Wave Find Beach (Chapter 12)

mn

Wave Find Beach (Chapter 12)

Author : Afrannonymous

| Park Chanyeol – Oh Sehun – Lee Soonji – Ma Jinhwa |

| Chaptered || Friendship – Family || PG -17 |

 

You should read :

Chap 1 | Chap 2| Chap3| Chap 4| Chap 5|

Chap 6| Chap 7| Chap 8| Chap 9| Chap 10| Chap 11|

 

NOTE : First, please forgive me T.T. Maapin saya soalnya ni ff hampir punah dari peradaban tanpa ending yang jelas. Alhamdulillahnya saya masih diberi kesadaran untuk menamatkan ff absurd ini :)) Dan, ini adalah nama pena baru yang akan saya gunakan dalam jangka waktu lama (semoga). Oh ya, ff ini juga udah dipublis di wp pribadi. Singkatnya (tanpa cuap-cuap nggak penting lagi xD) enjoy this fanfic with a glass of ice water (sapa tau ntar darah tinggi baca storylinenya yang makin nggak jelas. Hee..hee..)

 

 

Warning!! DON’T LIKE, DON’T READ…….

<EXO ♥ JJANG>

 

 

 

 

 

Preview

“Apa bisnis yang kau maksud adalah memperbudak anak-anak? Apa kau pikir itu bisnis?!”

‘DOR!’

‘BYUR!’

Reflek pimpinan menyiramkan winenya ke muka Soonji, membuat gadis itu menjerit pedih sambil menjatuhkan senjatanya. Dia menutup wajahnya yang terasa terbakar.

“Sehun –ah….”

“Gwaen…chana…Soonji –ya.”

“Jin…jin….Jin… hwa…ya.”

Terimakasih banyak.
Tapi tolong jangan mencariku, aku akan baik-baik saja.

Lee Soonji

Eonni……

Andai waktu itu kemampuanku bisa menjangkaunya, kejadian ini pasti dapat diatasi, tapi…. Kenapa aku bodoh sekali? Apa layak aku menganggap buyutku menurunkan keahliannya padaku? Apa pantas aku dianggap titisan cenayang?

<EXO ♥ JJANG>

Chapter 12

            Anyang Hospital – Gyeonggi-do, 10. 58 pm KST.

Sehun mengingat gadis itu sebagai sahabat Soonji, sebagai gadis yang di kala itu terlambat dan harus berhadapan dengan guru super galak, sebagai gadis yang secara aneh mengintip bagian bawah pintu ruang musik lama, dan sebagai salah satu gadis yang shock menyaksikan perkelahiannya dengan Park Chanyeol. Entah mengapa Sehun mengingat semua tentangnya walau sekilas. Dengan kaki yang tiba-tiba linu, Sehun pun terduduk di bangku panjang di belakangnya. Lalu sebuah flashback dua tahun lalu menariknya ke masa itu.

FLASHBACK.

Lee Boyoung. Ibu panti yang dekat dengannya selalu bercerita tentang wanita itu. Tentang kebaikan hatinya menjadi dermawan setia hingga anak-anak di panti asuhan tersebut dapat mengeyam pendidikan secara layak, membuat Sehun terkesan. Hampir setiap hari Lee Boyoung membagikan kue-kue lezat untuk anak-anak panti, bahkan mengajari mereka bagaimana caranya memainkan piano. Lalu di suatu malam, setelah membagikan kue-kue yang menjadi rutinitasnya, Lee Boyoung kebetulan melihat Sehun yang merintih karena jatuh seusai melompati pagar yang terkunci. Memang dasar Sehun itu bandel, dia berada di tempat trainee hingga bolos sekolah dan pulang menjelang larut, dan dia pun menerima karmanya, ibu panti sengaja mengunci pagar begitu tahu dia bolos sekolah dan belum pulang juga. Karena kasihan melihat Sehun, wanita itu pun dengan lembut memapah Sehun ke teras dan tak segan mengobati luka si bandel.

“Anda yang bernama Lee Boyoung, ya?” tanya Sehun hati-hati.

“Ne”, wanita itu mengoles luka Sehun yang lumayan parah dengan obat merah.

“Appo…”, Sehun mengaduh pelan.

Lee Boyoung kemudian menatapnya dengan teduh, “Ini memang sakit, jadi bertahanlah.”

Sehun mengangguk canggung.

“Em…. anda sangat baik pada kami semua di sini. Tapi kenapa anda bisa begitu baik?” Sehun bertanya konyol.

Wanita itu pun tertawa kecil, “Karena kebaikan akan mengantarmu ke surga, sedang kejahatan akan membawamu ke neraka. Jadi, lebih baik aku menjadi orang baik saja.”

Sehun menatapnya datar, alasan itu terdengar konyol di telinganya –dia bahkan tak sadar pertanyaannya juga konyol-. Dia sudah SMA, tentu saja dia tahu orang baik akan masuk surga, begitu pun sebaliknya, namun Sehun butuh jawaban yang spesifik.

“Suami dan anak keduaku telah meninggal dunia, merekalah yang selalu mendorong hatiku melakukan kebaikan. Dan kupikir jika aku terus berbuat baik, maka aku bisa mendapat kesempatan menikmati surga, berbahagia dengan suami dan anak keduaku di sana”, jelas Lee Boyoung mengurungkan niat Sehun untuk bertanya lagi. Tak terasa sebutir air mata kecolongan menetes di pipinya, segera saja dia menghapusnya dengan punggung tangannya.

Sehun tersentuh, ternyata di balik kelakuan manisnya, wanita itu menyimpan beribu kepahitan.

“Chogi, jadi anak anda yang pertama perempuan atau laki-laki?” Yah… Sehun bertanya konyol lagi.

“Perempuan. Memangnya kenapa?” dahi Lee Boyoung mengerut heran.

“Setelah mendengar kisah anda, saya jadi berpikir untuk melakukan kebaikan juga.”

“Apa itu?”

“Tadinya, kalau anak anda laki-laki, saya akan mengajaknya bersahabat dan kami berdua akan sama-sama melindungi anda. Tetapi, karena anak anda perempuan, maka saya berjanji akan melindungi anda dan anak anda. Karena anda dan anak anda pasti membutuhkan kehadiran sosok yang mampu menjaga kalian dari mara bahaya”, jelas Sehun sok dewasa.

Namun perkataannya itu membuat Lee Boyoung terharu.

“Terimakasih, nak. Kau baik sekali. Anakku pasti senang bertemu denganmu”, dan Lee Boyoung tak lagi menahan air matanya untuk keluar.

“Dan… sudah dari dulu ibu panti berperan sebagai ibu asuh saya, namun bukannya saya tidak menghargai beliau, hanya saja saya butuh ibu lain. Sosok ibu yang sangat menyayangi anaknya seperti anda. Jadi… bolehkah saya memanggil anda ibu?” pinta Sehun takut-takut.

Alih-alih menolak, Lee Boyoung mengelus kepala Sehun dengan sayang.

“Boleh, anakku.”

Seketika senyum tulus terkembang di bibir Sehun, senyum yang baru pertama dia tampakkan secara gamblang.

END FLASHBACK

Sehun masih mengingatnya setelah hampir dua tahun tak lagi berjumpa dengan wanita itu akibat kesibukan Sehun yang padat sebagai siswa sekaligus sebagai trainee. Dia pun menyangga kepalanya yang penat, memijit pelan pelipisnya.

Aku telah berjanji, namun mengetahui berita itu…. aku merasa seperti pembual yang mengobral janji. Aku pun tak mampu untuk mengejar gadis yang selama ini kusukai. Gadis itu yang membuatku membangun cita-cita, namun gadis itu pula yang membuatku sampai harus mempertaruhkan cita-citaku.

Selangkah menjadi idola pupus sudah. Kemudian masih harus kehilangan gadis yang disukainya. Ditambah janjinya yang secara tak sengaja teringkari. Sehun kesal sendiri memikirkannya.

“Babo, kau Oh Sehun!” rutuk Sehun seraya memukul kepalanya hingga kepalanya bertambah pusing.

“Appoya….”, dan orang-orang yang kebetulan lewat memandang aneh ke arahnya.

Namun, beberapa dokter dan suster yang berlari tergesa-gesa mengambil alih perhatian banyak pasang mata –termasuk Sehun-.

“Pasien di kamar nomer 92, pak. Katanya dia sempat menunjukkan tanda-tanda siuman, namun tak lama detak jantungnya semakin cepat, menuju ke arah darurat”, ujar seorang suster panik.

“Pasien yang bernama Park Chanyeol itu?”

“Ye.”

Park Chanyeol? tanya Sehun dalam hati karena percakapan tersebut tak bisa disebut pelan. Tak tahu kenapa, jantungnya malah berpacu cepat.

11.02 pm KST.

Jalanan di tengah kota masih dipenuhi kendaraan yang berlalu lalang. Lampu-lampu mobil yang berpadu membuat indah jalanan yang sesungguhnya hambar. Seorang gadis yang dikenal bernama Lee Soonji melangkah gontai di trotoar. Dia terlihat tidak memiliki semangat untuk hidup.

Apa aku harus mengakhirinya? dan pikiran ekstrem terlintas di benaknya.

Dia pun berniat mencari zebra cross.

Anyang Hospital – Gyeonggi-do, 11.02 pm KST.

‘Tit…tit…tit…’, elektrokardiografi berbunyi dengan tempo yang lebih cepat.

Seorang dokter ahli membuka baju pasien yang Chanyeol kenakan. Dia mengoleskan semacam gel ke dada Chanyeol lalu mengambil alat kejut jantung.

“200 Joule!” perintahnya, dan seorang suster langsung memutar angka 200.

11.06 pm KST.

Soonji telah menemukan zebra cross yang diharapkannya. Dia melihat orang-orang yang menyeberang saat traffic light bagi pejalan kaki menunjukkan warna hijau.

Aku memang harus mengakhirinya.

Anyang Hospital – Gyeonggi-do, 11.06 pm KST.

‘Deg!’ dada Chanyeol terangkat saat alat kejut jantung bereaksi dengan jantungnya.

‘Deg!’ dada Chanyeol kembali terangkat.

Sang dokter menggosok-gosok kedua alas alat kejut jantung dan kembali mengarahkannya ke dada Chanyeol.

‘Deg!’

Namun usaha dokter dan para suster tampak sia-sia karena detak jantung Chanyeol hampir diambang batas.

“Tambah lagi!”

“Tapi, pak…”

“Kubilang tambah lagi!”

“Ini bisa berbahaya jika tegangan semakin tinggi.”

“Apa kau ingin pasien mati?!” bentak dokter lepas kendali. Akhirnya suster yang menyanggah memilih mengikuti perintah dokter tersebut.

Tanpa mereka ketahui, Sehun berdiri di balik pintu, tepatnya dia mengintip dari jendela kecil di pintu dengan sedikit cemas ketika menyaksikan Chanyeol yang berjuang di dalam sana.

Bukannya aku akan berpindah haluan menjadi temanmu, tapi kuharap kau bisa selamat. Berjuanglah!

11.08 pm KST.

Soonji tak menghiraukan traffic light bagi pejalan kaki yang berubah warna menjadi merah. Dia terus melangkah lambat dengan perasaan yang amat terpiuh. Dia merasa lebih baik mati dari pada hidup sendiri tanpa kepastian.

Anyang Hospital – Gyeonggi-do, 11.08 pm KST.

‘Tiiiiiiiiiitttttttttttttttt…..’

Sepertinya Chanyeol mendengar raungan hati Soonji, karena di waktu yang sama elektrokardiografi menampilkan angka 0 disertai elektrokardiogram yang hanya bergaris datar dengan suara ‘tit’ panjang.

Para awak medis yang sempat tertegun pun kembali mencoba memacu detak jantung Chanyeol. Namun, sekeras apa pun manusia berusaha, tetap Tuhanlah yang berkehendak. Tubuh Chanyeol terlalu ringkih untuk membuatnya kembali bernapas. Para awak medis akhirnya menghentikan aksi penyelamatan mereka. Mereka mundur beberapa langkah dan menatap duka Chanyeol yang tampak pucat bak mayat –dan memang dia sudah tak bernapas-.

“Park Chanyeol dan kita telah berusaha, namun Tuhan sepertinya sangat ingin bertemu dengan anak ini”, ujar dokter dengan lirih, kematian pasien memang bukan hal asing baginya, namun tetap saja itu mengundang hatinya turut bersedih.

Dan di luar sana, Sehun mematung. Dengan lunglai dia duduk di kursi tunggu dan kembali menyangga kepalanya.

Baboya! Meski aku membencimu, bukan berarti kau harus mati kan?! amuk Sehun dalam hati.

“Dasar, Park Idiot!” umpat Sehun, dan dua tetes air mata kecolongan mengalir di pipinya, lekas Sehun menghapus kasar air mata sialan itu. Hatinya sesak luar biasa sekarang. Dia mencengkeram kain celananya agar air matanya tak lagi lolos.

11.11 pm KST.

Soonji tak mempedulikan teriakan-teriakan panik orang-orang di pinggir jalan, sebab sebuah bis melaju cepat menuju ke arahnya. Dia pun berhenti di 1/3 zebra cross, melihat bis yang akan menyambarnya dan bisa saja menghancurkan tubuhnya. Mata Soonji terpejam saat lampu depan bis menyorot tajam dirinya, bahkan bis itu berulang kali membunyikan klaksonnya.

Maafkan aku.

Aku harus menyerah.

‘Tin…tin…’, si sopir bis panik karena tak dapat menghentikan laju bisnya disebabkan remnya yang mendadak blong.

Lalu……………………..

‘BRAK!’

Kejadian yang terpampang mengerikan hanya membuat orang-orang yang menyaksikannya membatu dan menganga tak percaya. Tragedi  yang menimbulkan ceceran darah segar memenuhi tempat kejadian. Tragedi yang tanpa orang-orang sadari, menyulut senyum keji penuh kepuasan dari beberapa pria berpakaian hitam yang menyaksikannya dari dalam mobil dengan jendela tertutup rapat.

Semua ini, telah berakhir dengan sempurna, batin salah seorang pria yang merupakan pimpinan teratas, Wu Yifan.

Selain itu tampak seringai dari pria lain yang berada tak jauh dari lokasi kejadian. Dan juga di tempat berbeda, tampak seorang wanita kepala empat yang tersenyum misterius menyaksikan siaran televisi tentang berita kecelakaan lalu lintas yang baru saja terjadi.

<EXO ♥ JJANG>

            Angkasa raya tengah berada pada cuaca cerah dihias arak-arakan awan yang menyerupai sekumpulan bulu domba diserta koloni burung flamingo yang sepertinya sedang bermigrasi, apalagi terik mentari jua tak begitu menyengat. Di bawah sana, bangunlah seorang remaja lelaki yang  rambutnya sedikit bergoyang diterpa angin sepoi-sepoi. Dia pun bangkit dan memandang hamparan rerumputan hijau tempatnya tertidur pulas. Dia tampak heran, tetapi estetika alam menyapu pikirannya yang tengah bertanya-tanya. Dia pun membalik tubuhnya dan melihat seorang gadis yang sibuk memetik bunga dandelion.

Jinhwa? tanyanya dalam hati.

‘Croottt’, tiba-tiba seseorang menyerangnya dengan pistol air. Reflek korban penyemprotan menyeka air yang membasahi salah satu pipinya.

“Ha…ha…ha… seru kan, Chanyeol –ah?”

Remaja lelaki itu –Park Chanyeol- menoleh ke sumber suara. Dan dia mendapati Lee Soonji tertawa geli di sebelahnya.

“Apa kau pikir ini lucu?” Chanyeol pura-pura jengkel.

“Mianhaeyo”, Soonji mengakhiri tawanya.

“Dari pada kau marah-marah, bagaimana kalau kita ikut memetik dandelion seperti Jinhwa?” tawar Soonji berusaha mengalihkan Chanyeol dari rasa marah–pura-pura-nya.

“Shirreo! Kau pikir aku anak perempuan yang suka bergaul dengan bunga?” Chanyeol melipat tangannya sambil membuang muka.

“Aigoo… apa kau sedang merajuk?”

Chanyeol memajukan bibirnya.

“Chingu –ya!!” dan kehadiran Jinhwa mengalihkan perhatian Soonji dari Chanyeol.

“Ayo ke sungai! Aku telah mengumpulkan banyak dandelion”, ujar Jinhwa bersemangat.

“Sungai?” tanya Chanyeol seketika menanggalkan raut kesalnya.

“Ya! Bukankah kau yang merekomendasikannya pada kami?”

“Aku?” Chanyeol menunjuk dirinya sendiri.

“Chanyeol –ah, kau tidak sedang amnesia kan?” tanya Jinhwa setengah meledek.

“Sudahlah, lebih baik kita cepat pergi ke sana”, anjur Soonji.

“Geure, kalau begitu ayo kita ambil sepeda kita dulu”, dan Jinhwa berlari mendahului kedua sahabatnya.

“Ya! Park Chanyeol! Apa kau akan terus berdiri di situ?” tanya Soonji yang tiba-tiba merasa dongkol pada lelaki bertelinga peri itu.

Namun, Chanyeol tetap di posisinya sembari memasang tampang bodoh.

“Jinjja!” Dengan tak sabar Soonji pun menarik paksa lengan Chanyeol yang langsung diprotes sang empunya.

“Ya!!!”

            Chanyeol tak mengerti sama sekali. Dia tak tahu akan ke mana, oke Chanyeol tahu mereka akan menuju sungai, tetapi Chanyeol tak tahu di mana sungai itu padahal Soonji berkata dia yang merekomendasikan tempat tersebut, namun Chanyeol cukup menikmati perjalannya sembari mengayuh sepeda. Melalui jalan setapak dengan banyak pohon yang tumbuh menjulang di samping kanan-kiri jalan. Kemudian jalan setapak berakhir dan tergantikan jalur sempit memasuki hutan. Chanyeol sedikit ragu, namun dia pun tetap mengikuti Soonji dan Jinhwa yang berada di depannya. Lalu mereka mengerem sepeda masing-masing saat sudah seratus  meter memasuki hutan.

“Itu sungainya!” girang Jinhwa yang segera menjagrak sepedanya, lalu meraup dandelion di keranjang sepeda dan melangkah cepat menuruni tangga batu.

“Chankkaman!” seru Soonji bergegas mengejar Jinhwa setelah menjagrak sepedanya.

Chanyeol sendiri dengan santai menggeletakkan sepedanya karena malas menjagraknya. Dia menuruni tangga batu seraya mengamati pepohonan dan fokus mendengarkan kicau burung yang merdu. Dia merasa sangat tenang di sini.

“Ayo kita tiup bunganya! Bukankah Chanyeol bilang jika kita meniup dandelion dan bunganya mengikuti arus sungai ini maka kita bisa berjumpa dengan orang yang sangat kita harapkan?” ujar Jinhwa sambil menyerahkan beberapa tangkai dandelion pada Soonji.

“Ne, kajja!”

Kedua gadis itu pun semangat meniup dandelion hingga bunganya rontok dan hanyut terbawa arus sungai. Sungai jernih dan agak dangkal dengan air terjun kecil yang melengkapinya. Chanyeol yang berdiri di anak tangga hanya tersenyum memperhatikan tingkah Soonji dan Jinhwa yang kekanak-kanakan di matanya.

Memang kapan aku pernah bercerita tentang dandelion, sungai, dan harapan? batin Chanyeol geli. Dia rasa kedua sahabatnya itu hanya mengada-ada.

Namun……..

Tiba-tiba sungai yang jernih perlahan berubah menjadi sesuatu yang mengerikan, bahkan langit cerah berganti petang, suara kicau burung pun hilang begitu saja.

“Jin jin, Soonji –ya!” teriak Chanyeol dan hendak menuruni sisa tangga begitu sesuatu yang mengerikan atau bisa dibilang tumbuhan jerat setan seperti yang ada di film Harry Potter itu melilit kuat tubuh kedua gadis itu serta mencekik leher mereka.

Tetapi langkah Chanyeol terhenti sebab sebuah kerangkeng berteralis besi mendadak mengungkung tubuhnya, suasana hutan pun tergantikan dengan sebuah lorong dimensi yang seluruhnya berwarna hitam. Chanyeol berusaha maksimal membengkokkan teralis besi dengan cara menarik-nariknya, namun usaha itu tampak tak ada gunanya.

“Jin jin, Soonji –ya! Kumohon bertahanlah!” seru Chanyeol panik.

Sedang Jinhwa dan Soonji terus berteriak dan mencoba melepaskan diri, bahkan mereka sampai terbatuk-batuk karena kekurangan kadar oksigen.

“Jin jin, Soonji –ya! Aku akan berusaha menyelamatkan kalian!” Chanyeol tak putus asa sama sekali, dia tetap mengerahkan tenaganya guna membengkokkan teralis besi.

“Percuma, Park Chanyeol.”

Chanyeol mengalihkan pandangan dan tertegun mendapati seorang remaja lelaki berpakaian serba gelap di sebelahnya, satu kerangkeng dengannya.

“Oh Sehun?”

Remaja itu –Oh Sehun- menatap Chanyeol dengan poker face andalannya.

“Bantu aku supaya kita bisa keluar dari sini. Aku tak paham kenapa kau bisa tiba-tiba muncul. Tapi aku harus segera menyelamatkan mereka”, ujar Chanyeol cepat dan kembali pada kegiatannya yang tertunda.

“Bukankah tadi kubilang percuma?”

“Mwo?” Chanyeol menoleh ke arah Sehun tanpa menghentikan aktivitasnya.

“Percuma saja, Park. Usahamu ini tak ada artinya.”

Chanyeol kembali konsentrasi pada teralis besi, “Ini memang terlihat mustahil. Tapi kita tak boleh membiarkan tumbuhan itu membuat mereka mati.”

“Memangnya kenapa kalau mereka mati?”

Pertanyaan Sehun menyinggung perasaan Chanyeol, lelaki itu pun menghentikan kegiatannya, tangannya menjauh dari teralis.

“Apa kau bilang?” tanya Chanyeol dingin sambil menunduk.

“Apa kau tuli?”

“Ya!” dengan gerakan cepat Chanyeol menarik kerah jas yang Sehun kenakan.

“Apa kau berharap mereka mati?!” Chanyeol berencana memukul wajah Sehun akibat omongannya yang sudah keluar batas.

Sehun tak terpengaruh secuil pun, dia tetap dengan gayanya yang tenang.

“Manusia memang ditakdirkan mati kan?”

“Oh Sehun!!” Chanyeol pun melayangkan tinjunya, namun aksinya tertahan di udara ketika mendengar bentakan Sehun yang membuat dadanya sesak.

“Bukankah mereka begini karena kau? Ini terjadi gara-gara kau. Kau biangnya, Park Idiot!”

Kemudian satu persatu memori yang sama sekali tak dikenalnya berputar memenuhi kepalanya. Memori tentang dia yang berlari bersama Soonji menghindari para penjahat, memori tentang kebersamaannya dan Soonji di loteng, memori tentang Jinhwa yang meneleponnya, memori tentang pimpinan yang menusuknya, dan memori tentang usahanya menelepon Sehun. Mendadak kepala Chanyeol menjadi pening, dia pun melepas kerah jas Sehun lalu memegangi kepalanya seraya mundur dua langkah.

“Apa-apaan ini? Mengapa bayangan ini muncul di kepalaku?” tanya Chanyeol frustasi.

“Itulah kesalahanmu, kau yang bertindak gegabah”. Dan salah satu kesalahan Chanyeol yaitu tidak langsung menelepon polisi saat tiba di rumahnya, padahal itu adalah kesempatan mengingat para penjahat tidak begitu lihai akan masalah penyadapan.

“Salahku? Apa maksudmu, Oh Sehun? Tolong jelaskan padaku. Aku butuh penjelasanmu sekarang!” nada suara Chanyeol terdengar menuntut.

“Sayang sekali. Yang pasti kenangan itu akan terpatri kuat dalam ingatanmu.”

“Dengan kata lain kenangan itu akan terus menghantuiku?”

Sehun tak menanggapinya, dia menoleh menyaksikan Soonji dan Jinhwa yang sebagian tubuhnya telah diseret ke bawah tanah oleh tumbuhan jerat setan.

“Dengar, Park Chanyeol. Kau harus menerima kenyataan bahwa dua sahabatmu di sana akan mati.”

“Mwo?”

‘Blus!’

Seketika Sehun menghilang tanpa bekas. Dan perhatian Chanyeol kembali pada Jinhwa dan Soonji yang kini hanya menyisakan separuh kepala dan separuh tangan di permukaan.

Maafkan aku, aku belum bisa menyelamatkan kalian, air mata Chanyeol menggenang di pelupuk.

Dia begitu terpuruk di kala ujung jemari kedua gadis itu tenggelam dalam tumbuhan jerat setan, yang artinya sosok keduanya tak lagi terjangkau indera penglihatan.

Tetapi sekian detik berikutnya, di hadapan Chanyeol muncullah cahaya putih yang teramat menyilaukan menerpanya. Cahaya itu memaksa Chanyeol memejamkan mata rapat-rapat. Hingga akhirnya, semua berubah gelap gulita.

“Kau tahu, kehidupan kita umpama ombak yang mencari tempat berlabuh”, terdengar suara Soonji.

“Dan kupikir kita sekarang sebagai ombak telah menemukan pantai yang tepat. Ya, kita bahagia berada di sini, berlabuh di nirwana ini”.

Dan suara Jinhwa pun mengakhiri semuanya.

<EXO ♥ JJANG>

END

Hahayy….dan cerita yang lahir dari otak error milik saya ini pun berakhir dengan sangat tidak jelas. Menggantung? Yeah…. bisa dibilang. Membuat air mata saya berlinang karena mungkin telah membuat readers tercinta sekalian kecewa*eaaaa!!* Oke, ini lebay, jadi abaikan saja.

Ahhh….. maapin yak, maap sebesar-besarnya soalnya endingnya bikin bingung. Jadi maksudnya, dua paragraf terakhir yang dicetak miring itu semacam peristiwa yang terjadi di mimpi. Mimpi siapa? Kalau itu hanya author dan Allah yang tahu. Muehehehe…. *ketawasetan*.

Rencananya sih, saya mau bikin season duanya. Ceilee…. season dua, berasa sinetron aja. He..he… soalnya setelah saya pikir-pikir secara matang ditambah bertapa tiga hari tiga malam sambil mantengin posternya EXO, kok tragis banget tiga main cast saya buat mati semua. Kasian banget Bang Chanyeol bernasib kayak gitu. Dia kan gak bisa digituin *nangismelukYeolli/eh?* Tapi nggak tahu ya kapan, bisa aja cerita ini hanya sampai di sini/eh?/XD

Jadi dari pada saya keceplosan curhat masalah percintaan saya *iniapaandeh*, akhir kalimat :

Sekian terimakasih, wassalamualaikum wr.wb

Special Thanks to :

PEMBACA SETIA ^^

 

 

 

 

3 pemikiran pada “Wave Find Beach (Chapter 12)

  1. Hiksssss~
    Kenapa sad ending thor?kenapa itu tiga2nya mati?ahhh kan jd baperrr.. seru thor ceritanya.. moga2 season 2.a cepet publish yahh.. ditunggu~ author jjang♥

    • Jeongmal gumawoyo, chingu -yaa..
      Makasih buanyaakk kamu masih bertahan sampai akhir..
      Maapin yak klo storyline makin gueje.. Entahlah y, season 2ny masih dlm thap pertimbangan…
      Jng bosen bc epep sy …
      (^_^)/ Pai-pai~…

Tinggalkan komentar