Boleh dong dikenalin.”

Sehyun mengerang kecil lalu mendengung panjang seraya menggigit bahuku keras. “cieeee… cemburuuu~”

Aku menoyor kepalanya kasar karena gigitan kerasnya membuat bahuku cidera sesaat. “sakit tau!”

Sehyun nyengir lebar. “aku tidak tahan melihatmu cemburu~~ oh yeah.”

“siapa yang cemburu, he?” aku menatapnya kecut.

Sehyun menusuk-nusukan jarinya kepinggangku secara bertubi-tubi membuatku geli dan tidak sanggup menahan diri untuk tidak tertawa. “hayoooo… ngaku ajalah, yeobo… kita kan udah jadian… baru aja…”

Aku menggeliat sana-sini berusaha menghindari tangan-tangan setan Sehyun yang terus menyerangku. Tempat tidur berguncang hebat karena kami berdua loncat-loncat saling mengejar diatasnya. Kegiatan idiot ini berhenti ketika Sehyun kehilangan keseimbangan dan jatuh terlentang menarikku yang ikut terjatuh diatasnya. Diatasnya. Bisa diulang… di-a-tas-nya. Membuat hasratku sebagai lelaki normal yang sehat akal-pikiran pun… syalalalala~

Sehyun mematung menatapku dengan tatapan oh nooooo!. Aku membalas tatapannya dengan tatapan oh yeeees!. Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya sampai hidung kami bertemu. Sehyun menautkan kedua alisnya sebari menatapku takut.

“kita lakukan?” kataku jahil. Well, aku tidak benar-benar ingin melakukannya sekarang. Aku hanya ingin mengerjainya.

Sehyun menggigit bibir atasnya. “lakukan? Apa?”

Aku mengelus pinggang Sehyun pelan dan menarik bajunya nakal. “aku tau kamu mengerti maksudku.”

“Hun, aku masih sekolah. Kamu juga… inget Hun. Kamu… baru debut.”

Aku menggigit bibir bawahnya pelan membuat tubuhku tiba-tiba merinding. Oke, salah. Seharusnya aku menggigit pipinya. Sekarang aku benar-benar… sedikit kehilangan kendali.

Sehyun membuka mulutnya, hendak mengatakan sesuatu tapi aku segera menguncinya dengan semangat 45.

 

-Sehyun

Aku merasakan ciuman Sehun mendalam dan memanas. Ia menciumku dengan cara yang tidak biasa. Tangannya mulai menjalar menarik-narik bajuku entah apa gunanya.

“Emmm…” aku mendorong dadanya sekuat tenaga. Tapi tenagaku mungkin hanya 5 % dibandingkan dengan tenaganya sekarang. “HUUUUN!”

Sehun mengalihkan bibirnya menelusuri rahangku sampai leherku. Okay! Jangan sampai dirinya membuat tapak tilas mengerikan disana. Apa kata Taeyong nanti kalau melihatnya.

Aku menjambak rambutnya keras. “HUN!!!!!!” bentakku garang. Tapi tidak pengaruh sedikitpun. Sehun malah mengunci kedua tanganku dan melanjutkan aktifitasnya menggigit-gigit dan… ya begitulah, di leherku membuat beberapa kiss mark yang harus aku tutupi besok. Orang ini menyusahkan!.

Aku pasrah sampai akhirnya Sehun berhenti dan terkikik pelan.

“itu pemanasan,” ujarnya dengan ekspresi bodoh. “untuk klimaks… aku belum bisa melakukannya sekarang.” Perkataannya membuatku menghela nafas lega.

Sehun menggulingkan tubuhnya menjauhi tubuhku. Kami sama-sama tidur terlentang bersebelahan menatap kosong sticker dinosaurus di langit-langit kamar Sehun.

Sejujurnya… ah! Karena memang aku termasuk dalam golongan yeoja yadong, aku barusan… mengharap lebih. Tapi okay, sebagai yeoja normal juga… aku sedikit tidak siap. Kenapa aku mengharap lebih? Aku berpikir mungkin itu akan membantuku jauh dari Baro. Mungkin. Tapi yasudahlah… lebih nikmat dilakukan saat kita dewasa nanti. Bisa langsung hamil gitu… punya anak… hidup bahagia… kyaaa~

“apa yang kamu pikirkan?” suara Sehun menyumbat imajinasiku. Ini bukan pertama kalinya aku kepergok berimajinasi di sekitarnya.

Aku meliriknya lalu nyengir lebar. “mau tauuuuu aja.” Jawabku sok imut.

Sehun meringis jijik. “wajahmu sama sekali… tidak bagus untuk aegyo.”

Aku mengerucutkan bibirku seraya menautkan kedua alisku. “gamsahamnida.”

Sehun tertawa kecil lalu merubah posisi tidurnya meringkuk menghadapku. “berjanjilah, kamu akan selalu dan tetap disisiku sampai kapanpun.”

Cukup terpukau dengan kata-katanya barusan. Aku sempat tidak percaya kata-kata manis itu bisa keluar dari mulut kecut milik Sehun. Ternyata namja ini bisa romantis juga.

Aku mengangguk lembut. “yaksok.

Sehun kembali mendekatkan wajahnya ke wajahku dan mendaratkan death-kissnya untuk yang ke 4 kali.

***

 

 

-Sehyun

Graduation day.

Finally we kicked out formally. Aku bahagia. Akhirnya aku dan Sehun resmi lulus dari SMA dan kami pun disekamarkan hahahaha~

Masa debut Sehun sudah berlalu dan sekarang sudah hampir setahun Exo mengguncang dunia entertainment dengan lagu MAMA, What is Love dan History. Sekarang manusia itu masih sibuk dan tetap sibuk dengan prepare for comeback stagenya yang masih tidak pasti kapan.

Tahun lalu adalah tahun terberat untukku dan Sehun. Saat cinta kami baru saja mekar, benalu menyerap sari-sarinya sampai nyaris membuat kami terjerat dalam big trouble. Sehun sempat marah besar dan tidak pulang selama 3 hari membuatku galau setengah mati.

Singkat ceritanya…

Hari itu, aku jatuh sakit benar-benar sakit yang menyakitkan. Aku tergeletak tidak berdaya diatas kasur dengan Sehun yang siap sedia menjadi omma yang merawatku sampai sehat. Ia pulang lebih awal dari yang lain. Goodbye stage memang tidak sepadat debut stage, setidaknya Sehun bisa pulang setiap malam dan menungguiku yang gila dengan suhu tubuh tinggi da igauan-igauan random yang mungkin membuatnya tertawa.

Seminggu kemudian… Baro datang kerumahku. Rumahku dan Sehun yang entah darimana dia tahu alamatnya. Dia datang saat Sehun sedang tidak dirumah dan aku masih dalam keadaan lemas tidak berdaya.

Aku terbangun dari tidurku saat mendengar suara langkah kaki memasuki kamarku. Aku kira itu Sehun. Dirinya meraba dahiku dan mendesah kecil. Ia mengelus puncak kepalaku, mengiringku untuk kembali terlelap.

Sehun pulang telat saat itu dan aku terkejut ketika mendengar Sehun membanting pintu kamarku. Baro ikut tertidur disampingku memelukku. Aku kira itu Sehun. Aku bangkit dan mendorong tubuh Baro hingga tersungkur menghenaskan dilantai. Aku berlari mengejar Sehun yang entah pergi kemana. Saat itu rasa takutku lebih besar menutupi rasa sakit kepalaku. Aku takut kehilangan Sehun. Sangat takut.

Aku kehilangan jejak Sehun dalam hujan deras yang mengguyur kota Seoul malam itu. Ingin rasanya aku membunuh Baro, memutilasinya, mencincangnya dan menjual dagingnya kepasar. Aku benar-benar fix membenci Baro. Aku tidak akan tinggal diam kalau sampai Sehun… meninggalkanku akibat ulahnya.

Aku berjalan pulang kembali kerumah dalam keadaan basah kuyup dan menemukan Baro masih terduduk di bibir tempat tidurku dengan wajah lusuh.

“YA! BELUM PUAS KAMU MENYAKITIKU? KAMU INGIN LIAT AKU MATI MENDERITA?” amarahku pecah saat itu. Aku benar-benar murka padanya. Apa yang ada diotaknya? Belum puas ia menyakitiku dengan membiarkan aku memergokinya sedang berciuman dengan Jieun atau melihat Jieun sedang tidur dengan seluruh tubuh tertutupi selimut dikamarnya? Atau saat aku melihatnya memberikan kalung untuk Jieun? Apa dia tidak tahu rasa sakit hati yang aku rasakan saat itu?.

Aku menangis sejadi-jadinya. Baro beranjak mendekatiku, hendak memelukku untuk menenangkanku tapi aku menepisnya. Aku tidak sudi dipeluknya. Aku menatapnya dengan tatapan penuh kebencian dan mendaratkan big punch andalanku keperutnya sampai ia meringis keras. Aku mendorong tubuhnya keluar dan menutup pintu rumah rapat-rapat serta menguncinya.

Sehun… mianhae~

Malam itu aku tidak bisa tidur. Aku terus coba hubungi Sehun sampai handphonenya tidak aktif. Aku benar-benar takut. Takut kehilangannya. Aku baru saja memilikinya.

DRRT~ Baekhyun calling…

oppa, apa Sehun ada?”

“ada apa dengan kalian?” suara Baekhyun terdengar rendah dan serak.

Aku menarik nafasku dalam-dalam. “kesalahanku.” Kataku pelan.

“dia mengamuk di kamar mandi membuat kami semua terbangun.” Ada setitik rasa kesal terdengar olehku dari nada bicaranya.

mianhae.”

“apa sudah coba menghubunginya?” tanya Baekhyun dengan nada bicara rusuh.

Aku menggeleng. “tidak ada jawaban. Handphonenya mati.”

“haaah… seharusnya kalian jangan dulu menikah. Terlalu ababil.” Desahnya konyol. “aku tidak bisa memintamu datang kesini karena hyungnim melarang kami membawa wanita ke dorm. Aku akan coba membujuknya. Jangan khawatir, arraseo. Nanti aku hubungi lagi.” Baekhyun memang baik. Seluruh anggota Exo memang sangat baik padaku. Mereka membimbingku dan Sehun seperti adik mereka sendiri. Ah~ memang pria idaman. HUSH! Masih sempat-sempatnya memikirkan hal konyol.

Aku mendaratkan pantat cantikku diatas sofa ruang tengah dan berharap kejadian buruk dipikiranku tidak akan pernah terjadi selamanya.

2 days later.

Sehun masih marah, pundung. Itu membuatku menangis konyol setiap malam. Aku merindukan Sehun. Sehun-ah, aku belum sembuh… i need you most.

Demamku tidak kunjung mereda, mungkin malah semakin parah. Pagi ini omma membawaku kerumah sakit dan aku dirawat disana. Omma tidak tahu tentang permasalahan kami. Beliau memaklum Sehun tidak ada dirumah karena kesibukan artisnya selain itu aku membantunya dimaklum dengan berkata bahwa setiap malam Sehun pulang dan menjagaku. Nyatanya sudah 2 hari aku diterlantarkan.. karena kesalahanku.

 

Hun… bogoshipo~

Messages sent!

 

Aku menyerah. Aku akan membiarkannya setidaknya sampai keadaanku pulih, baru aku mulai memperjuangkannya lagi. Aku butuh istirahat dengan tenang. Rest in peace, tapi bukan mati. Tidur. Tidur panjang tanpa gangguan.

Day 4.

Aku membuka mataku dan mendapati Sehun tertidur di extra-bed disampingku. Cukup membuatku senang. Sangat senang… terlalu senang malahan.

“Hun?” panggilku pelan.

Sehun membuka matanya merahnya pelan. “ironayo?” sambutnya lembut. Ia bangkit lalu terduduk di bibir tempat tidurku.

mianhae. Dulu itu… aku kira dia itu kamu… aku benar-benar—” Sehun menutup mulutku dengan jari telunjuknya. Ia tersenyum tulus.

gwaenchanha~ lupakan masalah itu. Aku yang seharusnya meminta maaf karena membiarkanmu sampai seperti ini.” Ia mendaratkan kecupan hangat diujung hidungku. Kenapa Sehun tiba-tiba bijak?! Siapa yang meracuninya? Aku harus minta racunnya untuk cadangan persediaan.

Rasa takutku hilang seiring dengan keadaanku yang membaik dan Sehun yang semakin mencintaku (?). yes, he did.

 

 

“untuk murid teladan sepanjang masa…” kepala sekolah tersenyum konyol. “… tanpanya, ruang BK tidaklah berguna… Hwang Sehyun.”

Aku menelan ludahku bulat-bulat. Apa barusan? Namaku? Aku dapat penghargaan spesial?

“maju, babo! Nama kamu dipanggil.” Taeyong menarik tubuhku sampai berdiri. Seluruh siswa bertepuk tangan menyambutku. Dibalik tepuk tangan, aku dapat melihat cengiran-cengiran ledekan dari mereka.

gamsahamnida~~” aku membungkuk 90˚ kepada kepala sekolah yang telah menganjlokan imageku hari ini. Tidak apa-apa kalimat ‘the most rebels’ sebagai penghargaan yang tertulis di piala, yang penting aku dapat penghargaan.

“SEHYUN-AH! PIDATO!!!” Geunsuk melambai-lambaikan tangannya dari barisan paling belakang membuatku mencibirnya. Seketika semua murid berteriak-teriak meminta pidato dariku. Ya, temanku memang banyak. Diam-diam aku memang eksis. Tapi mereka semua selalu membuatku malu dan kewalahan. Seperti saat ini.

Taera memberikan aku microphone dengan senyum mengejek tersungging dibibir mungilnya. “hwaiting~

“cek… cek…” aku menepuk-nepuk mic sekaligus menyiapkan diri untuk dipermalukan. Aku melirik Sehun lalu anggota membernya yang berbaris rapih di sayap kanan ruangan, siap mendengarkan pidatoku. “sebelumnya, saya ucapkan terimakasih kepada tuhan karena telah memberikan saya kesempatan untuk menjadi murid teladan sekaligus Ulzzang di sekolah ini…” semua murid risuh menyorakiku. Sehun dan teman seExonya sibuk menertawaiku. “tenang-tenang. Nanti semua kebagian tanda tangan.” Aku tertawa kecil yang disambut sorakan ganas dari seisi ruangan. “untuk selanjutnya, aku berterimakasih kepada kedua orang tuaku yang telah membesarkanku sampai mempunyai banyak fans seperti ini, lalu pada Kim Taeyong yang sudah dengan setia mendampingi masa-masa rapuh hidupku hahaha~ terus untuk Oh Sehun dan Kim Jongin sanbaenim yang juga setia membuatku malu di depan umum, untuk Geunsuk, Jinki, Minhyuk dan Gongsi… terimakasih sudah menemaniku di BK untuk mendengarkan ceramah panjang, lalu terimakasih banyak untuk bapak dan ibu guru yang telah mengajariku dan memarahiku terakhir… terimakasih cinta untuk Jorge Lorenzo di Spanyol sana yang telah sudi menikahiku…” ribuan sepatu menerjangku menyambut kalimat terakhirku. “terimakasih kalian sudah memvoteku untuk menjadi pemilik dari penghargaan grammy award tahun ini dengan nominasi the most beautiful actress and actresses ever.  I love you all!speechku berakhir meriah.

Aku turun dari podium dengan tangan melambai-lambai mengerikan. Aku melirik Sehun yang masih tertawa seperti orang gila. Rasanya aku ikut bahagia melihatnya tertawa lepas seperti itu.

Aku beranjak mendekatinya dan teman-teman sebandnya.

“memang, tidak ada lagi manusia yang tidak punya malu seperti mu.” Jongin menepuk pundakku keras.

“tidak punya malu?” aku meringis kecil. “justru aku adalah perempuan pemalu.”

Semua tertawa kembali seraya mengacak-acak, menjambak bahkan menjitak kepalaku. Berteman dengan teman Sehun memang beresiko tinggi sama seperti hamil anak pertama di usia 48 tahun.

Dan saat itu.

BIP~ you have one messages..

 

That’s how i love you.

Sender: Oh Sehun.

 

 

Extra.

5 years later…

Aku menggisik mataku untuk memastikan sekali lagi penglihatanku. Positif.

BAK~ “YA! Pallliiiiiiwaaaaa, nanti aku terlambat.” Sehun berdiri seraya menggertak-gertakan kakinya tidak sabar di pintu masuk kamar mandi.

Aku menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “sepertinya kita akan segera menjadi orang tua.”

Sehun menganga. Ia mengedipkan matanya beberapa kali. “mwo?

Aku tersenyum lebar. “kerja kerasmu sebulan lalu menghasilkan buah!!! HAHAHA~”

9 months later.

Di usia 24 tahun, aku melahirkan seorang anak laki-laki yang sudah sejak lahir mirip sekali dengan ayahnya. Sehun menangis haru ketika melihat bayi laki-laki mungil yang mewarisi 99% wajahnya. Aku berhasil membuat Chanyeol dan Kyungsoo nyaris mati karena syirik mempunyai anak selucu dan seimut Juno. Oh Juno. Kekekek~

 

That’s how we love each other.

71 pemikiran pada “That’s How I Love You

  1. Dulu pernah baca, cuma ngga bisa komen. Jujur yah kak, ini ff sehun pertama yang aku baca lngsung suka. Keren bgt, imajinasinya bisa nyampe yah(?) Meski bnyk typo, ttep suka. Mau baca lagi tapi lupa judulnya # maaf jdi curhat.

    Apa ada ff sehun lagi? Aku jarang mampir 😆

Tinggalkan komentar