Code Number Series (Chapter 1 – Cherry Blossom)

code number1

Author: fadhilaxx

 

Title: Code Number Trilogi – Chapter 1: Cherry Blossom

 

Category: NC21, Yadong, Romance, Kekerasan, Chapter (Trilogi)

 

Cast:

 

Kim Jongin as Kai

Han Junghwa as Jill

Oh Sehun as Sehun

 

Other cast:

 

Han Taehyung

Park Jimin

First FF (Udahpernah di post di blog lain sebelumnyahehee)

 

Code Number ini Author bikin Trilogi, jadi emang cuma 3 chapter aja.

 

Leave your comment, as long as possible.

 

Makin panjang komennya, saya makin sukaaaa haha~

 

I got your back! ^^

 

 

Code Number Trilogi – Chapter 1: Cherry Blossom

 

 

“Sepertinya target kali ini memang cocok untukmu.” Lelaki paruh baya itu melemparkan setumpuk berkas beramplop cokelat, meneguk kopi yang entah mulai kapan telah dingin seutuhnya.

“Kenapa kau tidak memecatku saja?” 

Boss hanya tersenyum mengejek. Bisa kulihat pupil mata Taehyung mulai berkedut waspada.

“Apa kau baru seminggu menjadi agent di Black Corp, Kim Taehyung? Sepertinya ini bukan gayamu. Baru kali ini kau menolak perintahku selama tiga? atau.. empat tahun kau bekerja disini?”

“Tujuh tahun. Aku sudah mengabdi padamu selama tujuh tahun, Ayah.”

Kim Taehyung. Ani, Han Taehyung. Jika Boss mulai memanggilnya dengan nama asli Kim, berarti ia sangat marah.

“Justru karena kau anakku, aku memberikan pekerjaan yang berharga untukmu. Hanya satu orang yang kau bunuh kali ini, kenapa harus takut? Bukankah sebulan yang lalu kau mampu menghabisi satu keluarga tanpa belas kasihan?”

Boss mengetuk-ngetukkan jarinya di meja dengan tidak sabar. Aku mengenal Taehyung sebagai seorang bocah kecil yang menangis karena dibuang kedua orangtuanya persis di sebelah gang Black Corp. Tapi itu tujuh tahun lalu. Kini ia tumbuh menjadi pemuda yang bisa dibilang kejam. Atau kau boleh menyebutnya sadis kalau kau mau. Puluhan nyawa sudah hilang ditangannya selama ia menjadi pembunuh bayaran. Bahkan aku tidak ingat lagi kapan terakhir kali ia tertawa.

“Ayolah Taehyung. Ayah sudah susah payah menembus database mereka hanya demi secuil informasi mengenai Ketua Park. Dan kau mau mengabaikan data penting ini begitu saja?”

Sepertinya ayahku sudah tidak sabar. Ah, ya, dia juga ayahku. Apa aku sudah mengenalkan kepada kalian betapa jahat, maksudku, betapa hebat ayahku? Dia pimpinan utama Black Corp. Perusahaan pembunuh bayaran yang aku sendiri heran mengapa tidak terdeteksi oleh detektif maupun jaksa. Saking hebatnya dia mampu membunuh siapapun, termasuk ibukku yang harus meregang nyawa ditangannya. Tepat dihadapanku sepuluh tahun yang lalu.

“Baiklah biar aku saja yang membunuhnya,” akhirnya aku mulai mencicit. Tidak sabar sekaligus kasihan melihat Taehyung yang setengah hati, atau mungkin sepenuh hati, menolak perintah ayahku.

“Kau baru saja menyelesaikan kasus penting minggu lalu, Jill. Ayah tidak tega harus menyuruhmu menghabisi nyawa orang lain lagi.”

Aku bangkit dari sofa. Berjalan lurus menatap Taehyung. Bisa kulihat gelengan kepalanya seolah berkata jangan lakukan itu, Noona.

“Tidak masalah, Ayah. Sepertinya kasus ini cukup menarik.”

Aku tersenyum menenangkan Taehyung yang bergidik melihat keberanianku. Kuusap pipinya sayang, memberitahunya bahwa aku baik-baik saja.

Ayah menautkan kedua tangannya di atas meja kerja, menimbang sejenak keputusanku.

“Kau yakin, Jill?” Sepertinya ayahku khawatir. Oh tidak, mungkin hanya imajinasiku saja. Aku geli membayangkan imajinasi konyolku. Tidak mungkin ayahku khawatir dengan anaknya. Berani bertaruh, ia rela menukar leherku dengan koper milyaran won milik rekan bisnisnya. Uang adalah dewa bagi ayahku.

“Noona jangan lakukan ini. Apa kau tidak tahu Ketua Park? Kumohon jangan lakukan, Noona!”

Taehyung mulai bergetar marah.

“Ya, Han Taehyung! Sepertinya kau harus berlatih membunuh orang lebih banyak lagi. Noonamu ini lima kali lipat lebih banyak membunuh orang daripada kau, ingat?”

Aku benar-benar tertawa. Aku tahu Taehyung menyayangiku sebagai noona, tetapi aku tidak tahu kalau rasa sayangnya akan sebesar ini.

“Aku tidak akan rela jika mereka menyakiti Noona.”

Aku mendekat kearahnya. Kupeluk bocah tengil ini dan, hey, sejak kapan badannya berotot?

“Noona lebih rela mereka membunuhku daripada kau yang tebunuh, bodoh!”

Aku hanya tersenyum melihat reaksinya. Kukecup singkat pipi Taehyung yang entah sejak kapan terdapat goresan benda tajam di pipi kirinya. Luka itu tergores dari telinga hingga nyaris menyentuh sebelah dagunya.

“Jadi, hanya Ketua Kim yang harus kuhabisi?” Aku membalik-balik kertas berisikan profil lengkap hingga saham perusahaan miliknya.

“Ketua Park, Jill. Bahkan kau lebih payah dalam mengingat nama dibandingkan Taehyung. Apa tidak lebih baik Taehyung saja yang menghabisinya? Ayah mulai ragu terhadap instingmu semenjak kau bergaul dengan Kai.”

“Cih. Mengapa ayah terlihat membencinya? Kupikir Kai adalah anak emasmu. Bukankah dia satu-satunya agent yang tepat menembus sembilan dari sepuluh jantung pada saat pelatihan? Melenyapkan sembilan nyawa dalam sepuluh peluru bagiku itu sempurna,” sahutku tanpa melirik ayah sedikitpun.

Aku terperangah menatap betapa kayanya pria bermarga Park ini. Bahkan menghitung jumlah nol nya saja aku tidak sanggup.

“Ratusan juta dollar? Ayah serius akan membunuhnya? Bukankah lebih baik bekerja sama dengannya?”

Setengah dari tumpukan berkas yang diberikan ayah berisikan total kekayaan perusahaan Jinseong. Dengan investasinya, Black Corp bisa membuat senjata dan peralatan lainnya dengan kualitas terbaik.

“Kau bisa memiliki semua uangnya tepat saat kau membunuhnya. Jangan gegabah, Jill. Ayah tidak mau kau ceroboh sedikitpun. Bunuh dia. Sekali kesalahan, kau yang kubunuh.”

*****

“Jadi, apa yang Boss katakan?”

Kai mengecup bibirku dan melumatnya pelan. Lama-kelamaan makin menuntut dan menelusupkan lidahnya untuk mengeksplorasi rongga mulutku. Aku terkaget sebentar. Sudah berapa lama aku tidak melakukan seks dengannya?Aku sendiri bahkan lupa betapa lembut dan manis bibirnya. Dengan gerakan cepat kulingkarkan tangan mungilku di leher Kai, dan entah sejak kapan aku merangkak diatasnya dan membalas ciuman itu tak kalah agresif. Dua kali pelepasanku tadi masih tidak cukup kurasa.

“Mmm… aahh.. Kai..” desahku di sela ciuman gila ini. Kujambak pelan rambut tebal Kai saat ia dengan nakalnya memainkan putingku di balik selimut yang menutupi tubuh telanjangkami. Kai menurunkan ciumannya ke leherku, dihisapnya pelan dan dalam, meninggalkan berderet bercak kemerahan di sana. Jika sudah begini aku paling sulit untuk menahan desahan karena, hey,bagaimana bisa kau hanya diam jika Kai sedang menggerayangi seluruh tubuhmu? Sementara Kai, dengan sialnya, bermain dengan tenang, sama sekali tidak mengeluarkan desahan dari mulutnya. Aku memang harus sedikit bersusah payah hanya demi ia mendesahkan namaku.

“Ayah memberiku.. aahh.. pekerjaannh.” Hanya dengan hisapan di leher dan sedikir remasan pada dadaku sudah membuatku susah bicara seperti orang tolol.

Kai menjauhkan bibirnya dari leherku, membuatkusedikit kecewa. Ia dengan bodohnya tertawa kecil melihat ekspresi kesalku. Ia membenarkan cara duduknya, bersandar pada dashboard kasur super empuk miliknya, menarik pinggangku lembut dan langsung mendudukkanku di atas pangkuan Kai. Selimut halus berwarna kuning gading yang sedari tadi menutupi tubuh kami kini turun sebatas pinggang, memperlihatkan setengah dari tubuhku yang telanjang sempurna didepannya.

“Kali ini siapa hem?”

Aku ragu Kai benar-benar tertarik dengan targetku kali ini karena sedari tadi bibirnya asyik mengukir lukisan di leher dan sepanjang garis bahuku.

“Oh.. dia Ohhh..”

“Kau sudah tidah sabar, huh?” tanyanya menggoda.

Aku mendelik kesal menatapnya. Kuangkat pinggangku dan menyentak juniornya yang masih terbenam sempurna dengan hentakan yang cukup keras.

“Aww.. Han Junghwa! Apa kau masih mau lanjut lagi eoh?”

Kai meringis mendapati juniornya serasa dipijat.

“Bukan bodoh! Ketua Park. Komisaris Park. Apa kau mengenalnya? Dan bisakah kau memanggilku dengan Jill saja? Aku muak dengan sebutan Han Junghwa!”

“Kau selamanya tetap Han Junghwa-ku sayang…” Ia mengusap rambutku dan mencium ujung hidungku.

Kai memiringkan kepalanya sejenak, mengingat-ingat nama yang, entahlah, mungkin familiar baginya ?

Jinseong?” Selidiknya tajam.

“Bagaimana kau tahu nama perusahaannya?”

Aku mulai curiga sebenarnya Kai adalah agent FBI yang menjadi spy di Black Corp.

Kai tersenyum senang. Ia menarik kepalaku dan mendorongku agar tebaring di ranjang. Kai merendahkan tubuhnya dengan cara yang, damn it, sangat seduktif hingga aku hanya mampu menatap mata laparnya. Dada telanjang kami bersentuhan.

Oh, God! Wajah sempurna ini menatapku liar. Senyumnya mengembang dan aku mulai terhipnotis olehnya.

 

Sialan kau, Kim Jongin!

“Akan kuberitahu setelah aku menyelesaikan ini. Percayalah Jill, kau pikir aku tidak mati-matian menahan nafsuku saat kau telanjang manis didepanku? Ini benar-benar terlalu sakit untuk tidak dilanjutkan.” Kai mulai menghisap leherku. Aku terlalu ngeri membayangkan bagaimana nasib leherku selanjutnya. Yang kulakukan hanya terpejam menghirup feromon tubuhnya yang memabukkan.

“Apa kau marah padaku?” Tiba-tiba Kai menatapku khawatir.

Aku menggeleng. Bagaimana aku bisa marah dengannya? Lima tahun bersama dan tak pernah sekalipun kami bertengkar. Aneh? Mungkin.

“Lalu?”

Kupeluk erat pinggangnya. Aku menelusupkan kepalaku di lekukan lehernya. Menciumnya sekilas.

“Aku menyayangimu, Kai.”

“Hei heei, ada apa ini? Seharusnya aku merekamnya tadi. Apa kau tahu berapa kali dalam setahun kau mengatakan sayang padaku?” Kai tertawa melihat semburat merah di pipiku.

Kuraih tengkuknya dan mencium bibirnya cepat. Tangan Kai mulai menangkup dada polosku dan meremasnya kencang.

“Ya! Apa kau tidak bisa pelan sedikit?”

 

Itu benar-benar sakit, Kim Jongin!

Kai menghiraukan protesku dan malah menghisap payudaraku rakus. Mulutnya bergerak liar didadaku, mengulurkan lidahnya menggoda puncak putingku yang menegang dan kembali menghisapnya dengan kuat.

“Aaahh… Kim Jongin… Kau… benar-benarr…”

Aku memejamkan mata saat Kai mulai menggerakkan pinggulnya, membuat juniornya semakin tenggelam ditubuhku. Kai menarik juniornya dan menghentakkannya sekaligus ke dalam vaginaku. Gila! Apa dia pikir aku tidak kewalahan?

Dan akukesulitan mengimbangi gerakan Kai yang benar-benar brutal memakanku kali ini.

“Aaahh.. K-kai… tunggu sebentarr aahh.. Hentikan…”

“Kau tahu persis apa jawabanku.”

 

Sial!

*****

“Kau tahu apa yang paling aku benci di seluruh dunia ini, Kai?”

Boss memandangku tajam. Aku tidak pernah dipanggil ke ruangan pribadinya dini hari seperti ini.

“Tidak, Boss.” Bertahun-tahun aku bekerja dibawahnya bahkan suaraku masih gemetar saat berhadapan dengan ayah Junghwa.

Backstabber. Pengkhianat. Aku paling benci mereka.”

Pelan, tapi mematikan. Itulah gaya Boss dalam berbicara. Dengan tangannya seraya mengusap senapan menggunakan kain perca, Boss memperlihatkan seringaian mematikannya dihadapanku.

Jika saja bukan ayah Junghwa, pasti sudah kubunuh dia dengan pistol yang ada di pinggangku.

Jika saja bukan dia.

Jika saja.

“Aku tahu kau membenciku, Kai. Sangat. Benar kan?”

Aku terdiam mendengar rentetan kata yang mengalir dari mulut sialannya. Bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman.

“Tidak, Boss.”

“Tidak perlu munafik. Kau bisa jujur dihadapanku. Tidak ada Junghwa disini. Kau bisa mengumpatku semaumu.”

Boss mulai berdiri, berjalan kearah jendela kaca selebar dinding. Memandang jalanan Seoul yang penuh dengan mobil meski jam sudah menunjukkan pukul dua pagi.

“… jika saja puteri bodohku tidak menyukaimu, mungkin sudah dari dulu kutebas lehermu.”

Boss tertawa meremehkanku. Aku hanya bisa mengepalkan tanganku. Bajingan ini benar-benar…

“Kuberi tugas untukmu. Rahasia. Dan kau tahu resikonya jika Junghwa mengetahuinya.”

*****

Jill memandang dengan sinis sekelilingnya. Puluhan pasangan kekasih saling menempelkan tubuh mereka, menari seirama dengan musik yang mengalun di dalam bar. Dia hanya memakai mini dress merah menyala, hanya sejengkal di bawah bokong. Dress yang ia kenakan benar-benar pas menempel ditubuhnya, hampir sempurna memperlihatkan tubuh seksinya.

Oke, jangan kalian pikir ini bar biasa. Bar VVIP ini hanya bisa kau kunjungi setelah kau lakukan reservasi enam bulan sebelumnya. Benar-benar bar kalangan atas. Jill sadar, banyak permainan kotor di dalam bar ini tapi toh dia tidak peduli. Yang ia tahu hanya membunuh Ketua Park. Selebihnya bukan urusannya. Beberapa kali konglomerat muda melirik dirinya, bahkan terang-terangan merangkul Jill hanya untuk sekedar merayu.

“Sial, dimana dia?”

Jill mulai tidak sabar menemui bawahan Ketua Park. Ia menerobos kerumunan bar sambil sesekali melirik jam tangan mewah yang melingkar manis ditangannya. Langkahnya terhenti saat seseorang merangkul pinggangnya. Jill menoleh sekilas. Dengan softlens spy yang ia kenakan, Jill dengan cepat menyadari kehadiran Jimin.

Park Jimin, 27 tahun.

Bekerja dibawah Jinseong Group selama 8 tahun.

Sabuk biru.

“Kenapa oppa lama sekali hmm?”

Jimin hanya mengangguk senang, menatap Jill dari kepala sampai ujung kaki. Bibirnya mengulas senyuman mendapati kliennya benar-benar seksi.

“Apa kau lama menunggu? Maaf membuatmu menunggu. Sekertaris Yang hanya memberitahu namamu tanpa foto. Aku tidak tahu jika Jill ternyata seorang wanita yang sempurna,” Jimin memeluk pinggang Jill hangat.

Baru pertama bertemu tapi dia sudah sangat agresif. Dasar lelaki.

 

“Ani. Apa oppa sibuk? Kudengar pelebaran bisnis Jinseong Group semakin baik.” Aku menatap jauh kedalam manik matanya. Memberikan senyum terbaikku.

Jimin menggenggam tanganku dan membimbingku duduk di deretan sofa mahal.

“Dan kudengar kau ingin berinvestasi di grup kami, betulkah Nona Jill?”

Aku hanya mengangguk. Wajahku lekat-lekat mengamati betapa tegas rahang yang ia punya. Ia tampan. Tetapi jauh lebih tampan Kai memang.

Jimin memberikan segelas penuh koktail.

“Apa Nona manis suka minum?”

“Tidak terlalu.”

“Satu gelas koktail saja. Itupun hanya ada sedikit bacardi didalamnya.” Jimin mencoba merayuku.

“Baiklah,” kuterima tantangan minumnya.

Cheers?” Jimin terkekeh ringan.

Jill agresif menggait lengan Jimin.

“Kalau aku temani minum, apa imbalannya hmm?” tanyaku seduktif.

Jimin meletakkan gelas koktailnya. Ditariknya wajah Jill untuk segera melumat bibir tipisnya. Jill melayaninya, apapun itu demi sebuah informasi.

Aku tidak akan menangkapmu sekarang, Jimin sayang~ Tunggulah sebentar lagi.

Jill tahu, Jimin hanya bawahan di Jinseong Group. Tetapi lelaki ini saksi kunci tentang kejahatan yang dilakukan Ketua Park. Bagaimanapun juga Jill harus mendapatkaninformasidariJimin. Jill bersumpah akanmembuatJiminmengakujikaKetua Park lah otakdarisemuanya. Ia berhasil merekam semua kegiatan malam ini dengan kamera tersembunyi di dalam liontin perak yang menggantung di kalungnya.

Namun ia bukannya tanpa waspada karena komplotanJinseongbukanlahgerombolan kejahatan kelas teri. Ketua Park menjadi miliarder baru di daerah Seoul dengan praktek kotornya. Ia sama seperti ayahku, melakukan segala cara demi mendapatkan segepok uang. Termasuk menjatuhkan Black Corp dua tahun lalu. Kai telah menyelidiki kasus ini setahun yang lalu namun hasilnya nihil.Transaksiyang mereka lalukanberjalansangat bersih. Bahkan tanpa cacat sedikitpun.

“Oppa.. Ughh.. Tunggu duluu…” Tangan Jimin sudah merayap kemana-mana. Jimin menyeringai tajam. Langsung menghabiskan satu gelas penuh koktail.

Dia gila. Alkohol sekuat koktail sekali teguk. Bisa jadi masalah jika dia mati sekarang.

Dan hanya hitungan menit, Jimin mabuk. Jill tidak menyia-nyiakan keadaan ini.

“Oppa. Apa ada sesuatu yang mengganggumu? Kenapa wajahmu murung?”

Jill mengelus pundak Jimin, sesekali mengecup pipinya sekilas.

“Asal kau disampingku, semua masalah hilang.” Jimin menarik Jill kepangkuannya. Mencoba menyesap bibir lembut gadis itu.

Semua lelaki memang sama saja!

 

Geurom, apa transaksimu berjalan lancar oppa? Kudengar kau hingga ke luar negeri untuk mengurusnya?” Jill mencoba memancing.

“Memang. Bahkan semua jejak illegal sudah aku lenyapkan.” Jimin mengecupi leher Jill. Dress nya yang terbuka memudahkan Jimin untuk menyerang titik sensitif wanita itu.

Kena kau!

“Oh ya?? Oppa kau hebat bisa menjadi kaki tangan Ketua Park.” Aku semakin menempelkan dadaku padanya.

Jimin tertawa. Tangannya sibuk meremas kedua dadaku. Bibinya melahap bibirku penuh. Menghisapnya sekilas sebelum menarikku lebih dekat ke pangkuannya. Kurasakan badan kami mulai menempel seutuhnya.

“Bukan Ketua Park yang melakukannya.”

Apa?!

 

“Apa?”

Apa dia bercanda?! Ayah tidak mungkin salah dalam menggali informasi.

“Iya sayang~ Bukan Ketua pelakunya. Aku hanya mengantarkan pesanan saja. Soal transaksi dan seterusnya murni dilakukan oleh…”

Brukkk

Jimin tergeletak di sudut sofa setelah kulihat seseorang membungkam mulutnya dengan saputangan. Aku bergidik melihat sosok itu. Pemuda misterius berbaju serba hitam. Tersenyum manis kearahku. Kuangkat tubuhku dari pangkuan Jimin tanpa mengalihkan pandanganku dari kedua bola mata pria misterius yang kini tangannya mulai memasukkan cairan lain kedalam mulut Jimin.

“Dia tidak akan mati. Hanya obat bius.” Senyumnya terlihat menjengkelkan dibawah lampu sorot.

“Siapa kau?” Kuamati lekat-lekat wajahnya. Tidak terlalu jelas karena memang lampu disini agak temaram.

“Oh Sehun. Dan kau… pacarnya? Lelaki brengsek ini?” dia tersenyum mengejek.

Dan aku baru menyadari dia jauh lebih tampan dari Jimin. Sial! Apa syarat bekerja di Jinseong Group memang harus tampan untuk dapat masuk kesana?

“Bukan.” Jawabku gugup. Hey! Kenapa aku harus gugup!

“Mau kau pacar atau selingkuhannya itu bukan masalah buatku, Junghwa-ssi.”

Bagaimana…

 

“Bagaimana kau bisa…”

Lelaki ini mengacuhkanku. Bahkan sekarang menyuruh beberapa suruhannya untuk mengangkat Jimin. Aku tidak terlalu paham apa yang mereka bicarakan hingga sadar kalungku ditarik olehnya. Tubuh kami bertabrakan. Sebelah tangannya menarik pinggangku mendekat, dan yang lain menarik kalung liontinku. Ia memaksa merampas kalung itu hingga kini berada di tangannya.

“Sepertinya kau harus menggunakan alat yang lebih modern. Bukankah ini terlalu mencolok untuk dijadikan tempat persembunyian hmm?” Sehun menggoyang-goyangkan kalungku tepat didepan wajahku, lalu memasukkan ke dalam saku celananya.

Dan aku disini masih dengan bodohnya hanya menatap wajah hasil pahatan Tuhan yang hampir sempurna.

“Jadi.. apa kau penasaran denganku, Junghwa-ssi?”

Sehun menarik daguku hingga memaksaku menatap wajahnya yang kini hanya terpaut setebal jariku saja. Deru nafas kami sepertinya bertukar saking dekatnya wajah kami. Sehun menatapku lembut sebelum menutup jarak diantara kami dengan sapuan lembut bibirnya di atas bibirku. Hanya kecupan ringan. Tidak lebih.

“Apgujeong 127-B. Hanya dua blok dari rumahmu di Sinsadong. Datang jika kau penasaran.”

Sehun kembali melumat bibirku. Kali ini lebih lama hingga aku hanya mampu menggenggam kemeja halusnya.

“Sampai jumpa, Cherry Blossom.”

Aku benar-benar terperangah menatapnya. Bahkan ia tahu ID ku di Black Corp. Oke Oh Sehun, siapapun kau, kau telah mendapatkan perhatianku.

*****

“Sepertinya ayah salah.”

“Apanya, hm?”

“Kau tahu, Kai. Transaksi yang dilakukan Ketua Park memang benar, namun aku yakin ia tidak bekerja sendirian.”

“Lalu?”

“Tadi aku bertemu bawahannya namun gagal. Padahal aku hampir saja mengetahui informasi penting. Sialan!”

“Apa dia laki-laki?”

“Iya.”

Aku menyandarkan punggungku didadanya. Terpejam meresapi air hangat yang merendam tubuh kami di dalam bathub. Memainkan air yang tergenang setengahnya.

“Cih sudah kuduga.”

“Apa maksudmu?” Kuelus tangannya yang melingkari perutku.

Tangan Kai bergerak naik menuju sisi bahuku. Mengusapnya pelan.

“Ini.” Ia menunjuknya.

Aku melihatnya. Bulatan kecil berwarna merah.

Aahh.. aku tidak sadar Jimin menghisapnya disana.

 

Ani. Bukan begitu..”

“Apa dia tampan?” Tatapan Kai menghardikku.

“Tidak!”

Aku bohong.

 

“Apa dia pencium hebat sepertiku?”

“Tentu aku lebih suka kau yang menciumku!”

Setidaknya kali ini aku jujur.

“Benarkah?”

“Apa kau cemburu?” Aku mendongak menatapnya, mengelus pipinya perlahan.

“Kalau aku mencium gadis-gadis cantik apa kau akan terima?”

“Ya Kim Jongin! Jangan coba-coba!”

Kuputar tubuhku menghadapnya, memberinya tatapan marah.

“Sama sepertiku. Makanya jangan memulainya.”

Mianhae.

Aku memeluk erat lehernya. Mengusap punggung telanjangnya yang terlihat sempurnya dengan otot punggungnya yang mulai terbentuk.

“Jadi, mana saja yang dia cium selain disini?”

Kai menarik wajahku, memperlihatkan tatapan seriusnya. Menghisap kuat kissmark yang Jimin buat dengan satu hisapan panjang. Membuatnya menjadi semakin merah menyala.

“Ini.” Aku menunjuk leherku.

Segera, Kai mencium kuat leher depanku, membuatku menjenjangkan leherku, memberinya akses agar lebih leluasa.

“Aaahh….” Kai terus menyedot kulit leherku. Decitan demi decitan pun terdengar indah.

“Hanya itu?” Kai menghentikan ciumannya. Beralih mengelus pinggangku yang berada di dalam air.

“Ini juga.” Aku memajukan bibirku. Memberi tanda bahwa Jimin telah melahapnya.

“Sialan! Ternyata ia menyentuhmu lebih banyak daripada yang kupikirkan.” Kai mengusap bibir bawahku perlahan. Mengecupnya sekilas.

“Mulai sekarang aku melarangmu menemuinya lagi.” Kai menarikku ke dalam pelukannya. Menempelkan tubuh telanjang kami hingga dadanya menghimpit payudaraku. Mulutnya bergerak menyedot bibirku rakus. Melahapnya seakan menciumnya pun tidak cukup.

Aku mendesah dibuatnya.

Kai mendorongku hingga kini punggungku menempel dinding bathub.

 

Sambil terengah, Kai mengecup keningku. Mengelus pipiku sebentar, lalu mengulum bibirku kembali. Kini ia sepenuhnya mengurungku di bawah tindihan tubuh seksinya.

“Sepertinya aku harus menghilangkan jejak pria sialan itu. Aku tidak suka ada aroma lelaki lain ditubuhmu.” Kai mengecupi bahuku. Terus merambat naik ke leher dan menyesapnya. Kudongakkan leherku, memudahkannya mengeksplorasi seluruh leher jenjangku.

“Kai… hhhgg..”

Kai mulai menurunkan pinggulnya. Membuka lebar pahaku dan menempelkan juniornya tepat di mulut vaginaku. Ia mulai menggeseknya pelan.

“Oouughh…” Aku menggelinjang nikmat. Ia mulai menerobos dinding vaginaku, menyentaknya keras dalam sekali tusukan.

“Han hhh… Junghwaa…”

“Ssshhh…”

Kai, ini benar-benar nikmat apa kau tahu itu!

Kai menggoyangkan pinggulnya atas dan bawah. Menusuk dalam-dalam vaginaku. Menggesek dengan tempo cepat hingga aku memejamkan kedua mataku. Sensasi nikmat ini datang lagi. Kai menyodok dengan gerakan brutal hingga air dalam bathub terpercik keluar. Permukaan air bergelombang seiring genjotannya padaku.

“Ngngnghh.. Kim Jonginn hhh…” Aku benar-benar tidak bisa untuk tidak mendesah. Sementara aku kewalahan dengan gerakan pinggulnya yang seakan brutal ingin menjebol viaginaku, Kai menambah nikmat itu menjadi berkali-kali lipat dengan meremas payudaraku dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya menahan tubuhnya di ujung bathub agar tidak menimpaku.

Kai membuka mulutnya, melahap payudaraku yang bergoyang seiring tusukannya yang semakin cepat. Ia mengemutnya dengan nikmat. Decitan kembali terdengar antara payudaraku dengan mulutnya.

Vaginaku mulai berkedut. Aku tidak tahan lagi.

“K-Kai.. Ooohh.. Ppalli aahh…”

Kupeluk kepalanya. Semakin kubenamkan menuju dadaku. Di bawah sana, juniornya tak henti-hentinya menghentakkan dengan sangat keras. Punggungku mulai sakit membentur dinding bathub.

“Sebentaar.. tunggu oughh.. sebentar sajaa hhh…”

Kulingkarkan kedua kakiku disisi pinggangnya, agar semakin dalam juniornya menusuk vaginaku.

“Aaahhhhh….” Pelepasan selalu hangat, dan melegakan. Kurasakan cairanku keluar sangat banyak. Sebagian tumpah dan bercampur dengan air hangat.

Diatasku, Kai masih dengan bernafsu menyodok vaginaku. Tusukannya semakin cepat dan cepat. Ia menggigit bibirnya, menggeram dengan menahan desahan di mulutnya. Kedua tangannya sepenuhnya memenjarakanku, berpegangan pada ujung bathub. Kubantu Kai mencapai orgasmenya dengan memaju-mundurkan pinggulku berlawanan arah dengannya.

Semakin cepat dan gila ia mengoyak dinding rahimku. Kai menarik rambut panjangku yang berantakan basah oleh air, menempatkan bibirnya di leherku dan mendorong juniornya untuk masuk sepenuhnya. Cairannya keluar menyembur ke dalam perutku. Rasa hangat mengaliri vaginaku.

“Aarggghhhhh….” Desah Kai.

Dapat kurasakan juniornya menyemprotkan banyak sekali sperma. Aku mengelus punggungnya, bersabar menunggunya menembakkan seluruh spermanya kepadaku. Kami berdua terengah, badanku seakan remuk menahan nafsunya yang sangat besar malam ini.

Jika setiap hari seperti ini, matilah aku!

 

“Apa aku terlalu kasar, hmm?” Kai merapikan anak rambutku yang menutupi wajah terengahku.

“Kau kesetanan!”

Kai tertawa menarik kecil hidungku.

Mian.” Ia mengecupku lama. “Lain kali selingkuhlah dengan laki-laki lain. Dan aku akan bermain lebih kasar daripada ini.”

“Tidak, terimakasih. Ini yang terakhir. Apa kau kerasukan eoh? Sialan!”

Kai geli melihat ekspresi kesalku.

“Dasar gadis munafik. Katakan saja kalau kau menikmatinya.” Kai menggesekkan hidung kami. Mencium ujungnya sekilas.

“Jangan mimpi!” Aku pura-pura kesal padanya.

“Sekali lagi ya?” Tatapan puppy eyes nya berkedip manja.

Ya! Seperti ini saja aku yakin akan susah berjalan! Tidak, tidak. Aku masih ingin berjalan normal.

“Tidak, terimakasih tawarannya.”

Kai tersenyum. Menarikku ke dalam pelukan hangatnya.

“Aku membencimu.”

“Aku juga mencintaimu, Han Junghwa.”

TBC

59 pemikiran pada “Code Number Series (Chapter 1 – Cherry Blossom)

  1. Aish daebakk. Ceritanya bikin penasaran nih…. ka, mau ke chap 2 nya gimana ya? Aku buka lewat handphone soalnya. Terus aku juga reader baru disini. Mohon bantuannya 👧👧👧👧👧👧

  2. w.o.w hot sekali 😍
    perpaduan antara tugas misterius sama nc nya seimbang bikin bacanya enak.
    kai pencemburu gitu yaa, tapi cemburunya dia hot dan sexy gitu wkwk ini ayahnya junghwa kayak benci gitu sama kai duh sedih aku :(( dan……junghwa hati hati yaa itu sehun sepertinya tau kamu siapa hm. Aku mau baca yang chapter 2 nih, gimana ya biar dapet pw dan bisa baca? terima kasih sebelumnya 😊

Tinggalkan komentar