Heart’s Secret

Heart’s Secret

IMG_20140324_194610

Title : Heart’s Secret

Author : utheviez a.k.a Shin Sungyoung (@light2469)

Editor : Charismagirl

Credit poster : vanflaminkey91 (@whitevenus_4 ) | http://cafeposterart.wordpress.com

Main Cast(s) :

  • Byun Baekhyun
  • Lee Heeyeon
  • Park Chanyeol

Support Cast(s) :

  • Shin Sungyoung
  • Kim Jongin
  • EXO

Genre : Romance, friendship, little-bit sad

Rating : General

Length : Oneshot

Disclamer : This story is mine. Inspired by my friend’s story.  Also posted on another site with same title and authors name.it’s not a plagiarism issue.

Author’s Note : It’s my first Korean fanfiction. Sorry for bad story.

Summary :  Aku tidak bias egois meskipun aku sangat imgin. Aku boleh saja tersakiti, asal Heeyeon tidak. –Byun Baekhyun.

Happy Reading

Baekhyun masih setia berdiri di balik bingkai jendela ruang latihan EXO dalam gedung SM Entertainment, sesetia rintik hujan yang terus saja mengguyur kawasan Gangnam sore itu. Jadwal latihan EXO sudah selesai sejak satu jam yang lalu. Tapi dia masih enggan untuk beranjak pergi, kendati yang lainnya—member EXO dan managernya—sudah beranjak meninggalkan ruangan itu sejak 30 menit yang lalu. Meninggalkan Baekhyun yang entah kenapa menolak diajak pulang ke dorm mereka.

Matanya yang sayu menatap tiap rintik hujan dengan kosong. Detik jam di salah satu sisi ruangan menjadi satu-satunya suara—yang entah bagaimana—membuat aura sendu semakin memancar dari dalam diri baekhyun. Berkali-kali pemuda tampan itu menghela napas. Sampai sebuah suara—

“Aku baru tahu kalau melamun selama itu menjadi hobimu sekarang, Baek.”

—menginterupsi kegiatannya.

Refleks, Baekhyun menoleh ke arah pintu—arah suara itu berasal. Disana, teman sekamarnya—Park Chanyeol—tengah bersandar pada salah satu sisi pintu engan tangan terlipat di depan dada. Kedua mata bulatnya menatap Baekhyun dengan pandangan—yang Baekhyun rasa—menyelidik.

Baekhyun mendengus. Tapi tetap tidak beranjak dari tempatnya.

“Ini bukan kali pertama aku melihatmu seperti ini sejak kepulanganmu dari Bucheon, Baek. Jujur saja, melihat partnerku seperti ini, membuatku kurang bersemangat beraksi—menjahili member EXO lain.”

“Aku tidak apa-apa, Yeol. Sungguh.”

Kali ini giliran Chanyeol yang mendengus. Chanyeol tahu sahabatnya itu berbohong. Oh, ayolah, Chanyeol sudah menjadi sahabat pemuda itu sejak mereka masih trainee. Meskipun persahabatan mereka tidak selama yang lainnya—sebut saja Jongin dengan Taemin—tapi bagi Chanyeol, umur persahabatan mereka cukup baginya mengenali Baekhyun luar dalam. Perlahan, Chanyeol mendekat, lalu menepuk bahu pemuda itu pelan.

“Aku tak tahu apa yang terjadi padamu. Aku mengerti jika kau memilih untuk tetap tutup mulut. Tapi suatu saat,—” Chanyeol menghela napas “—jika kau memutuskan untuk berbagi, kau harus tahu kalau aku selalu siap untuk menjadi tempatmu berbagi.”

Baekhyun menatap Chanyeol sendu. Entah mengapa, ada bagian dirinya yang berdesir setelah mendengar penuturan Chanyeol—yang ia yakini—tulus itu.

“Terima kasih, Yeol. Tapi aku hanya merindukan orang tuaku. Menginap dua malam disana, tidak cukup mengobati rinduku pada mereka. Aku ingin bertemu mereka lagi. Hanya itu. Sungguh.”

Baekhyun mencoba tersenyum tipis. Berusaha meyakinkan Chanyeol kalau dia berkata jujur. Sejatinya, dia memang tidak sepenuhnya berbohong. Dia merindukan orang tuanya. Itu pasti. Jadwal EXO yang akhir-akhir ini makin padat, membuat intensitas pertemuan mereka—para member EXO dengan orang tuanya—semakin kecil. Tapi terlepas dari itu, ada hal lain yang membuat Baekhyun semakin sendu. Hal antara dirinya, Chanyeol, dan ‘orang itu’. Hal yang—tanpa orang lain tahu—terus mengusik pikirannya.

***

5 days ago…

Baekhyun mencoba merelaksasikan dirinya. Sebulan terakhir dirinya—dan member EXO lain—, bergelut dengan schedule super padat. Pergerakan mereka tidak pernah jauh dari siklus latihan-kerja-latiha­­n-kerja yang amat menyiksa. Bahkan, untuk tidur pun mereka harus pintar-pintar mencuri waktu. Tapi akhirnya, hari ini management memberikan mereka libur 3 hari penuh sebelum mereka harus bergelut kembali dengan rutinitas sialan itu.

Baekhyun tentu memanfaatkan kesempatan itu dengan baik. Ia langsung minta izin pada managernya untuk pulang ke rumah orang tuanya di Bucheon, Provinsi Gyeonggi. Tak peduli jika dia hanya bisa menginap barang satu sampai dua malam disana. Rasa rindunya pada mereka sudah tidak bisa dibendung lagi. Ia hampir saja melonjak kegirangan saat managernya menberi izin—plus membiarkan Baekhyun meminjam mobilnya dan mengendarainya sendiri. Baekhyun harus berterima kasih pada lisensi mengemudi miliknya. Tanpa benda tipis itu, managernya tak akan pernah memberinya izin pergi sendiri. Ia berani bertaruh untuk itu.

Mobil—manager—Baekhyun memasuki kawasan Bucheon ketika hari beranjak petang. Ketika sedan hitam itu mengambil arah kiri di sebuah pertigaan, mata Baekhyun menangkap sosok seseorang yang dikenalnya berdiri di depan sebuah kedai ramyeon. Ia memicingkan mata. Memperjelas pandangannya agar segera mengetahui, siapa sosok familiar itu.

Lee Heeyeon.

Darah Baekhyun berdesir cepat. Kakinya mendadak lemas. Lidahnya kelu. Kupu-kupu berterbangan dalam perutnya. Sosok itu, sosok gadis ketua kelas di tahun terakhirnya di SMA. Sosok itu, sosok gadis yang membuatnya jatuh cinta untuk pertama kali.

Seperti terbangun dari mimpi saat seketika Baekhyun tersadar. Dengan cepat Baekhyun menepikan mobilnya ke tepi—tepat didepan kedai ramyeon itu. Dengan tergesa, pemuda itu memakai topi dan masker hitamnya—well, Baekhyun tidak mau identitasnya sebagai pubic figur terungkap disini—lalu turun dan menghampiri gadis itu.

A—annyeonghaseyo, Ketua kelas.”

Setelah berusaha meredakan detak jantungnya yang bergemuruh, akhirnya Baekhyun berhasil menyapa gadis di depannya. Ia sengaja menggunakan jabatan Heeyeon sewaktu sekolah. Sedikit menekan gadis itu agar mengingatnya. Mengetahui nama seluruh anggota kelasnya adalah tugas seorang ketua kelas kan? Apalagi mengetahui nama siswa macam Baekhyun, yang sejak masa itu sudah cukup terkenal di lingkup sekolah mereka.

Gadis itu menoleh. Dan nampak sedikit terkejut, mendapati seorang pemuda berdiri tepat dihadapannya dengan penyamaran seadaanya. Kendati demikian, gadis itu tahu kalau pemuda di hadapannya itu adalah Byun Baekhyun—Baekhyun menurunkan maskernya, asal tahu saja.

A—annyeonghaseyo, B—Byun Baekhyun-ssi.

Gadis itu tersenyum kecil, menampilkan eye smile dari gadis berlesung pipi itu. Meskipun eye smile gadis itu tidak sesempurna milik Tiffany—sunbae Baekhyun di agensinya—tapi Baekhyun mengakui kalau eye smile gadis itu cukup mempercepat detak jantungnya.

“Ah, kau mengingatku? Senang sekali rasanya.”

Baekhyun, balas tersenyum. Ah, Baekhyun juga memiliki eye smile. Satu kesamaan yang entah mengapa membuatnya … senang.

“Ah, I—itu… N—ne—,”

Heeyeon tersenyum canggung. Entah mengapa pertanyaan Baekhyun justru membuatnya keki. Mereka pernah satu kelas, jelas saja Heeyeon mengingatnya. Haruskan ia mengatakan bahwa

“—lagipula, siapa yang tidak mengingatmu. Byun Baekhyun si tampan yang jadi idola sekolah.”

Baekhyun terbelalak. Benarkah apa yang ia dengar dari mulut gadis itu? Gadis itu mengatakan bahwa Baekhyun err —tampan?

“I—itu… Setidaknya itu yang kudengar dari beberapa penggemarmu di sekolah dulu.”

Heeyeon menunduk, menyembunyikan rona merah yang muncul di pipinya yang putih.

“Ah, N—ne. Terima kasih.” Baekhyun mengusap tengkuknya. Ia bingung harus bagaimana.

“Bagaimana kalo kita makan dulu? Aku tahu kedai tteokbeokki yang enak disekitar sini. Aku traktir, setelah itu aku akan mengantarmu pulang. Otte?”

Baekhyun merutuki dirinya sendiri dalam hati. Ayolah, mereka dulu tidak terlalu akrab. Tapi bagaimana bisa Baekhyun bisa mengajaknya makan seakan-akan mereka itu teman la—Oh, Baiklah. Mereka memang teman sekelas. Tapi mereka jarang berinteraksi diluar urusan sekolah dan pelajaran —kecuali kalau kegiatan Baekhyun mencuri pandang ke arahnya bisa disebut sebagai interaksi.

“Tidak perlu repot-repot, Byun Baekhyun-ssi. Tapi a—”

“Berhenti bersikap formal padaku, Ketua kelas. Bukankah kau ingat kalau kita teman sekelas. Kupikir kita bisa bersikap seperti layaknya err —teman akrab, mungkin?”

Baekhyun kembali merutuk dalam hati. Teman akrab? Yang benar saya. Haruskah Baekhyun kursus pada Kyungsoo untuk mengontrol bicaranya. Semoga saja gadis itu tidak berpikir kalau dirinya—Baekhyun, adalah orang yang aneh.

“Baiklah. Asal kau berhenti menggunakan embel-embel ketua kelas saat memanggilku. Bagaimana err —Baekhyun-a?”

Baekhyun nyaris melompat saking senangnya. Ah, Baekhyun pikir, dia tidak perlu berguru pada Kyungsoo. Ia rasa, body controlnya semakin membaik.

“Tentu. Jadi, mau makan bersama, Heeyeon-a?”

****

Dan disinilah mereka sekarang, duduk berhadapan di sudut kedai tteokbeokki. Jangan salahkan Baekhyun mengapa ia mengambil tempat disudut. Justru dia sangat berterima kasih karena kedai ini hanya menyisakan satu tempat kosong di sudut yang—syukurnya—agak temaram. Jadi Baekhyun bisa melepas maskernya, tanpa khawatir orang-orang akan mengenalinya sebagai Baekhyun, sang main vokal EXO-K.

Dua piring tteokbeokki dan dua cangkir teh hijau hangat menemani obrolan santai mereka. Sungguh, Baekhyun tak pernah menyangka jika mengobrol dengan Heeyeon akan semenyenangkan ini. Salah Baekhyun juga yang terlanjur meng-underestimate gadis di depannya dengan berpikir, bahwa Heeyeon adalah gadis yang pendiam. Well, sebenarnya itu bukan sepenuhnya salah Baekhyun. Ia jarang melihat Heeyeon ikut berkumpul beberapa gadis di kelasnya. Baekhyun tahu Heeyeon lebih suka duduk ditempatnya sambil membaca sebuah buku—yang tidak Baekhyun ketahui, buku apa itu. Tapi bukan berarti Heeyeon itu gadis anti-sosial.

Pernah suatu hari—jauh di awal tahun ketiga mereka di sekolah, Kornea mata Baekhyun menangkap Heeyeon tertawa bersama beberapa gadis dikelasnya. Tawanya memang biasa, tapi —bagi Baekhyun— tawa Heeyeon terasa istimewa. Itulah kali pertama jantung Baekhyun berdetak cepat untuk seorang gadis. Dan selanjutnya, semakin lama ia sekelas dengan gadis itu, semakin banyak hal yang membuatnya terperangkap dalam pesona seorang Lee Heeyeon.

Baekhyun semakin tenggelam dalam obrolannya dengan gadis itu. Membiarkannya tertawa karna lelucon yang dilontarkan Baekhyun. Baekhyun hanya ingin melihat dan mendengar tawa gadis itu. Itu saja. Sampai akhirnya—,

“Apa kita benar-benar berteman sekarang, Baek?”

Baekhyun menatap gadis didepannya sebentar. Lalu meneguk teh hijaunya sedikit sebelum akhirnya menjawab.

“Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?”

“Tidak. Hanya saja, kau seorang public figur sedangkan aku—”

“Cukup, Heeyeon-a. Aku tahu arah pembicaraanmu. Dengar —,” Baekhyun menghela napas,”—aku mungkin seorang public figur, tapi selama aku terikat kontrak dengan agensiku, tak pernah ada orang yang melarangku berteman dengan siapapun. Lagi pula, kau bukan orang baru dalam hidupku. Aku mengenalmu sebelum aku bertemu dengan pihak agensiku. Kau mengerti?”

Heeyeon tersenyum lalu mengangguk. Ah, betapa Baekhyun sangat merindukan senyuman itu. Satu tahun masa trainee-nya ditambah 2 tahun lebih pasca debutnya membuat ia jarang kembali ke kampung halamannya, apalagi untuk melihat paras gadis—yang ingin sekali Baekhyun klaim sebagai milik—nya.

“Baek, kudengar kau paling dekat dengan Chanyeol di antara semua member? Benarkah?”

“Apa kau seorang fans? Kau tahu sekali akan hal itu? Kau bukanlah fans fanatik yang berpura-pura terlihat seperti kenalan biasa kan?”

Mata Baekhyun mengerling jahil.

“Mwoya! Itu jelas bukan gayaku.”

Baekhyun mengernyit. Demi Tuhan. Baekhyun hanya bercanda, tapi reaksi gadis ini berlebihan sekali—Heeyeon melemparkan gumpalan tissue ke arah Baekhyun.

“Melihat reaksimu, aku jadi semakin yakin kalau dugaanku benar.”

“YA! Byun Baek—,”

“Arraseo. Aku hanya bercanda tadi. Tapi bisakah kau tidak berteriak saat menyebut namaku? Aku tidak ingin terlibat skandal gara-gara hal ini.”

Baekhyun buru-buru memotong teriakan gadis itu. Membuat Heeyeon mengerucutkan bibirnya. Merajuk dan terlihat imut—menurut Baekhyun.

“Jadi, kenapa tiba-tiba kau menanyakan kedekatanku dengan tiang listrik itu?”

Seketika Heeyeon tersenyum. Iris coklatnya terlihat berbinar—antusias.

“Jika memang kau dekat dengannya, bisakah kau mengenalkanku padanya, Baek? Jujur saja, dia member yang paling kusuka di grup—”

Uhuk uhuk.”

Telak! Baekhyun tersedak sepotong tteokbeokki yang baru saja ia makan.

“—uh, Baek. Gwenchana?”

Heeyeon buru-buru menyodorkan minuman pada Baekhyun—yang langsung diterima dengan segera.

“Apa ada yang salah dengan ucapanku, Baek? Kenapa reaksimu berlebihan sekali?”

Heeyeon mencoba bertanya sementara Baekhyun masih sibuk meredakan batuknya sambil mengelus dada.

Baekhyun melahap sepotong tteokbeokki dengan pelan —Baekhyun tidak mau terlihat konyol gara-gara tersedak tteukbeokki dua kali.

“Kau bilang kau bukan fans fanatik yang menyamar. Tapi sekarang kau bilang kau paling menyukai Tiang Listrik itu di antara semua member. Lalu apa bedanya kau dengan fans-fans kami di luar sana.”

Baekhyun mati-matian menjaga emosinya. Berusaha agar nada bicaranya tidak terdengar seperti seorang pria yang err—cemburu mengetahui kekasihnya justru lebih menyukai pria lain. Yang benar saja?

“Aku memang bukan fans fanatik. Tapi bukan berarti aku tidak boleh menyukai salah satu dari kalian kan?”

“Tentu saja tidak boleh!”

“Eh, K—kenapa?”

Lagi. Baekhyun kelepasan. Melarang Heeyeon menyukai salah satu member EXO? Baekhyun pasti terlihat seperti pria yang posesif sekarang.

“I—itu.. I—itu—”

Sial! Lidah Baekhyun mendadak kelu.

“I—I—itu artinya kau juga seorang fans.”

“Baiklah. Aku memang seorang fans. Tapi aku bukan fans fanatik. Aku tidak mau kau menyamakanku dengan ssasaeng fans di luaran sana. Jadi, sekarang aku boleh menyukai salah satu member kalian kan, Baek?”

“T—tentu. Tapi kenapa harus Chanyeol. Apa bagusnya Tiang Listrik itu?” Ucapnya kesal.

“Astaga, Baek! Kau harus tau, Chanyeol itu tampan sekali, dia rapper terkeren yang pernah aku lihat. Dia juga tinggi, dan—”

—dan hari-hari Baekhyun di Bucheon terasa menyebalkan.

 

******

Baekhyun tidak mungkin menceritakan apa masalahnya pada Chanyeol. Karena—secara tidak langsung—pria tinggi itulah penyebabnya.

“Ngomong-Ngomong, kau belum pulang, Yeol? Kupikir kalian sudah meninggalkan gedung ini sejak 30 menit yang lalu.”

Chanyeol mendengus, Baekhyun sedang mencoba mengalihkan pembicaraan, ia tahu itu. Tapi ia tak menyangkal. Biarlah teman sekamarnya ini menyimpan masalahnya untuk sementara. Toh, suatu saat nanti, dia pasti akan menceritakan semuanya. Segera Chanyeol memasang senyum konyol—yang membuatnya mendapat julukan Happy Virus EXO—nya.

“Aku berniat mengambil ponselku yang—entah kenapa—bisa tertinggal disana.—”

Chanyeol menunjuk ponsel hitam miliknya yang—baru Baekhyun sadari—tergeletak di pojok ruangan.

“—Begitu teringat kalau kau masih ada disini, aku mencoba menghubungimu —menggunakan ponsel Joonmyun Hyung. Berharap kau membawanya pulang nanti. Tapi ternyata, kau tidak mengangkat panggilanku. Jadilah aku memaksa Manager Hyung memutar balik mobilnya—kembali kemari.”

“Oh, mian. Ponselku ku-set silent tadi. Aku tidak menyadari ada panggilan darimu.”

“Sudahlah, ayo kita pulang, Baek. Yang lain sudah menunggu dibawah.—”

Baekhyun sudah berniat menolak. Tapi Chanyeol lebih dulu menyela.

“—Dan kali ini kau tidak bisa menolak, Byunbaek. Aku bosan jika keadaan van tenang seperti di pemakaman. Kalau ada kau kan suasana jadi lebih seru.”

Chanyeol segera mengambil ponselnya di pojok, lalu menarik Baekhyun keluar dari ruangan itu. Sedangkan Baekhyun hanya bisa mendengus pasrah.

‘Mana mungkin aku bisa meramaikan suasana bila suasana hatiku saja sedang seperti ini, Bodoh’, rutuknya dalam hati.

*****

Baekhyun menatap ponselnya dengan pandangan kosong. Satu pesan—dari Heeyeon— baru saja masuk.

‘Byunbaek, aku sudah kembali ke Seoul hari ini. ^^ Bisakah kau mengabulkan permintaanku—tentang­­ Chanyeol— di kedai tteokbeokki waktu itu? Jebaaal.. /bbuingbbuing/’

Ah, iya. Heeyeon melanjutkan study-nya di salah satu Universitas ternama di Seoul. Pertemuannya dengan Heeyeon di Bucheon kala itu memang suatu keberuntungan karena Heeyeon juga tengah berlibur.

Baekhyun mendengus. Pesan Heeyeon lagi-lagi membuat suasana hatinya kacau. Baekhyun bisa saja menolak permintaan gadis itu. Tapi tidak—Baekhyun bukan tipe pria egois. Ia ingin membuat Heeyeon senang. Ia tahu ini menyakitkan. Tapi biarlah. Baekhyun lebih memilih tersakiti dari pada membuat Heeyeon sakit. Baekhyun boleh sakit. Tapi Heeyeon tidak.

Klek klek..

Pintu kamar Baekhyun terbuka, lalu segera ditutup tak lama kemudian. Teman sekamarnya—Chanyeol—­­rupanya baru selesai mandi. Terlihat dari handuk kecil yang tersampir dibahunya serta tetes air dari rambutnya yang basah . Tanpa banyak berkata, pria jangkung itu langsung merebahkan tubuhnya di ranjang.

Baekhyun menatap Chanyeol datar. Mata Chanyeol terpejam. Tapi Baekhyun yakin, dia tidak—setidaknya belum— tidur. Baekhyun sudah memutuskan untuk membantu Heeyeon. Dia tahu, Heeyeon menyukai rapper EXO-K tersebut. Dan tahap awal, Baekhyun harus memberi tahu pada Chanyeol siapa itu Heeyeon. Dan dia, harus mempertemukan keduanya. Dan tahap itu, dimulai dari —,

“Ada seseorang yang ingin berkenalan denganmu, Yeol”.

—sekarang. Dan Baekhyun baru saja memulainya. Langsung. Tanpa basa-basi.

Chanyeol membuka matanya pelan.

Nugu?”

“Temanku di bangku sekolah.”

Yeoja?”

Baekhyun mengangguk. Dan itu membuat Chanyeol bangkit dan duduk ditepi ranjang. Menghadap Baekhyun dengan mata berbinar. Kentara sekali kalau pria itu sangat antusias. Dan dengan perasaannya yang kian terhempas, Baekhyun mulai bercerita semua—kecuali perasaannya—tentang Heeyeon.

****

Baekhyun tahu rasanya akan sakit ketika mengantar Chanyeol bertemu Heeyeon. Tapi bisakah gadis itu tidak menambah lukanya dengan memintanya tetap tinggal? Tak tahukah Heeyeon betapa dadanya terasa sesak tiap kali melihat Heeyeon tertawa karena lelucon Chanyeol. Baekhyun tahu, keduanya—Chanyeol dan Heeyeon—adalah orang yang talk-active. Tapi Baekhyun tak pernah menyangka mereka bisa langsung akrab secepat itu. 45 menit duduk diantara kedua—yang sama-sama mengacuhkan Baekhyun—nya, membuat Baekhyun merasa merada di neraka. Sungguh, Baekhyun berharap seseorang segera mengeluarkannya dari tempat ini sekarang—

Pipp pipp

—juga.

Fokus mata Baekhyun langsung beralih ke ponsel hitam miliknya yang tergeletak diatas meja. Secepat kilat, diraihnya ponsel itu. Setengah mati Baekhyun berharap, isi pesan itu bisa membuatnya meninggalkan cafe ini secepatnya. Tapi gerakan refleks Baekhyun yang terlampau cepat itu juga menarik perhatian dua orang lainnya.

Tak lama, seulas senyum merekah di bibir tipis pria itu. Sejenak setelah merapikan diri, Baekhyun segera bangkit.

“Mau kemana, Baek?”, tanya Chanyeol.

“Aku harus pergi, Yeol. Youngie menungguku di taman sekarang. Kalian tak keberatan jika ku tinggalkan?”.

Chanyeol mengangguk ragu, sedangkan Heeyeon tetap bergeming ditempatnya. Iris coklatnya menatap Baekhyun datar.

“Baiklah, aku pergi. Aku tidak mau membuat Youngie menungguku lebih lama.”

“Tapi, Baek—”

Mian, Yeol. Aku harus bergegas, simpan perkataanmu untuk di dorm nanti.—”

Baekhyun beralih menatap Heeyeon yang masih terdiam.

“—Heeyeon-a, Mian. Aku tidak bisa mengantarmu pulang. Tapi kuyakin, Chanyeol tak akan keberatan untuk mengantarmu nanti, iya kan, Yeol?”.

Lagi, Chanyeol mengangguk ragu.

“Baiklah, aku pergi. Dan—”

Baekhyun memejamkan matanya sebentar. Menahan sesak yang tiba-tiba merasuk ke dalam dadanya.

“—nikmati waktu kalian berdua. Sampai nanti.”

Kali ini Baekhyun langsung pergi, tanpa menoleh lagi. Tak peduli dengan tatapan penuh tanya Chanyeol maupun tatapan kosong Heeyeon yang mengarah padanya.

Denting bel mengiringi langkah kakinya melewati pintu cafe. Satu kebohongan kecil tercipta dari bibir tipisnya. Tapi Baekhyun tidak peduli. Baginya, menjauh dari mereka adalah hal yang paling penting. Baekhyun takut dirinya tidak sanggup menahan sesak melihat keakraban keduanya—Chanyeol dan Heeyeon.

Baekhyun menatap ponselnya sambil tersenyum pahit. Apanya yang penting dari pesan—

‘Oppa, aku bosan sekali saat ini.  bagaimana denganmu?’

—yang baru saja masuk ke ponselnya. Tidak ada yang menunggunya di taman.

Kalaupun ada, Baekhyun tidak akan membiarkan orang bodoh manapun menunggunya ditempat ramai seperti itu. Yang benar saja. Baekhyun tidak mau identitasnya sebagai public figur terbongkar begitu saja.

Pelan-pelan, jari lentik Baekhyun mengetik sebuah balasan—

‘Kau bosan? Bersiaplah, Nona Manis. Dalam 15 menit, aku akan menjemputmu’

—lalu mengirim ke sebuah kontak. Sungyoungie.

******

Sudah lebih dari 5 kali Chanyeol mendengar Heeyeon menghela napas dalam 10 menit terakhir—setelah Baekhyun pergi.

“Kau baik-baik saja?”

“N—ne? Ah, Iya. Aku baik-baik saja, Chanyeol-ssi. Tak ada yang perlu kau khawatirkan”.

Heeyeon tersenyum tipis. Meyakinkan Chanyeol kalau dia baik-baik saja. Tapi Chanyeol tak mudah dibohongi, ia tahu gadis itu berbohong.

“Kau. Tidak. Baik. Baik. Saja, Heeyeon-a. Kau bahkan berbicara resmi padaku. Padahal sebelumnya—ketika Baekhyun masih disini—kita sudah menggunakan banmal.”

“Benarkah? Ah, mian, Chanyeol-a. Aku rasa, akhir-akhir ini tugas kuliah membuatku menjadi sedikit pelupa.”

Heeyeon tersenyum kikuk.

“Ngomong-ngomong, apa kau tau siapa yang akan Baekhyun temui?”.

Bingo!

Tepat sasaran. Belum juga Chanyeol memastikan, gadis itu sudah mengatakannya terlebih dulu. Chanyeol sudah bisa menduga kalau penyebab diamnya Heeyeon adalah Baekhyun.

Dari awal, Chanyeol tahu, ada yang berbeda dari cara Heeyeon menatap sahabatnya. Chanyeol bisa merasakan ketertarikan gadis itu terhadap Baekhyun.

Chanyeol hanya mengangkat bahu sebelum akhirnya menjawab.

Molla. Dari sekian banyak hal yang pernah kami bicarakan, tak pernah sekalipun Baekhyun menyinggung seseorang—yang kuyakini seorang gadis—bernama Youngie. Tapi setahuku, Baekhyun bukanlah tipe pria manis yang suka memanggil seorang gadis dengan sapaan akrab semacam itu. Mungkin saja, itu Saudara perempuannya.”

“Kupikir, Baekhyun tidak punya saudara perempuan.”

“Ah, iya. Kau benar, tapi—”

Chanyeol sengaja menggantung ucapannya. Penasaran dengan reaksi gadis didepannya. Rasanya, Chanyeol ingin tertawa melihatnya. Kentara sekali kalau Heeyeon sangat penasaran dengan jawabannya. Chanyeol menyeruput mango frizz miliknya hingga tersisa setengah, meletakannya kembali di meja sebelem melanjutkan,

“—tapi bukankah tidak menutup kemungkinan kalau gadis itu adalah teman dekat—atau malah sudah menjadi kekasih sahabatku itu.”

Bahu Heeyeon merosot turun. Kelanjutan jawaban Chanyeol sedikit-banyak mempengaruhi perasaannya. Rasa sakit itu merasuk kedalam hatinya. Dan kelanjutan obrolannya dengan si Happy Virus sore itu, terasa hambar.

*****

“Bisa kau jelaskan padaku, siapa itu Youngie, Baek?”

Chanyeol langsung mengungkapkan pertanyaan yang dari tadi bercokol dalam pikirannya begitu mendapati Baekhyun duduk di tepi ranjanganya. Tapi Baekhyun bergeming. Meski demikian, Chanyeol yakin, suara pintu kamar yang ia tutup tadi, ditambah suara bass miliknya sudah memberi tahu Baekhyun mengenai keberadaannya. Tapi melihat Baekhyun yang tampak fokus melihat—entah apa—pada layar ponselnya, membuat Chanyeol berdecak sebal. Dihampirinya rekannya itu, lalu ditepuknya bahu pria itu.

Chanyeol sama sekali tak mendapati reaksi berlebihan dari Baekhyun. Pria itu sama sekali tak terlihat terkejut.

“Kau sudah pulang, Yeol? Bagaimana tadi? Apakah menyenangkan?”.

Chanyeol memutar bola matanya.

“Aku sudah sempat menanyaimu ketika masuk tadi, tapi kau sama sekali tak menghiraukanku. Dan jawaban untuk pertanyaan keduamu, Ya. Kurasa sangat menyenangkan. Sifat talkaktive dan friendly Heeyeon membuat kami cepat akrab. Sekarang, bisa kau jelaskan siapa—”

“Benarkah? Ah, sudah kuduga kalian akan cepat akrab. Menurutmu, bagaimana Heeyeon itu?”.

Baekhyun buru-buru memotng ucapan Chanyeol saat menyadari arah pertanyaan yang akan terlontar dari bibir pria jangkung itu. Sungguh, Baekhyun tidak mau membahas itu—setidaknya, jangan sekarang.

“Aku sudah mengatakannya tadi, Baek. Heeyeon itu gadis yang—”

“Bukan itu maksudku, Yeol. Apa menurutmu Heeyeon itu err—cantik?”

“Semua pria akan setuju jika kubilang dia cantik. Tapi—”

“Kau benar, Yeol. Kupikir kalian terlihat cocok—”

“YA! Byun Baekhyun, berhentilah memotong perkataanku!”

Chanyeol menghela napas sejenak. Itu kali pertama dia berbicara dengan nada sedikit tinggi dengan Baekhyun. Biasanya, pria itu yang akan memaki—bahkan tak jarang membentak—nya ketika Chanyeol berulang kali melupakan koreografi lagu mereka ketika latihan.

“Aku tak peduli meski kau berniat menghindar, Byun Baekhyun. Tapi kau sendiri yang menyuruhku menyimpan perkataanku untuk di dorm. Maka sekarang aku menagih jawabanmu. Tapi sebelumnya, bisakah kau berhenti membcirakan hal yang tidak ingin kubahas? Ada hal lain yang sangat ingin kubicarakan. Dan kita harus—”

Tok Tok Tok

Suara pintu yang diketuk, dan tak lama kemudia disusul kepala Maknae—Sehun—yang menyembul dari balik pintu, menginterupsi perkataan Chanyeol.

“Manager Hyung menyuruhku memanggil kalian. Ia menyuruh kita berkumpul diruang makan sekarang, Hyung. Ia bilang, ada hal yang perlu dibicarakan—berkaita­n dengan jadwal kita minggu ini.”

“Kau duluan saja, Sehunie. Kami akan segera menyusul.”

Mendengar ucapan Chanyeol, Sehun langsung mundur teratur lalu disusul suara debum pintu yang ditutup.

“Mungkin aku memang tidak boleh membicarakannya sekarang—dilihat dari banyak hal yang terus-menerus menginterupsi ucapanku. Tapi ingat, Byun Baekhyun!—”

Chanyeol memberi jeda dalam perkataanya sejenak—seolah memberi Baekhyun kesempatan untuk menelan ludah.

“—ingatlah kalau aku akan meminta penjelasanmu tentang hal ini—tentang Youngie. Secepatnya.”

Chanyeol memberikan penekanan pada kata terakhir. Mata bulatnya masih sempat melempar pandangan sinis pada Baekhyun sebelum meninggalkan Baekhyun yang masih terpaku.

Jujur saja, Baekhyun masih belum percaya, jika Chanyeol yang baru saja bicara—hampir ribut—dengannya adalah Chanyeol yang selama ini menjadi teman sekamarnya. Sebelumnya, Chanyeol tak pernah bersikap begitu dewasa dan tegas seperti saat ini. Baekhyun hanya bisa berharap, perubahan sikap Chanyeol, tidak ada hubungannya dengan Heeyeon, dan pertemuan mereka sore tadi. Dan Baekhyun segera beranjak dari tempatnya begitu mendengar teriakan Manajernya—menyuruhn­ya segera turun.

*****

Heeyeon baru saja keluar dari kelas terakhirnya, ketika pesan dari Chanyeol masuk ke ponselnya.

Sebulan sudah—terhitung dari pertemuan pertama mereka. Hubungan Heeyeon dengan member EXO favoritenya itu semakin dekat. Keduanya sering berkirim pesan. Membicarakan banyak hal—terutama Baekhyun. Tak jarang juga, keduanya bertemu—lagi-lagi karena ajakan Baekhyun—meski setelahnya, Baekhyun akan pergi ditengah acara dengan berbagai alasan—yang paling sering, berhubungan dengan Youngie—.

Tapi kali ini berbeda. Chanyeol sendiri yang mengajaknya bertemu. Hanya berdua.

‘Heeyeon-a, apa kau ada waktu sore ini? Ada hal yang ingin kubicarakan. Tentang Baekhyun.’

Oh, Baiklah. Kalimat terakhir dalam pesan Chanyeol memang otoriter. Heeyeon tidak mungkin menolak. Gadis itu sadar, betapa nama Baekhyun terasa sangat berpengaruh pada kehidupannya. Baik dulu, sekarang, atau mungkin nanti.

Secepat kilat, Heeyeon mengirim pesan balasan—

‘Satu jam lagi, kutunggu di kedai bubble tea dekat dorm kalian.’

—pada Chanyeol lalu lalu melangkah menuju perpustakaan kampusnya.

****

“Maaf membuatmu menunggu lama, Heeyeon-a”.

Suara kursi yang ditarik mundur berbarengan dengan suara bass seorang pria yang duduk di hadapannya, membuat perhatian Heeyeon beralih dari novel di tangannya.

Gadis itu berdecak kesal, lantas menutup novelnya.

Gwenchana. Aku-mengerti–kesibukanmu.”

Heeyeon tak bisa menampik betapa ia ingin sekali mengomel dan memaki pria dihadapannya. Menunggu satu jam lamanya seperti orang bodoh di kedai—yang hanya berjarak kurang dari 100 meter dari dorm pria itu—sendirian, membuatnya kesal. Tapi, ia berusaha untuk menghargai Chanyeol. Biar bagaimana si Jangkung itu cukup berusaha menemuinya walaupun dengan penyamaran—topi dan masker.

Heeyeon tak mungkin bisa meneriaki pria itu dengan kata-kata omelan bernada tinggi—yang bisa saja membuat identitas pria itu terbongkar. Heeyeon tidak mau berurusan dengan artis—siapapun itu— dan para fans mereka yang brutal. Tapi tetap saja, Heeyeon tidak bisa untuk tidak memberi penekanan di tiap kata yang diucapkannya. Sedikit-banyak, ia ingin Chanyeol tahu—ia benci menunggu.

Mian. Sebenarnya aku sudah akan bergegas sesaat setelah kau membalas pesanku. Biarlah nanti aku yang menunggu karna memang aku yang mengajakmu bertemu. Tapi Joonmyun Hyung malah memaksaku menemaninya berbelanja. Padahal semua penghuni dorm tahu, bulan ini giliran Jongin untuk menemaninya. Tapi Bocah Hitam sialan itu malah mendapat project sehingga harus pergi latihan bersama para dancer SM lainnya.”

Heeyeon memutar bila matanya kesal. Ayolah, Chanyeol tak perlu menjelaskan serinci itu.

“Baiklah. Tuan Park. Aku rela menunggumu selama satu jam disini karena aku ingin mendengar tentang hal yang sudah kau tulis dipesanmu tadi—tentang Baekhyun. Dan bukannya mendengarkan alasan panjangmu yang yang tak jelas itu, ditambah dengan aktifitas para member kalian.”

“Jadi kau hanya ingin mendengar tentang Baekhyun saja? Kau bahkan tidak menanyakan keadaanku—minimal memesankan aku minuman. Kau tak lihat aku tampak seperti orang di kejar setan saat kemari tadi?”

Kedua mata bulat Chanyeol mengerling jahil.

“A—aniya. B—bukan begitu maksudku.”

“Ah, sebegitu besarnya kah rasa sukamu pada sahabatku? Kau bahkan mengabaikanku—yang kata orang— jauh lebih tampan dari pada namja penggila eyeliner itu,” ucapnya percaya diri.

Sungguh, Chanyeol tidak bisa menahan untuk tidak menggoda gadis itu begitu melihat rona merah menjalar dipipi putihnya.

Mwoya!! A—aku tidak menyukainya—haha—. Sebenarnya apa yang kau bicarakan?—”

Heeyeon tersenyum kikuk. Salah tingkah.

“—Kau tunggu disini sebentar, akan ku pesankan bubble tea untukmu”.

Chanyeol menatap punggung Heeyeon yang menjauh menuju counter di salah satu sisi kedai.

‘Gadis bodoh’, pikirnya. Melihat tatapan mata Heeyeon yang sarat akan rasa sakit ketika menatap Baekhyun yang pergi ditengah pertemuan mereka selama sebulan terakhir ini membuatnya jengah. Ia tidak tega. Ia hanya ingin membuat Heeyeon membenarkan hipotesa—yang ia yakini 99% tepat—nya.

“Aku tidak tahu, selama ini, kau yang terlampau pintar menyembunyikannya atau sahabatku yang terlalu bodoh untuk menyadarinya,” sergah Chanyeol begitu Heeyeon kembali membawakan segelas Choco bubble tea ke hadapannya.

“Apa yang kau bicarakan, Chanyeol-a? Aku—”

“Tapi jika aku saja bisa langsung mengetahui perasaanmu—bahkan di pertemuan pertama kita—, pastilah karna si Byun itu terlalu bodoh—dan kelewat tidak peka. Benar kan apa yang kukatakan?”

Heeyeon terdiam. Memainkan sedetan di gelas bubble tea miliknya. Dari matanya—yang terus menerawang—bulir air mata perlahan mengalir—membasahi pipinya yang putih.

“Heeyeon-a, Kau menangis? Apa ada yang salah dengan ucapanku?”

Sedikit-banyak, Chanyeol ikut panik. Ini kali pertamanya melihat gadis itu menangis. Padahal ia sendiri tak tahu apa penyebabnya. Ia pikir, tak ada satupun bagian dari ucapannya yang—mungkin—membuat­ gadis itu menangis.

“Menurutmu, bagaimana rasanya menjadi pengagum diam-diam, Chanyeol-a?”

Heeyeon tak berniat menghapus air matanya yang semakin deras. Biarlah air mata itu menetes jika bisa mengurangi sesak dalam hatinya. Ia juga tidak menjawab pertanyaan Chanyeol—justru malah balik percaya pada pria itu.

Chanyeol diam. Sama sekali tak membalas. Ia memang tak mengerti apa yang baru saja Heeyein katakan. Tapi—entah mengapa—iya tahu, Heeyeon akan menceritakan semuanya—jawaban dari semua pertanyaan—tentang Baekhyun dan Heeyeon—dikepalanya.

“Aku tidak tahu bagaimana kau bisa mengetahui apa yang selama ini kesembunyikan. Jujur saja, aku terkejut. Aku tidak tahu harus bagaimana. Tapi kurasa, tidak ada salahnya jika aku menceritakan ini padamu. Asal kau mau berjanji—”

Heeyeon memejamkan matanya sesaat.

“—berjanji untuk tidak mengatakan ini pada Byun Baekhyun.”

Bola mata Heeyeon menatap Chanyeol penuh harap. Chanyeol tidak bisa berbuat apa-apa—kecuali mengangguk ragu.

“Aku mengagumi Baekhyun jauh sebelum ia mengenalku. Di tahun pertama SMA kami, aku pernah—tak sengaja—melihatnya bernyanyi. Kala itu masih pagi. Sekolah kami masih sepi. Sudah menjadi kebiasaanku—sejak sekolah disana— untuk membaca di bawah pohon apel—di taman belakang sekolah—sebelum bel masuk berbunyi. Tapi pagi itu, —untuk pertama kalinya, aku melihat orang lain—namja—duduk bersandar di bawah pohon itu, dengan mata terpejam. Awalnya, kupikir ia tertidur, tapi begitu aku mendengarnya bernyanyi, aku langsung terpaku. Suaranya seakan menghipnotisku. Aku memutuskan bersembunyi mendengarnya sampai selesai bernyanyi. Tepat ketika bel berbunyi, ia membuka matanya dan tersenyum kecil. Saat itu aku langsung merasakan jutaan kupu-kupu berterbangan dalam perutku. Jantungku bertedak lebih cepat. Aku masih memantung ketika mendengar seseorang memanggil namanya. Dan dia segera pergi bersama teman—yang memanggil namanya tadi—nya. Menatap punggungnya yang menjauh, aku merasa kecewa. Saat itulah, untuk pertama kali aku menyadari kalau aku jatuh cinta pada seseorang—yang saat itu kuketahui—bernama Byun Baekhyun.”

Heeyeon menghentikan ceritanya untuk sekedar menarik napas. Juga untuk memberi Chanyeol untuk bertanya—kalau-kalau­ pria itu ingin. Dan benar saja, Chanyeol langsung bertanya. Untuk sekedar memastikan dugaannya.

“Jadi selama ini dugaanku benar? Kau menyuka—ah, ani. Mencintai Baekhyun. Bahkan jauh sebelum aku mulai menyadarinya?”.

Heeyeon mengangguk.

“Kami tidak sekelas kala itu, begitupun di tingkat dua. Tapi aku tahu, dia—Baekhyun—adalah seorang idola sekolah. Seminggu setelah kejadian di taman, Sekolah kami mengadakan pentas seni. Dan Baekhyun mewakili kelasnya untuk bernyanyi. Saat itu aku sadar, Baekhyun, semakin sulit kugapai. Aku bagaikan punguk yang merindukan bulan. Aku memutuskan untuk mencintainya diam-diam. Tidak seperti penggemarnya yang terang-terangan menunjukan perasaan mereka. Aku juga tidak seperti para pengagum rahasia yang selalu mengiriminya surat, bunga, hadiah atau hal-hal manis lainnya tanpa identitas. Aku benar-benar mencintainya diam-diam—dalam diam. Aku cukup menikmati suaranya dari balik pintu ruang seni, memperhatikan wajahnya dari kejauhan. Cukup dengan memastikan Baekhyun ada dalam lingkup yang sama denganku, membuatku merasa Baekhyun benar-benar menjadi bagian hidupku.”

Heeyeon tersenyum pahit.

“Kau tahu, Yeol? Aku tak pernah menyangka mencintai Baekhyun akan sesakit ini. Sungguh, aku ingin sekali bersikap egois dengan menarik Baekhyun diantara kerumunan penggemarnya. Menyatakan perasaanku padanya dan menjadikannya milikku—”

“Kenapa tak kau lakukan saja? Dengan begitu, rasa sakitmu itu tak akan berlanjut sampai sekarang.”

“Aku tidak bisa. Aku ini yeoja—”

“Memang kenapa kalau kau adalah seorang gadis. Ah, aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran kaum kalian. Kalian selalu menyangkut-pautkan gender ketika menyatakan cinta.”

Chanyeol mengacak rambutnya frustasi. Dia geram juga mendengar cerita Heeyeon.

“Kau tidak mengerti—”

“Bagian mana yang ditak kumengerti, Heeyeon-a. Bisakah kau menjelaskannya padaku dan buat aku mengerti!”

Chanyeol menaikan nada bicaranya tanpa sadar. Perhatian beberapa pengunjung kedai—yang lumayan ramai—itu terarah padanya. Tapi Chanyeol tak peduli. Toh, orang-orang tidak akan mengenalinya selama masker dan topi hitam pasing menutupi identitasnya.

“Kami—aku dan para gadis lain yang tidak berani mengatakan cinta— hanya tidak ingin sakit. Menyatakan perasaan dan—kemungkinan besar— ditolak akan membuat kami makin sakit. Tak tahukah kau bagaimana rasanya menanggung malu jika—kebetulan—berta­tap muka dengan orang yang bersangkutan? Tak tahukah kau rasanya harus menghindar?”

“Bagaimana kalian bisa berpikir akan ditolak jika kalian tidak mencoba?”

“Aku tidak tahu alasan gadis lain. Tapi alasanku hanya satu. Baekhyun tidak mengenalku. Bagaimana mungkin dia akan menerima perasaanku jika dia saja tak mengetahui namaku? Aku tak masalah jika harus bermain kucing-kucingan untuk memperhatikan Baekhyun dari jauh. Tapi aku tidak mau bermain kucing-kucingan hanya untuk menghindar—yang artinya, aku tidak bisa memperhatikannya lagi.”

“Kupikir saat ini kalian dekat, kenapa tidak mencobanya lagi? Aku rasa, Baekhyun tidak akan menghindarimu—kalau dia tak menyimpan perasaan sama padamu. Baekhyun adalah tipe namja yang menghargai pertemanan.”

Heeyeon menggeleng.

“Aku tidak mau mengorbankan pertemanan kami, Yeol. Sudah kubilang kan? Bukan Baekhyun yang—mungkin—akan menghindar. Tapi aku. Itu sebabnya, aku harus berpuas diri dengan hubungan kami saat ini. Dan, aku cukup senang dengan fakta Baekhyun ada di dekatku —lebih dekat dari masa sekolah kami dulu.”

Heeyeon mulai terisak. Melihatnya, Chanyeol jadi tidak tega. Ah, salahkan bibirnya yang sulit sekali dikontrol. Seharusnya, dia tak terlalu menekan Heeyeon seperti tadi. Seharusnya Chanyeol tahu, perasaan gadis—apalagi yang sedang jatuh cinta— itu sensitif.

Chanyeol merangsek maju, mendekap tubuh mungil Heeyeon yang bergetar. Membenamkan wajah gadis itu ke dadanya yang bidang. Hanya pelukan biasa. Sarat akan penyesalan dan berkhasiat menenangkan. Tapi sepasang mata sipit milik pria di luar dinding kaca kedai itu menangkap makna yang salah.

Pria itu—Byun Baekhyun— segera meraih ponsel disakunya, menghubungi sebuah kontak lalu menempelkan benda pipih itu ke telinga.

“Yeoboseyo“

“Sungyoungie, kau dimana?”

Dirumah, Oppa. Wae?”

“Baguslah, tunggu aku 15 menit lagi. Aku segera sampai.”

Tapi, Oppa aku—”

Baekhyun segera memutus panggilannya. memasukkan ponselnya kesaku, sebelum akhirnya meninggalkan tempat itu.

****

Kim Jongin hanya bisa berdecak sebal. Ia tahu siapa yang baru saja menghubungi ponsel gadis dihadapannya. Hanya satu orang yang—akhir-akhir ini—suka sekali mengganggu acara mereka.

“Baekhyun Hyung lagi?”.

Gadis di depannya mengangguk.

“Aku tidak mengerti apa yang terjadi pada Hyungku itu. Tapi aku lebih tidak pernah mengerti kenapa dia hanya menghubungimu.”

“Berhenti berpura-pura Jongin-a. Aku ingat betul, kau ada disini ketika Baekhyun Oppa menceritakan semuanya. Dan jangan berpura-pura melupakan siapa Baekhyun Oppa untukku”.

Lantas, Jongin malah mengerucutkan bibirnya—sebal. Ah, betapa dancer EXO-K ini terlihat sangat manis. Jauh dari image sexy yang selama ini melekat dalam dirinya—sebagai Kai.

****

Baekhyun baru saja merebahkan tubuhnya di kasur, ketika ponselnya bergetar. Satu pesan masuk,—

‘Baekhyun-a, bagaimana harimu? Ada yang ingin aku ceritakan padamu. Apa kau ada waktu besok? Kuharap ada ^^’

—dari Lee Heeyeon.

Baekhyun tak bisa berbuat apapun selain mengiyakan. Baekhyun tidak pernah bisa menolak keinginan gadis itu. Meskipun perasaannya sendiri tersakiti. Setelah menceritakan apa yang ia lihat di kedai bubble tea sore tadi pada Sungyoung—dan Jongin tentu saja. Perasaannya sedikit lebih lega. Tapi ia tak tahu kenapa, dadanya terasa sesak ketika membaca pesan Heeyeon. Baekhyun tahu, hal yang ingin Heeyeon ceritakan selalu tentang Chanyeol. Ah, sepertinya Heeyeon senang sekali membicarakan pria itu dengannya. Dan Baekhyun—sedikit—bisa bernapas lega. Setidaknya, pengorbanannya tidak sia-sia. Heeyeon, makin dekat dengan pria—yang menurut Baekhyun—pujaan hatinya.

****

Baekhyun sudah mempersiapkan mental sebaik yang ia bisa. Tapi ia tak pernah menduga, perasaan sakit itu malah meletup-letup. Sakit sekala mendengar Heeyeon—gadis yang ia cintai—membicarakan pria lain dengan sangat antusias.

“—Kau tahu, Baek? Kemarin, Chanyeol mengikat tali sepatuku yang terlepas. Ia bilang, ia tidak ingin aku terjatuh karena menginjak tali sepatuku sendiri. Aku tidak pernah diperlakukan semanis itu sebelumnya. Kurasa, hal itu menambah panjang daftar alasan-mengapa-aku-memilih-chanyeol-sebagai-member-EXO-yang-paling-kusuka”.

Bohong! Apa yang gadis itu hanya karangan semata. Faktanya, kemarin dia memakai flat shoes tanpa tali. Bagaimana mungkin Chanyeol bisa mengikat tali sepatunya yang terlepas. Tapi—untungnya—Baekhyun tak menyadari kebohongannya.

Heeyeon bukan tipe gadis yang suka berbohong sebenarnya. Tapi dia harus melakukan ini. Kalau tidak, ia tak tahu apa yang bisa ia ceritakan pada Baekhyun. Menahan pria itu untuk tetap didekatnya. Berdua—tanpa Chanyeol.

Baekhyun melirik jam ditangannya, lalu tersenyum kecut.

“Heeyeon-a, mian. Aku ada janji dengan Sungyoung. Kau tak apa jika kutinggal?”.

Heeyeon mengangguk ragu.

“Baiklah. Pesananmu akan kubayar sekalian. Lain kali, kita bertemu lagi. Sampai jum—”

Baekhyun baru akan beranjak ketika Heeyeon menahan lengannya.

“Boleh kutahu, siapa itu Sungyoung? Apa dia adalah orang yang sama yang menunggumu ditaman sebulan yang lalu? Apa dia—”

Heeyeon menghela napasnya.

“—seorang gadis?”

“Kau benar. Dia—”

“Apa dia kekasihmu? Kau bahkan sering kali meninggalkan kita—aku, kau dan Chanyeol—karena gadis itu”.

Napas Baekhyun tercekat. Bingung harus menjawab apa. Haruskah ia jujur dengan mengatakan—

“Jujur saja, gadis itu termasuk orang penting dalam hidupku. Suatu saat, aku akan mengenalkannya padamu. Aku pergi.”

Baekhyun masih sempat tersenyum tipis saat melepas genggaman Heeyeon pada lengannya lalu beranjak pergi.

Dengan air mata yang mengalir di pipi, Heeyeon berusaha mencari ponsel dalam tas tangannya. Dengan pandangan yang mulai kabur—karna air mata— Heeyeon berhasil menekan tombol hijau, membuat sambungan telepon ke sebuah kontak.

“Chanyeol-a,—”

Dan tangis Heeyeon pecah saat itu juga.

****

Jongin meraih sebotol air mineral di pojok ruang latihan SM Entertainment lantas meneguknya hingga tandas. Latihan hari ini memang sedikit lebih keras. Project yang dijalaninya—bersama para Dancer SM lain—, akan go public dalam waktu dekat.

Ada yang berbeda dalam latihan kali ini. Biasanya, ia berlatih dengan seluruh member EXO. Tapi kali ini, Jongin merasa agak canggung. Dia yang paling junior disini. Jongin juga tak terlalu dekat dengan yang lainnya kecuali Taemin dan rekan segrupnya—Luhan—yang kebetulan turut tergabung dengan project kali ini.

Ah, Jongin baru saja ingat. Dia ada janji dengan Sungyoung sore ini. Cepat-cepat ia meraih ponselnya dan segera menghubungi gadis itu.

Yeobose—”

“Yeoboseyo, Jongin-a. Mian, tapi bisakah kita batalkan janji kita hari ini. Baekhyun Oppa baru saja datang, ada hal penting yang harus kami biacarakan.

“Tapi Sungyoung-a, bukankah kita—”

Aku tahu, tapi maaf. Baekhyun Oppa tampak kacau sekali hari ini. Aku tidak tega harus membiarkannya sendiri. Bagaimana kalau kita tunda janji kita sampai besok? —atau kapanpun kau senggang. Aku janji akan meluangkannya untukmu. Kututu—

“Mana bisa begitu, Sungyoung-a. Kau tau—”

Tut tut tut

“—YA! Shin Sungyoung mana boleh kau memutuskan teleponku begitu saja. YA!”

Nihil. Sungyoung benar-benar menutup teleponnya.

“Arggh!!”

Jongin melemparkan ponselnya asal. Tapi untungnya—

“YA! Kim Jongin! Jika berniat membuang ponselmu, lebih baik kau berikan cuma-cuma padaku!”

—Lee Taemin, dengan sigap menangkap ponsel putih itu, sebelum mendarat di lantai kayu yang keras.

*****

Chanyeol langsung menyalakan lampu ketika mendapati kamarnya dalam keadaan gelap. Ia baru saja kembali setelah menemui Heeyeon. Siang tadi, Heeyeon menghubunginya sambil menangis. Chanyeol yang kalap langsung menanyakan lokasi gadis itu dan secepat kilat menyambar kunci mobil managernya dan melesat pergi. Betapa terkejutnya pria itu begitu mendapati Heeyeon yang terlihat kacau.

Pelan-pelan, Chanyeol membujuk gadis itu menceritakan apa yang terjadi. Chanyeol harus benar-benar memperhatikan apa yang diucapkan Heeyeon. Gadis itu berkali-kali terisak ketika menceritakan semua—tentang Baekhyun dan penjelasannya mengenai Youngie—Sungyoung.

Chanyeol sama sekali tidak mengerti dengan apa yang ada di pikiran Baekhyun. Bagaimana mungkin pria itu sama sekali tak menceritakan apapun tentang Sungyoung padanya, —teman sekamarnya—. Apa yang membuat Baekhyun sampai merahasiakan itu darinya? Chanyeol pikir, selama ini mereka sudah cukup—bahkan sangat—dekat, bisakah Baekhyun tidak merahasiakan hal yang sebenarnya pernah Chanyeol tanyakan sebelumnya—satu bulan yang lalu—.

Terkadang, Chanyeol merasa terlalu mencampuri urusan Heeyeon dan Baekhyun. Tapi Chanyeol tidak bisa membiarkan Heeyeon mengurusnya sendiri. Chanyeol tahu, gadis itu masih mempunyai sisi rapuh. Tanpa orang lain disisinya, mungkin saja Heeyeon akan lebih terpuruk.

Bukan karna Chanyeol menyukai gadis itu—ah, Chanyeol menyukainya. Tapi hanya sebatas teman. Tidak lebih. Lagipula, masih bagaimana mungkin ia menaruh perasaan pada gadis yang jelas-jelas sudah menyerahkan perasaannya pada pria lain —Byun Baekhyun—sahabatnya sendiri.

*****

Chanyeol segera mendaratkan bokongnya di kursi kayu sambil memijat pelipisnya. Di jalan tadi, Chanyeol sudah menyiap kan segala pertanyaan yang akan dilontarkan pada Baekhyun. Tapi, begitu mendapati kamar mereka kosong, semua yang ada di benak Chanyeol menguap seketika. Ah, sekarang Chanyeol harus merangkai kata-kata dari awal lagi.

BRAKKK..!!!!

“YA! BYUN BAEKHYUN BERHENTI MENGGANGGU KENCAN—eoh, Chanyeol Hyung, apa yang kau lakukan disitu?”

Jongin segera menghampiri Chanyeol yang terjungkal dari kursinya—karna kaget dengan perbuatannya tadi. Membantu pria itu berdiri, namun naas. Bukan ucapan terima kasih yang didapat, tapi malah—

YA! KIM JONGIN! SEPERTI ITU KAH SOPAN SANTUNMU KETIKA MASUK KAMAR ORANG?”

—makian dari Chanyeol yang mengamuk.

“Aish, Hyung. Bukan begitu maksudku. Tapi aku benar-benar kesal dengan Baekhyun Hyung.

“Aku tahu! Tapi apa kau lupa, kalau kamar ini, bukan hanya milik Baekhyun. Tapi juga milikku—Park Chanyeol.”

Arraseo. Jadi dimana Baekhyun Hyung sekarang?”

“Apa untungnya aku memberi tahumu tentang keberadaan Baekhyun. Kau bahkan sudah membuatku jatuh terjungkal, Kim Jongin.”

YA! Hyung! Jangan membuatku makin kesal.”

“Demi Tuhan, Kim Jongin! Kau juga sudah membuatku makin kesal.”

Hyung, cukup katakan dimana Baekhyun Hyung sekarang. Baekhyun Hyung terus saja membuatku kesal karena terus menerus mengganggu kencanku!”

“KENCAN KAU BILANG!?”

Jongin menelan ludah dengan susah payah. Merutuki kecerobohannya dalam hati. Kalau sudah begini, Jongin yakin, Chanyeol akan menanyainya macam-macam.

“Kau sudah berani kencan rupanya. Katakan padaku, siapa gadis-tidak-beruntung itu?”

Chanyeol tersenyum licik. Kekesalannya—yang sudah sampai ubun-ubun— beberapa saat yang lalu hilang begitu saja. Dia rasa, menggoda dongsaeng-nya yang satu itu cukup menarik. Anggap saja, sebagai hiburan sebelum ia memaki Baekhyun nanti.

“Aku belum lama berkencan, Hyung. Dan apa maksudmu dengan sebutan gadis-tidak-beruntung-itu eoh? Kau pikir, sejelek itu kah aku, sampai-sampai kau merasa, gadis yang aku kencani itu adalah gadis malang—yang tidak beruntung?”

“Jawab saja pertanyaanku, Kim Jongin! Dan ceritakan bagaimana kalian bisa berkencan.”

Chanyeol menaik-turunkan alisnya—menggoda Jongin.

“Akan kuceritakan setelah urusanku dengan Baekhyun Hyung selesai. Sekarang katakan dimana Baekhyun Hyung!”

“Ceritakan sekarang atau aku tidak akan memberita—”

YA! PARK CHANYEOL!”

Chanyeol berdecak kesal. Sifat kurang ajar Jongin keluar—lagi. Lain kali, Chanyeol tak akan membiarkan dirinya kalah.

“PANGGIL AKU HYUNG!! Ck, Arraseo. Baekhyun belum pulang sedari tadi. Terakhir yang kutahu, dia ada janji untuk bertemu seorang gadis. Mungkin mereka sedang berkencan juga—sama sepertimu.”

Nugu?”

“Eoh?”

Nugu? Siapa nama gadis yang kau maksud, Hyung?”

“Ah, kalau tidak salah namanya Sungyoung.”

MWOOOO!!!!!

*****

“Aku pulang.”

Baekhyun menutup pintu depan dorm mereka dengan pelan. Ini sudah lewat jam 11 malam. Semua penghuni dorm pasti sudah tidur apalagi di saat jadwal mereka kosong seperti ini. Baekhyun baru saja menapaki anak tangga pertama ketika lampu ruang tengah dorm mendadak menyala. Ketika iya menoleh, didapatinya Chanyeol berdiri didekat sakelar lampu dengan tangan terlipat di depan dada.

“Apa kencanmu dengan Sungyoung menyenangkan, Baek?”

Baekhyun menatap Chanyeol datar. Lalu menunduk.

“Begitulah.”

“Aku tak mengerti dengan jalan pikiranmu, Baek. Sebelumnya, kau tak pernah sekalipun menceritakan tentang Sungyoung—meskipun aku sudah berkali-kali menanyakannya—padaku. Aku ini sahabat—bahkan teman sekamar—mu, Byun Baekhyun. Apa kau tak pernah berpikir, bagaimana jika Joonmyun Hyung menanyakan keberadaanmu—yang baru pulang selarut ini—padaku?”

“Tapi kau sudah tahu aku pergi err—berkencan dengan Sungyoung, Park Chanyeol. Kau bisa menggunakan itu sebagai jawaban—karena itulah yang sedang kulakukan.”

Chanyeol tersenyum miring—smirk— matanya menatap Baekhyun sinis.

“Aku baru tahu kalau selama ini kau berkencan dengan gadis yang sudah memiliki kekasih, Byun Baekhyun. Terlebih, gadis itu adalah sepupumu sendiri.”

Baekhyun mematung, ucapan Chanyeol tepat sasaran.

“Aku benar kan? Byun. Baekhyun. –ssi.”

“A—apa yang kau bicarakan , Chanyeol-a? A—aku—”

“Kim Jongin yang memberitahuku tentang hal ini. Apa lagi alibimu kali ini, Byun Baekhyun?”

“Aku tahu kau kesal—atau mungkin marah—padaku karena aku lebih dulu menceritakan tentang Sungyoung pada Heeyeon dibanding padamu. Tapi kurasa kau—”

“BUKAN ITU YANG MEMBUATKU MARAH, BYUN BAEKHYUN! Aku masih bisa terima jika kau merahasiakan ini dariku. Aku tahu, —suatu saat nanti—kau pasti akan menceritakan semuanya padaku. Tapi aku sulit memaafkanmu karena kau, membohongi Heeyeon!”

“Aku terpaksa melakukan itu, Park Chanyeol. Aku hanya ingin memberi kalian waktu berdua. Heeyeon menyukaimu, dan aku—”

“Gunakan otakmu dengan benar, Tuan Byun! Bagaimana mungkin kau bisa asal menyimpulkan hal itu.”

“AKU TIDAK ASAL, PARK CHANYEOL!! Heeyeon sendiri yang bilang kalau ia menyukaimu dan ia memintaku mengenalkan —sekaligus mendekatkan—nya padamu.”

“DAN KAU PERCAYA??? ASTAGA BYUN BAEK—”

“YA!! BYUN BAEKHYUN! PARK CHANYEOL!! CEPAT MASUK KAMAR KALIAN KALAU KALIAN TIDAK MAU MATI SEKARANG JUGA!!!”

Suara Joonmyun langsung membuat keduanya terdiam. Sesaat saling pandang sebelum akhirnya Chanyeol berlalu melewati keduanya.

“Aku tidur di kamarmu, Hyung. Kau saja yang tidur di kamarku!”

“YA! PARK CHANYEOL MASUK KE KAMARMU SENDIRI!!”

SHIREO!!!”

*****

Joonmyun memilih mengalah dan tidur di kamar Baekhyun untuk malam ini. Ini kali pertamanya melihat kedua member itu beradu mulut.

“Jelaskan apa yang terjadi yang sebenarnya terjadi di antara kalian padaku, Byun Baekhyun!”

Joonmyun tahu Baekhyun belum tidur. Meski kini seluruh tubuhnya tertutup selimut—rapat— dari ujung kaki sampai ujung kepala.

“Tidak ada apa-apa, Hyung. Hanya masalah kecil.”

“KECIL KAU BILANG? YA, BYUN BAEK—”

Baekhyun menyibak selimutnya dan menatap Joonmyun tajam.

“Hyung! Tadi kau sendiri yang ribut menyuruh kami diam. Tapi sekarang, kau malah berteriak dihadapanku. Lalu apa bedanya kau dengan kami tadi?”

Tanpa menunggu Joonmyun menjawab, Baekhyun kembali menyelimuti seluruh tubuhnya.

Joonmyun menghela napas. Ia menyerah. Mengurus dua member paling keras kepala di grupnya ini memang butuh kesabaran ekstra.

Joonmyun langsung merebahkan dirinya diranjang disebelah Baekhyun—ranjang Chanyeol.

******

“Chanyeol Hyung! Kembali ke kamarmu!”

Jongin langsung terbangun dari tidurnya ketika mendengar teriakan nyaring Kyungsoo.

“Jebal, Kyungsoo-ya. Joonmyun Hyung melarangku tidur di kamarnya lagi malam ini.”

“Itu bagus, Hyung. Karana kau sudah pasti tidak diterima di kamar ini. Jadi kembali kekamarmu sendiri.”

“Malam ini saja. Aku janji, besok aku akan kembali kekamarku sendiri.”

“Berhenti bersikap kekanakkan, Park Chanyeol. Selesaikan —apapun itu— masalahmu dengan Baekhyun Hyung. Sekarang! Aku benar-benar tak habis pikir, bagaimana manusia keras kepal seperti kalian bisa tahan saling berdiam selama tiga hari.”

YA! Kim Jongin, kenapa kau malah ikut mendukung Kyungsoo. Harusnya kau mendukungku. Aku kan sudah—”

“Karena tingkah kekanakkanmu itu sama sekali tak pantas didukung, Hyung. Sudahlah, ini sudah malam. Menyingkir dari tempatmu. Aku, Jongin dan kau sendiri harus segera tidur. Tak ingatkah kau jika besok, kita harus berangkat Ke Jepang bersama para Sunbae-nim—untuk rangkaian SMTOWN World Tour.”

Kyungsoo mendorong Chanyeol menjauh dari pintu kamarnya.

YA! Do Kyungsoo, biarkan aku masuk! Kyungsoo-ya! Do Kyung—”

Blam

Kyungsoo langsung menutup pintu dan menguncinya.

“—YA! Kalian tidak bisa melakukan ini padaku. Kim Jongin! Do Kyungsoo! YA!—”

“Masuk ke kamarmu sekarang atau aku akan segera memberitahu Manager Hyung, Park Chanyeol!”

Ancaman Kyungsoo dari dalam kamar langsung membuat Chanyeol diam. Tapi hanya sesaat. Sungguh, karna tak lama kemudian—

“YA! BAGAIMANA KAU BISA MELAKUKAN INI PADA HYUNG-MU, DO KYUNGSOO!”

—Chanyeol kembali berteriak sebelum akhirnya beranjak menuju kamarnya—dan kamar Baekhyun.

*****

Baekhyun langsung menarik selimutnya sebatas leher, memejamkan matanya rapat-rapat dan memunggungi pintu ketika pintu kamarnya dibuka dari luar. Ia tahu, itu Chanyeol. Sedari tadi Baekhyun mendengar teriakan Chanyeol dan Kyungsoo. Ayolah, kamar mereka hanya terpisah oleh kamar mandi, Baekhyun pasti mendengar semuanya.

Baekhyun mendengar suara berderit dari ranjang disebelahnya, disusul suara napas berat Chanyeol.

“Aku memutuskan untuk tidak memberi tahu semua ini pada Heeyeon, Baek. Dia memang harus tahu, tapi bukan aku yang berhak mengatakan semuanya. Aku tahu kau tidak akan mendengar ini tapi,—”

Chanyeol menghela napas. Sedangkan Baekhyun berusaha untuk tidak memberi reaksi yang berlebihan.

“—bisakah kau berhenti mendekatkan kami? Ada pihak yang tersakiti diantara kami —akibat perbuatanmu itu. Mungkin Heeyeon memang menyukaiku, dan aku pun sebaliknya. Tapi kau harus tahu, rasa suka itu tak sama dengan—apapun itu—yang ada dalam pikiranmu.”

Chanyeol memejamkan matanya.

“Ah, satu hal lagi, Baek. Bersikaplah lebih peka terhadap perasaan seorang gadis. Jaljayo, nae chingu.”

Chanyeol tersenyum tipis sebelum akhirnya terlelap. Tapi Baekhyun langsung membuka matanya lebar-lebar. Perkataan Chanyeol langsung membuatnya susah terlelap malam ini.

*****

Jongin memperhatikan Baekhyun yang terlelap dua baris dibelakangnya. Tumben sekali pria ini langsung tidur—bahkan sebelum pesawat mereka lepas landas.

Pandangan matanya langsung beralih ke kursi di samping kirinya—kursi Chanyeol. Pria jangkung itu tampak asik memainkan ponselnya.

Jongin mendengus, rupanya perang dingin masih terjadi diantara Mood Maker dan Happy Virus EXO ini.

“Sst.. Hyung. Chanyeol Hyung”, bisik Jongin pelan. Tapi untung saja Chanyeol mendengarnya.

“Wae?” “Ada yang ingin keceritakan padamu, Hyung. Tentang Baekhyun Hyung, Heeyeon Noona, dan kekasihku—Sungyoung.”

Fokus Chanyeol langsung tertuju pada Jongin sepenuhnya.

“Kau mengenal—Heeyeon?”

“Secara langsung tidak. Tapi Baekhyun Hyung sering sekali menceritakan tentang Heeyeon Noona dalam kurun waktu—kurang lebih—sebulan terakhir ini. Sungyoung bilang, Baekhyun Hyung mulai menceritakan semua hal tentang Heeyeon Noona ketika Baekhyun Hyung mempertemukan kalian untuk pertama kali. Saat itu, aku belum menjadi kekasih Sungyoung—kami masih dalam tahap pendekatan. Tapi kau tak perlu khawatir, apa yang aku bicarakan sekarang, bukan karanganku semata. Sungyoung menceritakan semuanya kembali padaku, saat Baekhyun Hyung menganggu kencan pertama kami—dan malah menggantinya dengan sesi curhat berkelanjutan.”

Jongin mengerucutkan bibirnya karena masih merasa kesal. Jongin sudah menyiapkan sebuah makan malam romantis di rooftop—spesial untuk kencan pertama mereka—kala itu. Tapi Byun Baekhyun sialan itu malah mengacaukan segalanya.

“Baekhyun Hyung selalu bilang, betapa ia merasa sesak dalam hatinya, melihat keakraban kalian. Baekhyun Hyung bahkan hampir menangis ketika ia bilang, ia melihat kalian —kau dan Heeyeon Noona— berpelukan di kedai Bubble tea. Ditambah lagi, esoknya Heeyeon Noona malah mengajaknya bertemu. Memang Baekhyun Hyung merasa senang karena bisa melihat wajah gadisnya. Tapi ternyata celotehan Heeyeon Noona tentang bagaimana-kau-memperlakukannya-dengan-sangat-manis, —apalagi kau mengingatkan tali sepatu Heeyeon Noona yang terlepas. Hal itu, justru membuat perasaan Baekhyun Hyung—”

“Tunggu sebentar, Kim Jongin. Kau bilang —aku mengikatkan tali sepatu Heeyeon—? Demi Tuhan. Aku tidak pernah melakukannya. Heeyeon hanya mengarang cerita.”

“Aku tidak tahu—dan tidak mau tahu—tentang hal itu, Hyung. Tapi yang jelas, mulai saat itu Baekhyun Hyung sering menggunakan kekasihku sebagai alasan untuk menghindar dari kalian. Dia tak sanggup jika harus terus-terusan sakit hati karna err —cemburu. Bahkan ia mengenalkan Sungyoung sebagai Gadis-penting-dalam-hidupnya. Aku tahu, Baekhyun Hyung adalah sepupu terdekat Sungyoung. Tapi kan tetap saja, gadis itu milikku—membuatku kesal saja.—”

Chanyeol tak menghiraukan apapun yang keluar dari mulut Jongin selanjutnya. Mata bulatnya menatap Baekhyun —yang masih terpejam— dengan tajam. Ah, Baekhyun benar-benar bodoh dan tidak peka rupanya.

*****

Tiga hari setelah setelah kepulangan EXO setelah menyelesaikan aktivitas mereka di Jepang. Tapi suasana dingin masih terasa di kamar Baekhyun dan Chanyeol. Baekhyun semdiri bukannya tidak ingin berdamai dengan pria —yang sudah menjadi sahabatnya sejak awal masa traineenya—itu. Tapi Chanyeol sendiri selalu menghindar ketika dia akan bicara.

Baehyun baru saja akan meraih handle pintu ketika seseorang sudah lebih dulu membuka pintu kamarnya. Chanyeol berdiri di depan pintu. Keduanya sama-sama mematung. Bahkan, sempat saling pandang sesaat sebelum Chanyeol memutus kontak mata mereka.

Chanyeol sudar berniat pergi, tapi baekhyun buru-buru menahannya.

“Kita perlu bicara.”

Mian, Baek. Tapi aku—“

“Aku tahu aku salah, Yeol. Itu sebabnya aku ingin minta maaf. Tapi kau harus tau alasan—“

“Aku tahu”

Chanyeol buru-buru masuk ke kamar mereka dan menutup pintu.  Ia tidak mau member lain mendengar.

“Jongin sudah menceritakannya padaku. Semuanya.”

“Termasuk tentang err—perasaanku?”

“Tentu saja. Ya Tuhan, sebenarna apa salahku hingga kau melibatkanku dalam masalah dua orang bodoh ini?”

Baekhyun mencibir. Chanyeol berlebihan sekali—menurutnya.

“Kau tahu, Baek? Aku merasa seperti menjadi malaikat penyatu cinta kalian. Ah, aku berterima kasih atas kehormatan ini. Satu hal yang harus kau tahu, Baekhyun. Heeyeon tidak menyukaiku—lebih dari seorang teman. Ada pria lain yang lebih dulu merebut hatinya. Kau.”

“Kau salah, Yeol. Dia—“

“Kau yang salah, Tuan Byun. Aku bisa membuktikannya kalau kau masih saja tidak percaya.”

Chanyeol meraih ponselnya dan mengetikan sesuatu disana. Tak lama setelahnya, dia menunjukan layar ponselnya pada baekhyun.

Baekhyun menatap layar ponsel Chanyeol datar. Apa yang bisa dibuktikan dengan pesan—

‘Kau ada waktu sore ini? Ada hal yang ingin kubicarakan.’

—yang baru saja terkirim ke nomor Heeyeon? Chanyeol malah terlihat seperti ingin membuatnya cemburu.

Pip pip

Mian, Chanyeol-a. Tapi aku ada kelas sampai jam 3 dan itu melelahkan sekali. Aku perlu istiraha”

Bibir Baekhyun tertarik keatas bersamaan dengan Chanyeol yang menarik ponselnya. Mengetik pesan balasan untuk Heeyeon lalu menunjukkannya pada Baekhyun.

‘Kupikir kau akan menerima ajakanku. Ini tentang Baekhyun.’

YA! PARK CHANYEOL!! APA YANG—“

“Tunggu saja sampai Heeyeon membalas pesanku.”

Pip pip

‘Baiklah. Dua jam lagi di kedai bubble tea dekat dormmu. Awas saja jika kau malah membicarakan hal lain’

Mata baekhyun membulat. Melihatnya, Chanyeol segera membaca balasan dari Heeyeon—untuknya— lalu tersenyum miring.

“Bisa kau tangkap hal yang tersirat di pesan itu, Baek? Dia bahkan lebih memilih menemuiku—untuk membicarakanmu— dari pada beristirahat. Apa kau masih belum percaya kalau Heeyeon mencintaimu?”

Baekhyun mencibir.

“Aku bahkan melihat kalian berpelukan waktu di kedai bubble tea milik Han ahjussi waktu itu. Apa lagi yang bisa kau katakan untuk membantah dugaanku—kalau kau sendiri menyukai Heeyeon”

“Astaga! Demi Tuhan! Kau salah paham, Byun Baekhyun. Waktu itu aku memang memeluknya. Tapi itu bukan berarti apa-apa. Aku hanya menenangkannya yang terlihat kacau saat itu Asal kau tahu saja, Heeyeon menangis ketika menceritakan bagaimana ia harus memendam perasaannya terhadapmu. Bagaimana ia harus kucing-kucingan hanya untuk melihatmu dari kejauhan sejak kalian masih SMA.”

“M—maksudmu, Heeyeon—“

“Heeyeon menyukaimu sejak lama, Byun Baekhyun. Jauh sebelum kau mengenalnya. Dia bahkan sudah menyukaimu sebelum sekolah kalian mengadakan pentas seni yang langsung membuatmu jadi idola di tahun pertama. Heeyeon mungkin saja akan membunuhku jika tahu aku melanggar janjiku —untuk tidak mengatakan ni padamu. Tapi aku terpaksa, aku hanya ingin dia dan dirimu —tentu saja— bahagia.”

Baekhyun benar-benar merasa bodoh sekarang. Kalau saja dia tahu apa yang selama ini ia lakukan— akan melukai gadis itu, Baekhyun pasti sudah menghentikannya dari dulu. Tapi ia juga tidak sepenuhnya salah. Heeyeon sendiri tidak pernah memberinya petunjuk apapun. Selama ini, Chanyeol selalu menjadi satu-satunya topik pembicaraan mereka. Heeyeon sama sekali tak pernah menyinggung tentang perasaannya.

“Jangan khawatir, Baek. Aku sudah mengatur pertemuanmu dengan Heeyeon. Jadi sebaiknya kau bersiap sekarang.”

“Maksudmu?”

“Pesan itu. Kau yang akan pergi menemuinya di kedai Han ahjussi. Gunakan kesempatan ini untuk mengatakan semuanya. Kalau kau butuh privasi, aku bisa mengaturnya untukmu.”

Baekhyun terhenyak. Tidak menyangka Chanyeol akan melakukan semua ini untuknya. Pria itu langsung memeluk Chanyeol erat.

“Terima kasih, Yeol. Kau benar-benar sahabat terbaikku”

Tapi Chanyeol langsung meronta.

“YA! Apa kau berniat membunuhku, Byun baekhyun? Kau memelukku erat sekali!”

Baekhyun hanya tersenyum tanpa merasa bersalah sama sekali. Membuat Chanyeol makin kesal.

***

Heeyeon menatap papan bertuliskan ‘CLOSED’ didepannya bingung. Lima menit yang lalu, Chanyeol mengiriminya pesan. Dalam pesannya, Chanyeol memberitahunya bahwa ia sudah menunggu di kedai bubble tea. Tapi kenapa sekarang kedai ini tutup?

Heeyeon baru saja akan menghubungi Chanyeol ketika sebuah pesan masuk ke ponselnya—,

‘Kau sudah sampai? Masuk saja. aku di dalam.’

—dari Chanyeol.

Langsung saja Heeyeon membawa tubuh mungilnya memasuki kedai. Memilih mengabaikan papan yang sedari tadi membuatnya ragu.

Hanya ada satu meja yang ditempati. Dan Heeyeon yakin itu Chanyeol. Tapi ia tak mengerti mengapa pria itu masih menggunakan topi—sebagai penyamaran—. Siapa yang akan mengenalinya, kedai ini bahkan tak memiliki pengunjung—selain mereka berdua.

“Maaf membuatmu menunggu, Chan—Baekhyun!? Apa yang kau lakukan disini?’

Baekhyun melepas topinya lalu tersenyum simpul.

“Menemuimu. Apa aku mengganggu kencanmu dengan Chanyeol?”

Sengaja. Meskipun Baekhyun tahu tentang perasaan Heeyeon sebenarnya. Baekhyun hanya penasaran dengan reaksi gadis ini.  Baekhyun bisa menyadari ada yang berubah dari raut wajah Heeyeon. Gadis itu maah semakin menundukkan wajahnya.

“Aku dan Chanyeol tidak sedang berkencan, Baek. Kami hanya teman.”

“Benarkah? Kalian semakin dekat akhir-akhir ini. Jadi kupikir aku akan segera mendengar kabar kencan—“

Baekhyun tak bisa lagi melanjutkan kata-katanya. Lidahnya kelu. Heeyeon mengangkat wajahnya. Baekhyun bisa melihat pipi gadis itu basah karena air mata.

“Heeyeon-a, kau menangis?”

Heeyeon menghapus air matanya dengan kasar. Dan beranjak dari kursinya.

“Aku datang kemari untuk menemui Chanyeol. Dan bukannya untuk menangis mendengar segala ucapanmu. Bisakah kau berhenti mengira aku berkencan dengan Chanyeol, Baek? Tak tahukah kau kalau itu sangat menyakitiku?! Aku pergi!!”

Heeyeon langsung melangkah pergi, tapi belum juga sampai pintu, sepasang lengan kokoh memeluknya dari belakang. Air mata Heeyeon kembali tumpah. Sekuat tenaga Heeyeon berusaha melepaskan pelukan itu.

“Maaf. Maaf. Maaf.”

Berulang kai Heeyeon mendengar Baekhyun—pemilik lengan itu— meminta maaf. Tapi Heeyeon tak peduli. Ia sudah cukup sakit. Inikah alasan Baekhyun sering meninggalkannya berua dengan Chanyeol? Benarkah Baekhyun berniat menjodohkannya dengan Chanyeol?

“Aku mohon maafkan aku Heeyeon-a. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Sungguh. Maafkan aku. Kumohon”.

Baekhyun merasakan suaranya bergetar, tapi dia tidak peduli. Benar-benar tak peduli—bahkan jika dia harus menangis di hadapan gadis ini sekalipun.

Baekhyun mengendurkan lengannya—tanpa benar_benar melepas pelukannya, ia membalikkan tubuh Heeyeon agar menghadapnya. Memandang gadis di hadapannya lekat, meskipun gadis itu masih menolak untuk menatapnya.

“Chanyeol sudah menceritakan semuanya padaku.”

Baekhyun bisa merasakan tubuh gadis itu menegang.

“Maafkan aku. Aku terlalu bodoh untuk menyadari semua ini. Kalau saja aku mengetahui semuanya dari dulu, aku tak akan membuat perasaanmu—dan perasaanku—sampai sesakit ini. Sakit sekali harus memenuhi permintaanmu. Mendekatkanmu dengan Chanyeol, sama saja menyakiti perasaanku. Tapi demi melihatmu bahagia, —aku ingat ketika kau bilang kau menyukai Chanyeol— itu sebabnya aku memilih memenuhi permintaanmu. Mengabaikan rasa sakit yang mendera hatiku karena aku juga mencintaimu, Lee Heeyeon.”

Heeyeon tersentak. Air matanya turun semakin deras. Ia langsung memukul  dada Baekhyun sekuat tenaga.

“KAU JAHAT, BYUN BAEKHYUN!! KAU JAHAT!!! Bagaimana mungkin kau mengira aku menyukai Chanyeol? Tak tahukah kau bahwa selama ini AKU HANYA MENYUKAIMU!!!”

Baekhyun memeluk Heeyeon erat. Membiarkan rusuknya terasa ngilu karena gadis itu terus menerus memukulnya.

“Aku tahu. Tapi kau sendiri yang bilang kalau kau menyukai Chanyeol. Itu sebabnya aku mengalah.”

Heeyeon tidak menjawab. Tapi tangannya berhenti memukul dada Baekhyun. Ia malah membenamkan wajahnya di dada pria yang saat ini mendekapnya erat. Dan rasa nyaman mendadak menjalari hatiny ketika merasakan bibir Bekhyun menyentuh puncak kepalanya.

**

“Aku minta maaf.”

Baekhyun langsung melepas pelukannya. Butuh waktu 15 menit untuk membuat Heeyeon benar-benar berhenti menangis.

“Untuk?”

“Aku tidak tahu kalau permintaanku malah menyakitimu. Itu satu-satunya hal yang terlintas di pikiranku saat itu. Aku hanya ingin merada didekatmu lebih lama. Aku ingin terus bertemu denganmu, makanya aku memintamu mengenalkanku pada Chanyeol. aku tahu aku terkesan memanfaatkan Chanyeol. tapi aku tak berpikir sampai situ. Aku egois kan, Baek?”

Baekhyun tersenyum tipis.

“Tidak. Apa yang kau lakukan sudah benar. Mungkin jika kau tidak melakukannya, aku tidak akan menyadari perasaanmu.”

Baekhyun mengusap kepala gadis itu pelan.

“Ada yang ingin kukatakan. Tentang Sungyoung.”

Heeyeon melempar tatapan aku-tidak-ingin-membahasnya-sekarang. Dan Baekhyun mengerti itu. Tapi ia tidak peduli.

“Kau harus mendengarnya. Aku tidak berbohong tentang Sungyoung-adalah-gadis-penting-dalam-hidupku. Dia orang pertama yang tahu tentang perasaanku. Tanpanya, aku pasti jauh lebih kaca dari saat ini. Hanya sebatas itu, lagi pula dia itu hanya sepupuku—sepupu terdekatku”

“Benarkah?”

Baekhyun mengangguk. Manik matanya menatap iris coklat gadis itu lekat.

“Heeyeon-a, apa mulai saat ini aku boleh menyebutmu sebagai —yeojaku?”

Heeyeon menunduk untuk menyembunyikan pipinya yang merona. Ia tidak menyangka Baekhyun akan menjadi miliknya.

Baekhyun meraih dagunya, mengangkat wajah gadis itu. Dan nafas Heeyeon tercekat saat menyadari Baekhyun semakin mendekatkan wajah mereka. Gadis itu buru-buru memejamkan matanya ketika ujung hidung mereka bersentuhan. Dan akhirnya—

Jepret Jepret

—lampu blitz kamera membuat mereka buru-buru menjauhkan wajahnya. Baekhyun menoleh mendapati Chanyeol tersenyum konyol dengan sebuah kamera ditangannya.

“Akhirnya aku mendapat momen yang pas. Terima kasih atas kerja samanya. Silakan lanjutkan yang tadi..”

Chanyeol tersenyum meledek ketika melewati mereka sebelum akhirnya—

“HUAAAAAA……!!!!!!”

“YA!!! PARK CHANYEOL!!! KAU SUDAH BOSAN HIDUP, HAH?!?!?!”

—berkelit menghindari Baekhyun yang tiba-tiba meledak.

****END****

 

6 pemikiran pada “Heart’s Secret

  1. Sumpah thor ini ff daebak abis!! top deh buat author sama fanficny. AAAA udh gabisa ngomong apa2lagi, DAEBAK thor^^

  2. ini daebaaak (y)
    sempet nerveous juga tadi pas denger suara ‘Jepret’ *emang kedengeran ?!*
    tapi aku suka ff ini karena aku suka happy ending .
    nice ff ^_^

  3. Daebaaakkkkkk…… bnr2 kereeennnnn.*acung4jempol*
    bisa bnr2 bkn tetangga ngira ada orng gila d tngh mlm gini. tiba2 ketawa2 senyum2 gaje gini….
    udahhh… intinya fighting,
    thooorrr…. * ngacunginpistol*
    d tunggu karya lainnya.
    jgn lp fllback @hanhyeso1997 y… *bow

  4. Waaaaahahahaha chanyeol tuh emang ya usil banget….
    Ceritanya keren abnget kak authorr hebat….
    Ku tnggu karya hebat mu slanjutnya ea kak…faithing…😊

Tinggalkan Balasan ke Anti95line Batalkan balasan